YESUS MENYEMBUHKAN ORANG YANG SAKIT BUSUNG AIR PADA HARI SABAT
YESUS MENYEMBUHKAN ORANG YANG SAKIT BUSUNG AIR PADA HARI SABAT
(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Jumat, 29 Oktober 2021)
![](https://catatanseorangofs.wordpress.com/wp-content/uploads/2021/10/luke-14-1-6-aa.jpg?w=1024)
Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya. Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, “Apakah boleh menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya serta menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya. (Luk 14:1-6)
Bacaan Pertama: Rm 9:1-5; Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-15,19-20
Pada suatu hari Sabat Yesus diundang makan oleh seorang pemimpin kaum Farisi dan Yesus tidak menolak undangan itu, meskipun biasanya orang-orang Farisi adalah “lawan”-Nya. Bukankah Yesus datang untuk menyelamatkan semua orang? Rumah sang pemimpin kaum Farisi tersebut tentunya ditandai dengan suatu suasana kepatuhan kepada Hukum yang serius: semua rituale moral dan tradisi ditaati secara ketat. Hari itu adalah hari Sabat, sebuah hari yang teramat suci bagi sang tuan rumah. Gerak-gerik Yesus juga terus diamat-amati (dimata-matai?) dengan saksama oleh mereka yang hadir. Yesus akan dinilai berdasarkan ukuran kesalehan kaum Farisi yang begitu terinci. Mereka yang hadir itu tentunya sangat memperhatikan kesucian hari Sabat. Seringkali memang sikap dan perilaku kaum Farisi suka memberi kesan bahwa mereka lebih tahu dari Allah sendiri dalam menilai orang-orang lain, apakah benar atau salah.
![](https://catatanseorangofs.wordpress.com/wp-content/uploads/2021/10/luke-14-1-6-ff.jpg?w=300)
Tiba-tiba di depan Yesus sudah berdiri seorang laki-laki yang sakit busung air, tentunya bukan salah seorang dari yang diundang-makan. Kiranya dia mengamat-amati dari kejauhan situasi dalam rumah itu, lalu menggunakan kesempatan yang ada secara tepat-waktu. Menurut pandangan kaum Farisi, setiap penyakit merupakan suatu hukuman atas kejahatan yang tersembunyi. Mereka pasti yakin bahwa orang malang ini sedang dihukum Allah karena kehidupannya yang tidak bermoral. Berbeda dengan cerita sebelumnya (Luk 13:10-17), kali ini Yesus yang mengambil inisiatif untuk bertanya: “Apakah boleh menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” (Luk 14:3). Pertanyaan ini terasa sebagai suatu surprise attack, kalau kita mau berbicara mengenai taktik atau strategi perang: suatu serangan tiba-tiba ketika pihak musuh belum menyiapkan diri.
Yesus tentu sudah mengetahui pandangan dari mashab/aliran/sekolah yang ada di kalangan kaum Farisi: Kalau hidup seseorang itu berada dalam bahaya, maka diperkenankan untuk menolongnya, namun kalau tidak ada bahaya yang akan terjadi segera, maka orang harus menunggu sampai hari Sabat lewat, sebelum mengambil tindakan. Orang-orang Farisi itu diam dan tidak menanggapi pertanyaan Yesus yang sederhana (namun mengena) itu. Mereka tidak mau membahas isu itu dengan Yesus, karena menurut pandangan mereka sendiri, merekalah yang memiliki “kebenaran”. Tidak ada kebiasaan yang perlu diubah … Yesus tidak dapat berbicara dalam/atas nama Allah, karena Dia tidak mengikuti ajaran-ajaran tradisional kaum Farisi tersebut.Lalu Yesus memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya serta menyuruhnya pergi. Kemudian Ia mengajukan sebuah pertanyaan lagi: “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat?” (Luk 14:5).
![](https://catatanseorangofs.wordpress.com/wp-content/uploads/2021/10/luke-14-1-6-cc.jpg?w=318)
Inipun sudah ada jawabannya, namun para Farisi yang kasuistis itu tidak menjawab. Bagi mereka, kalau ada hewan jatuh ke dalam sumur pada hari Sabat, maka orang diperbolehkan memberi makan hewan tersebut, kalau tidak hewan itu akan mati pada keesokan harinya. Juga diperkenankan untuk melemparkan selimut dan bantal/kasur kecil guna memudahkan hewan itu keluar (dikeluarkan) dari sumur. Lebih dari itu tidak ada lagi yang dapat/boleh dilakukan pada hari Sabat, karena sudah dipandang sebagai “bekerja”. Peristiwa ini merupakan sebuah contoh yang menunjukkan kepada kita, dari belenggu macam apa kita dibebaskan oleh Yesus. Ia telah memberikan kepada kita semua suatu cara baru memandang hari Sabat. Kita diajak untuk melihat makna hari Sabat yang melampaui pertimbangan legalisme. Sabat adalah hari “Kebaikan Hati Ilahi”, hari penebusan, hari pembebasan, hari kerahiman Ilahi yang diperuntukkan bagi mereka yang miskin, yang malang dan sial, para pendosa. Pada hari Sabat justru seseorang harus melakukan kebaikan, menyembuhkan, menyelamatkan; lebih dari hari-hari yang lain. Hari Sabat adalah saat kita harus memperkenankan Yesus menyembuhkan diri kita. Dunia kita hari ini menimbulkan banyak masalah baru. Tahukah kita bagaimana menghadapi masalah-masalah tersebut dengan bekal pemahaman yang sama mendalamnya dan penilaian yang benar, seperti telah dicontohkan oleh Yesus?
DOA: Tuhan Yesus Kristus, ajarlah kami untuk selalu setia, meskipun dalam perkara-perkara kecil. Pada saat yang sama kami juga mohon agar Kaujauhkan kami dari pemikiran dan sikap yang dipenuhi oleh legalisme dan segalanya yang tidak benar di mata-Mu. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1-6), bacalah tulisan yang berjudul “APAKAH BOLEH MENYEMBUHKAN ORANG PADA HARI SABAT?” (bacaan tanggal 29-10-21) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 21-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2021.
(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2009)
Cilandak, 28 Oktober 2021
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS