Posts from the ‘20-10 PERMENUNGAN ALKITABIAH OKTOBER 2020’ Category

SERAHKANLAH KEPADA TUAN RUMAH

SERAHKANLAH KEPADA TUAN RUMAH

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Sabtu, 31 Oktober 2020)

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.

Karena Yesus melihat bagaimana para undangan memilih tempat-tempat kehormatan, Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada engkau, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di tempat yang lebih terhormat. Dengan demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua orang yang makan bersamamu. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14:1,7-11)

Bacaan Pertama: Flp 1:18b-26; Mazmur Tanggapan: Mzm 42:2-3,5bcd

Dengan latar belakang perjamuan makan di rumah seorang pemimpin orang-orang Farisi, Lukas melanjutkan pengajaran Yesus tentang pesta. Yesus menceritakan sebuah perumpamaan yang tidak seorang pun dari para hadirin akan mengalami kesulitan untuk memahami perumpamaan tersebut. Kelihatannya perumpamaan itu berada pada tingkat nasihat duniawi tentang bagaimana sampai kepada posisi puncak pada meja dengan mengawalinya dari posisi bawah, dan bagaimana menghindari tindakan memulai di posisi puncak hanya untuk menemukan diri kita digeser ke posisi bawah; namun jika memang itu yang dimaksudkan Yesus, maka hampir dapat dikatakan bahwa itu bukanlah sebuah perumpamaan. Cerita itu bergerak dari hal-hal yang familiar kepada hal-hal yang tidak familiar; Yesus menggiring para pendengar-Nya melalui metafora pesta perkawinan sampai kepada pandangan sekilas lintas tentang Kerajaan Allah, untuk memahami bagaimana kehormatan diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang sungguh rendah hati.

Nasihat yang ditawarkan Yesus bersifat sederhana dan langsung: apabila engkau diundang ke pesta perkawinan, jangan terburu-buru mengambil tempat kehormatan pada meja perjamuan: para tamu terhormat akan tiba di tempat pesta belakangan, dan kita harus memberi tempat kepada mereka; dengan demikian kita berada dalam situasi di mana kita dipermalukan …… berjalan melewati tempat-tempat lain yang telah diisi, dan akhirnya kita mengambil tempat paling bawah pada meja perjamuan. Jadi, daripada memusatkan perhatian kita pada tempat terhormat, ambillah tempat terbawah sehingga dengan demikian ketika tuan rumah masuk ke ruang perjamuan dan melihat kita, maka dia akan menghormati kita di depan para hadirin dengan membimbing kita ke tempat yang lebih tinggi. Karena kita masing-masing adalah tamu pada pesta perjamuan, maka serahkanlah kepada tuan rumah untuk menentukan siapa saja yang pantas menduduki tempat-tempat terhormat, karena ini adalah perjamuannya, maka hal tersebut adalah privilesenya.

Pada pembacaan awal, kata-kata Yesus kelihatannya menawarkan suatu cara yang terkalkulasi dan cerdik, yang menjamin bahwa kita (anda dan saya) akan memperoleh posisi top jika saja kita memainkan power-game dengan cara yang  cocok-manis, tidak hanya akan membuat kita mencapai posisi top, tetapi setiap orang dengan gamblang akan melihat kita naik sampai ke posisi puncak itu. Kemudian kita dapat duduk dan diam-diam memberi selamat kepada diri kita sendiri karena berhasilnya strategi kita. Namun pendalaman lebih lanjut atas teks Injil ini akan meratakan tafsir yang baru saja dikemukakan tadi: orang yang meninggikan dirinya sendiri – apakah melalui cara-cara kasar dengan merebut posisi  atau secara halus lewat insinuasi – akan direndahkan. Jadi, apabila seseorang mengambil tempat paling rendah bukan karena dia percaya bahwa posisi itu adalah memang diperuntukkan baginya, melainkan sebagai hitung-hitung untuk mempengaruhi sikap tuan rumah untuk memindahkannya ke tempat yang lebih tinggi, maka orang itu akhirnya akan terdampar dalam posisi yang memalukan, yaitu ditinggalkan dalam posisi terendah tadi. Kerendahan hati bukanlah masalah memainkan power game yang cantik, melainkan masalah mengakui kebenaran bahwa karena kita diundang (artinya sebuah privilese), maka peranan Allah-lah – bukan peranan kita – untuk memilih tempat duduk kita dalam pesta perjamuan yang diadakan.

Di sini Yesus samasekali tidak memberikan sebuah ringkasan kursus tentang “etiket pada perjamuan makan”; Ia mengundang para pendengar-Nya untuk bergerak melalui contoh sebuah pesta perjamuan yang familiar di telinga para pendengar-Nya untuk sampai kepada pemahaman sebenarnya perihal kehormatan sejati dalam Kerajaan Allah. Seorang pribadi yang akan ditinggikan dalam Kerajaan Allah bukanlah orang yang telah merekayasa jalannya menuju posisi puncak, melainkan seseorang yang mengakui bahwa kehormatan dalam Kerajaan Allah akan diperolehnya (datang kepadanya) pada waktu Sang Tuah Rumah (Allah) sendiri mengakui hal tersebut, bukan pada waktu seorang tamu mengganggapnya demikian. Kehormatan dalam Kerajaan Allah dianugerahkan sesuai dengan apa yang sudah diungkapkan dalam Kidung Maria (Magnificat): “(Ia) menceraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Luk 1:51b-53).

DOA:  Tuhan Yesus Kristus, ajarlah aku untuk menaruh kepercayaan pada penyelenggaraan ilahi hari ini dan tolonglah aku untuk mengasihi dan memperhatikan siapa saja yang Kautempatkan pada jalan hidupku hari ini. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1,7-11), bacalah tulisan yang berjudul “PERGILAH DUDUK DI TEMPAT YANG PALING RENDAH” (bacaan tanggal 31-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 3-11-18 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 29 Oktober 2020

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SEDIKIT CATATAN MENGENAI SANTO SIMON DAN SANTO YUDAS TADEUS

SEDIKIT CATATAN MENGENAI SANTO SIMON DAN SANTO YUDAS TADEUS

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta Santo Simon dan Yudas, Rasul – Rabu,  28 Oktober 2020)

Pada hari-hari itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul: Simon yang juga diberi-Nya nama Petrus, dan Andreas saudaranya, Yakobus dan Yohanes, Filipus dan Bartolomeus, Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon yang disebut orang Zelot, Yudas anak Yakobus, dan Yudas Iskariot yang kemudian menjadi pengkhianat.

Lalu Ia turun dengan mereka dan berhenti pada suatu tempat yang datar: Di situ berkumpul sejumlah besar dari murid-murid-Nya dan banyak orang lain yang datang dari seluruh Yudea dan dari Yerusalem dan dari daerah pantai Tirus dan Sidon. Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka; juga mereka yang dirasuk oleh roh-roh jahat disembuhkan. Semua orang banyak itu berusaha menyentuh Dia, karena ada kuasa yang keluar dari Dia dan menyembuhkan semua orang itu.  (Luk 6: 12-19) 

Bacaan Pertama: Ef 2:19-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 19:2-5

Betapa bahagia kiranya Simon dan Yudas ketika mereka dipilih menjadi bagian dari kelompok dua belas orang rasul Yesus. Bayangkanlah, dari sedemikian banyak murid yang ada, Yesus memilih mereka. Memang kita tidak tahu banyak tentang dua orang rasul yang kita rayakan pestanya hari ini, namun kita dapat membayangkan bagaimana kiranya perasaan mereka dalam mengantisipasi apa artinya hidup akrab dengan Yesus dari hari ke hari, menjadi murid dan sekaligus mitra evangelisasi Yesus sendiri, berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Namun Simon dan Yudas tidaklah sendiri. Pada hari ini, Yesus juga mengundang kita masing-masing untuk masuk ke dalam relasi persahabatan yang akrab dengan diri-Nya. Dia memanggil kita masing-masing untuk menjadi saudari-saudara-Nya, dan Ia mempunyai misi khusus untuk kita masing-masing. Bagi sejumlah orang, misi itu adalah untuk berkhotbah dan mengajar; bagi sejumlah orang lainnya, misi itu adalah untuk mengungkapkan kasih-Nya melalui upaya mendengarkan dengan penuh bela rasa, teristimewa suara-suara, keluhan-keluhan orang-orang kecil. Seperti yang dilakukan Yesus dalam doa-Nya bagi dua belas orang rasul (Luk 6:12), Ia berdoa untuk kita masing-masing, bahwa Allah akan menarik kita semakin dekat kepada-Nya sehingga dengan demikian kita dapat mengenal dan mengalami kasih-Nya dan melayani Dia dengan kehidupan kita. Kita dapat berpikir bahwa terkadang sangatlah sulit untuk percaya, namun Yesus menarik kita kepada diri-Nya bukan karena kedalaman devosi kita, melainkan karena kasih-Nya kepada kita.

Sebagian dari kita mungkin merasa ragu-ragu untuk menanggapi panggilan Yesus justru karena kita menyadari keterbatasan-keterbatasan kita. “Saya hanyalah seorang ibu rumah tangga.” “Saya hanyalah seorang buruh bangunan.” “Saya sudah terlalu tua untuk membuat perubahan sesungguhnya dalam dunia ini.” Dalam hal ini semua, baiklah kita mengingat bahwa – seperti juga pada zaman Simon dan Yudas – Yesus tidak meminta para pahlawan untuk menjadi murid-murid-Nya.  Beberapa dari dua belas rasul itu adalah para nelayan biasa, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang sangat berani pada awalnya (Luk 5:1-11; Mat 26:56,69-75). Yang dicari oleh-Nya adalah orang-orang yang akan membuka hati mereka bagi-Nya. Dalam hati manusia yang terbuka dengan ekspektasi, Yesus dapat bertindak. Yesus bertindak dalam hati dua belas rasul, walaupun ketika mereka salah, karena mereka mengakui kebutuhan  dan hasrat mereka akan diri-Nya.

Di mata Yesus, kita adalah harta yang sangat berharga. Ia merasa sangat senang terhadap diri kita masing-masing. Ia berdoa untuk kita masing-masing secara individual dan intens seperti ketika Dia berdoa untuk para murid-Nya dulu (lihat Ibr 7:24). Semoga kita semua mendengar suara-Nya dan menanggapi panggilan-Nya.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau telah memanggil aku keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terang-Mu. Aku memberikan hatiku kepada-Mu, ya Yesus. Datanglah, dan diamlah dalam hatiku. Penuhilah diriku dengan kasih-Mu. Biarlah hatiku dikobarkan dengan antisipasi terhadap apa yang akan Kaulakukan. Gunakanlah diriku dalam pelayanan kepada sesama seturut kehendak-Mu. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Pertama hari ini (Ef 2:19-22), bacalah tulisan yang berjudul “DUA ORANG RASUL KRISTUS YANG KITA RAYAKAN PESTANYA PADA HARI INI” (bacaan tanggal 28-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsbda.wordpress.com; kategori: 20-10  BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 28-10-19 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak,  27 Oktober 2020

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN YESUS TENTANG BIJI SESAWI DAN TENTANG RAGI

PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN YESUS TENTANG BIJI SESAWI DAN TENTANG RAGI

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Selasa, 27 Oktober 2020)

Lalu kata Yesus, “Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung bersarang pada cabang-cabangnya.”  Ia berkata lagi, “Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah? Kerajaan itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya.” (Luk 13:18-21)

Bacaan Pertama: Ef 5:21-33; Mazmur Tanggapan: Mzm 128:1-5

Dalam bacaan Injil yang relatif singkat hari ini, secara berturut-turut Yesus mengajarkan dua perumpamaan sarat-makna tentang Kerajaan Allah, yaitu pertama diumpamakan sebagai biji sesawi yang ditanam di kebun, dan kedua diumpamakan dengan ragi yang diadukkan ke dalam tepung terigu.

Di tangan seorang guru atau rabi yang “hebat”, perumpamaan-perumpamaan dapat menjadi sarana-sarana berguna untuk memicu pemikiran dan permenungan  tentang sebuah pokok pengajaran. Melalui gambaran-gambaran yang sederhana namun kaya, perumpamaan-perumpamaan menantang para pendengarnya untuk menggeluti suatu subjek pada tingkat yang berbeda-beda. Yesus seringkali menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk meluaskan pemahaman para murid-Nya tentang Kerajaan Allah.

Setelah dalam beberapa bab digambarkan Kerajaan Allah dan makna dari jalan Kristiani, Lukas kemudian merangkumnya dengan perumpamaan-perumpamaan tentang biji sewati dan ragi. Perumpamaan-perumpamaan ini diberikan seiring dengan semakin bertambahnya oposisi terhadap Yesus, termasuk penolakan terhadap dirinya oleh orang orang-orang Samaria (Luk 9:51-53), pengakuan terhadap penolakan itu (Luk 12:51) dan suatu panggilan kepada pertobatan secara universal (Luk 13:5).

Dalam terang oposisi ini, Yesus mengundang para murid-Nya untuk memandang Kerajaan Allah dari suatu perspektif global: “Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung bersarang pada cabang-cabangnya ……Seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya” (Luk 13:18-21).

Dua perumpamaan ini memberikan gambaran-gambaran tentang cara sederhana dengan mana Kerajaan Allah itu mulai ketika pertama kali diumumkan oleh seorang tukang kayu dari Nazaret yang tidak dikenal, kepada sekelompok orang yang kebanyakan terdiri dari mereka yang tidak berstatus penting dalam masyarakat, …… “wong cilik”. Namun demikian, justru dari kelompok tak berarti inilah Kerajaan Allah yang tak terbatas bertumbuh-kembang dengan pesat di dalam dunia kita yang terbatas. Menghadapi perlawanan atau tidak, Kerajaan Allah akan terus berlanjut di dalam dunia ini, sampai Kristus datang kembali dalam kemuliaan pada akhir zaman.

Yesus juga meminta agar para murid-Nya menerapkan dua perumpamaan ini pada tingkat personal. Apabila kita melihat dengan cara begini, maka kita menyaksikan bahwa bahkan hal-hal kecil sekali pun yang kita lakukan untuk membuat diri kita sebagai sarana Allah untuk turut membangun Kerajaan-Nya akan membawa dampak tidak kecil.

Siapa yang dapat menyangka bahwa seorang biarawati-guru keturunan Albania dengan postur tubuh kecil  dan bekerja di India – Bunda Teresa dari Kalkuta – pada suatu hari dalam kehidupannya akan mampu mendirikan sebuah kongregasi religius yang begitu berdedikasi pada “wong cilik” di Kalkuta. Kongregasi ini bertumbuh-kembang dengan cepat dan diberkati oleh Allah secara berlimpah untuk menjadi “garam bumi” dan “terang dunia” di tengah masyarakat yang sebagian besar terdiri dari saudari-saudara yang beriman lain. Sekarang kongregasi ini telah menjadi kongregasi multi-nasional yang mengagumkan dalam spiritualitas maupun karya kerasulan mereka. Ini adalah bukti bahwa Allah menggunakan “biji sesawi” dan “ragi” yang ada dalam seorang Bunda Teresa dari Kalkuta guna mencapai karya kasih-Nya secara gemilang. Pelajaran yang kita dapat tarik dari dua perumpamaan Yesus dalam bacaan Injil hari ini adalah bahwa Kerajaan Allah mulai di hati kita secara kecil-kecilan, namun dapat bertumbuh menjadi sesuatu yang dapat mentransformasikan dunia.

DOA: Bapa surgawi, Engkau tidak menetapkan batas sampai mana Kerajaan-Mu akan berkembang. Semoga melalui ketaatanku, Kerajaan-Mu hadir dalam hidupku dan dalam hidup orang-orang di sekelilingku. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 13:18-21), bacalah tulisan yang berjudul “DUA PERUMPAMAAN SINGKAT TENTANG KERAJAAN ALLAH” (bacaan tanggal 27-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini )adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 29-10-19 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 26 Oktober 2020

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MEMBEBASKAN DARI HAL-HAL YANG MENGIKAT KITA

MEMBEBASKAN DARI HAL-HAL YANG MENGIKAT KITA

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Senin, 26 Oktober 2020)

Pada suatu kali Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri tegak lagi. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak. “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.”  Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Perempuan ini keturunan Abraham dan sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis; bukankah ia harus dilepaskan dari ikatannya itu?”  Waktu ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya. (Luk 13:10-17)

Bacaan Pertama: Ef 4:32-5:8; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-4,6

Apakah kiranya yang menjadi motivasi perempuan yang bungkuk ini? Barangkali – seperti juga banyak orang lain yang memenuhi sinagoga pada hari Sabat itu, perempuan itu hanya didorong oleh rasa ingin tahunya tentang sang rabi “pembuat mukjizat” dari Nazaret yang banyak dibicarakan orang-orang itu. Setelah 18 tahun lamanya tidak mampu berdiri dengan tegak, perempuan itu barangkali tidak mengharapkan terlalu banyak agar dapat disembuhkan sepenuhnya …… untuk menjadi “normal” kembali. Walaupun dia mencari kesempatan untuk mengalami penyembuhan secara fisik, dia barangkali tidak pernah mengira bahwa Yesus akan memulihkan martabat dirinya sebagai seorang “keturunan Abraham” (Luk 13:16). Faktanya, inilah yang dilakukan oleh Yesus.

Perempuan ini sungguh ditransformasikan. Setelah begitu lama menderita karena diikat oleh roh yang melumpuhkan, perempuan ini sudah hampir kehilangan kekuatan dan martabat pribadinya. Namun sekarang, dia dapat berdiri tegak sekali lagi dan menatap masa depannya dengan penuh sukacita. Yesus telah membuat dirinya utuh – manusiawi secara penuh dan otentik, seorang puteri Allah yang hidup.

Santo Paulus mengatakan kepada kita bahwa kita semua telah menerima Roh yang menjadikan kita anak Allah (Rm 8:15). Allah telah mengadopsi kita sebagai anak-anak milik-Nya sendiri, dan martabat kita sekarang berarti berakar pada kebenaran ini. Kita adalah anak-anak-Nya  sendiri, dirahmati dengan suatu warisan yang diberikan kepada kita oleh “seorang” Allah yang mahakuasa dan mahapemurah. Tidak ada apapun atau siapapun yang dapat mengambilnya dari diri kita.

Bagaimana kita mengklaim warisan ini? Dipimpin oleh Roh Kudus, kita dapat pergi menghadap Yesus dan mohon kepada-Nya untuk membebaskan kita dari hal-hal yang mengikat diri kita. Sekarang, marilah kita melihat diri kita sendiri, apakah kita selama ini dibebani oleh masalah yang kelihatannya begitu berat menindih? Apakah kita (anda dan saya) kadang-kadang merasa tertekan oleh rasa takut yang tak kunjung dapat kita buang? Allah ingin membebaskan kita dari berbagai kelemahan kita, sehingga dengan demikian kita dapat hidup dengan penuh kepercayaan dan dalam kebenaran.

Kita harus senantiasa waspada dan menjaga agar martabat kita sebagai anak-anak Allah yang telah dimenangkan oleh Yesus pada kayu salib jangan sampai dirampas oleh si jahat. Kemenangan Yesus itu adalah kemenangan kita: “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah” (Rm 8:15). Dalam doa kita hari ini, marilah kita memohon kepada Allah untuk membebas-merdekakan kita dari apa saja yang menindih kita. Dia ingin memulihkan kita sehingga kita sungguh dapat menjadi cerminan-Nya. Oleh karena itu, marilah kita menghadap Yesus dan mengklaim martabat yang adalah milik kita dalam Dia.

Sekarang, marilah kita singgung sedikit tentang kegusaran kepala rumah ibadat karena Yesus menyembuhkan perempuan itu pada hari Sabat dan tanggapan Yesus terhadap kegusarannya. Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat bukanlah karena Dia tidak menghormati hari Sabat itu, melainkan karena Dia menempatkan peraturan-peraturan tentang Sabat itu ke dalam perspektif yang benar.

Roh Kudus memampukan kita untuk menafsirkan dan menerapkan peraturan-peraturan keagamaan, yang  jika dilakukan tanpa hikmat sedemikian dapat secara mudah menjadi bertentangan dengan maksudnya yang semula. Suatu peraturan pada dirinya bukanlah tujuan melainkan sarana untuk mencapai tujuan. Misalnya peraturan gerejawi bahwa seseorang harus berpuasa selama satu jam (58 menit) sebelum menyambut Komuni Kudus. Menerapkan peraturan itu secara kaku malah dapat mengaburkan tujuan asli dari peraturan tersebut, yaitu respek pada Ekaristi.

DOA: Bapa surgawi, kami percaya pada kuat-kuasa-Mu dan kasih-Mu. Bebaskanlah diri kami semua dari apa saja yang mengikat/mengungkung kami dan sembuhkanlah kami, agar kami dapat sungguh-sungguh hidup sebagai anak-anak-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, mampukanlah kami untuk menafsirkan dan menerapkan berbagai peraturan keagamaan dengan penuh hikmat. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 13:10-17), bacalah tulisan yang berjudul “LAGI-LAGI PENYEMBUHAN PADA HAR SABAT ” (bacaan tanggal 26-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tu;isan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tranggal 29-10-18 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 25 Oktober 2020 [HARI MINGGU BIASA XXX – TAHUN A]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

GURU, PERINTAH MANAKAH YANG TERUTAMA DALAM HUKUM TAURAT?

GURU, PERINTAH MANAKAH YANG TERUTAMA DALAM HUKUM TAURAT?

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXX [TAHUN A], 25 Oktober 2020)

Ketika orang-orang Farisi mendengar bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia, “Guru, perintah manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah perintah yang terutama dan yang pertama. Perintah yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua perintah inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:34-40)

Bacaan Pertama: Kel 22:21-27; Mazmur Tanggapan: Mzm 18:2-4,47,51; Bacaan Kedua 1Tes 1:5-10

Seorang Farisi yang ahli hukum bertanya untuk mencobai Yesus lewat suatu diskusi mengenai perintah Allah mana yang harus dinilai sebagai hukum yang terutama. Ini adalah suatu isu yang memang sering diperdebatkan di kalangan para rabi pada masa itu. Tantangan dari orang Farisi itu dijawab oleh Yesus dengan memberikan “ringkasan agung” dari segala ajaran-Nya. Sebenarnya jawaban yang diberikan oleh Yesus itu tidak diformulasikan oleh-Nya sendiri. Bagian pertama: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu”(Mat 22:37) diambil dari Kitab Ulangan (Ul 6:5); sedangkan bagian kedua: “”Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39) diambil dari Kitab Imamat (Im 19:18). Banyak rabi juga mengakui bahwa kedua ayat ini merupakan jantung atau hakekat dari hukum Taurat. 

Seperti kita akan lihat selanjutnya, keunikan ajaran Yesus dalam hal ini adalah penekanan yang diberikan oleh-Nya pada “hukum kasih” dan kenyataan bahwa Dia membuatnya menjadi prinsip dasar dari tafsir-Nya atas keseluruhan Kitab Suci: “Pada kedua perintah inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat 22:40).

Mengasihi Allah dengan segenap energi yang kita miliki dan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri! Hampir dipastikan hanya sedikit saja orang yang akan memperdebatkan keindahan dari “cita-cita” ini. Namun menghayatinya seperti yang telah dilakukan oleh Yesus sendiri dalam kehidupan-Nya sebagai sang Rabi dari Nazaret, sungguh membutuhkan komitmen yang pantang mundur dan kemurahan hati tanpa batas. Kita bertanya kepada diri sendiri: “Dapatkah aku mempraktekkan kasih seperti itu?” 

Salah satu cara terbaik bagi kita untuk memenuhi perintah-perintah Allah ini adalah untuk menawarkan kepada sesama kita anugerah yang sama yang telah mengubah hati kita, yaitu INJIL TUHAN YESUS KRISTUS! Kita mengasihi sesama kita dengan menunjukkan kepada mereka “jalan menuju keselamatan dalam Yesus”, dan kita mengasihi Allah dengan berjuang terus untuk memanisfestasikan kebaikan-Nya kepada orang-orang di sekeliling kita. 

Berbagi (Inggris: sharing) Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus adalah keharusan bagi kita semua, namun tidaklah semudah itu melaksanakannya, apalagi kalau kita bukan merupakan pribadi yang outgoing, yang mudah bersosialisasi. Kita juga bisa dilanda rasa waswas atau khawatir bahwa orang-orang akan menuduh kita sebagai orang Kristiani yang “ekstrim” (Saya tidak memakai kata “radikal” atau “fanatik”, karena kedua kata ini pada dasarnya  baik menurut pandangan pribadi saya). Akan tetapi, apabila kita memohon Roh Kudus untuk memimpin kita, maka evangelisasi adalah satu dari pengalaman paling indah yang dapat kita miliki, dan menjadi bagian dari kehidupan kita. Pada kenyataannya, aspek evangelisasi yang paling penting terjadi sebelum kita mengucapkan satu patah kata sekali pun kepada siapa saja. Hal ini dimulai pada waktu kita menyediakan waktu dengan Tuhan Allah dalam keheningan, dan mohon kepada-Nya untuk menunjukkan kehendak-Nya: suatu proses discernment. Misalnya, kita dapat berdoa agar Tuhan Allah menerangi kegelapan hati kita dan menganugerahkan kepada kita iman yang benar, pengharapan yang teguh dan cintakasih yang sempurna; juga kita mohon agar kita diberikan perasaan yang peka dan akal budi yang cerah, sehingga kita senantiasa dapat mengenali dan melaksanakan perintah-perintah atau kehendak Allah yang kudus dan tidak menyesatkan. 

Dalam suasana doa inilah Allah dapat menolong kita menunjukkan siapa saja di antara anggota keluarga kita atau para teman dan sahabat kita yang terbuka bagi pemberitaan Kabar Baik Tuhan Yesus Kristus. Kita juga tidak boleh lupa untuk berdoa agar orang-orang kepada siapa kita diutus menerima sentuhan Roh Kudus yang akan membuka hati mereka bagi Injil, bahkan sebelum bibir kita mengucapkan kata yang pertama. Kemudian, selagi kita mulai melakukan evangelisasi, kita akan menemukan orang-orang yang memberikan kesaksian mengenai  pengalaman-pengalaman mereka tentang kasih Allah yang kita sendiri sedang wartakan kepada mereka. Allah senang menyiapkan hati orang-orang secara demikian. Lalu, agar kita dapat menjadi instrumen-instrumen penyebaran Injil yang baik dan efektif, sangatlah penting bagi kita untuk mengabdikan diri dalam doa-doa syafaat bagi orang-orang lain. Seorang pewarta Injil atau pelayan sabda yang tidak akrab dengan doa merupakan fenomena yang boleh dipertanyakan. 

Selagi kita melakukan penginjilan – memberikan kesaksian tentang kasih Kristus kepada orang-orang lain – kita harus senantiasa menyadari bahwa cintakasih itu senantiasa mengatasi dosa. Dengan demikian janganlah sampai kita hanya berbicara kepada mereka yang kita Injili. Yang juga sangat penting adalah bahwa kita pun harus mengasihi orang-orang itu. Kita harus memperhatikan dan menunjukkan bela rasa kepada mereka. Kita memberikan saran-saran mengenai tindakan-tindakan yang perlu mereka lakukan.

Dengan sukarela marilah kita menawarkan bantuan kepada  mereka, dan hal ini bukan selalu berarti bantuan keuangan. Lebih pentinglah bagi kita untuk memperkenankan Yesus mengasihi orang-orang lain melalui diri kita daripada menjelaskan Injil secara intelektual kepada mereka, meskipun hal sedemikian penting juga. Selagi kita memperkenalkan dan menawarkan kasih Yesus lewat kata-kata yang kita ucapkan dan tindakan-tindakan yang kita lakukan, kita harus menyadari bahwa kita mensyeringkan anugerah Allah yang terbesar bagi manusia: Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita sendiri! Dengan demikian, kita pun akan mengasihi sesama kita dengan kasih Kristus sendiri! 

DOA: Tuhan Yesus Kristus , terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau memakai diriku untuk membawa orang-orang lain ke dalam kasih perjanjian-Mu. Tolonglah aku agar mampu mengenali privilese yang besar ini selagi Engkau membuat diriku menjadi bentara Injil-Mu. Amin. 

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mat 22:34-40), bacalah tulisan yang berjudul “PERINTAH YANG TERUTAMA” (bacaan tanggal 25-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 29-10-17 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 24 Oktober 2020 [Peringatan Fakultatif S. Antonius Maria Claret, Uskup]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

JIKALAU KAMU TIDAK BERTOBAT

JIKALAU KAMU TIDAK BERTOBAT

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Sabtu, 24 Oktober 2020)

Peringatan Fakultatif S. Antonius Maria Claret, Uskup

Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”

Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9)

Bacaan Pertama: Ef 4:7-16: Mazmur Tanggapan: Mzm 122:1-4a,4b-5

Kelahiran Yesus menandakan kedatangan Kerajaan Allah di atas bumi, dan sepanjang karya pelayanan-Nya, Dia memproklamasikan realitas Kerajaan ini ke mana saja Dia pergi. Yesus ingin agar semua pendengar pewartaan-Nya mengetahui bahwa dengan kedatangan Kerajaan Surga, datang pula penghakiman dan pengharapan akan keselamatan. Inilah sebabnya mengapa berulang-ulang kali Yesus mengingatkan para murid-Nya untuk senantiasa menaruh perhatian dan menabur benih-benih kebenaran dan kemurnian, sehingga dengan demikian mereka tidak akan gagal dalam tes. Yesus mengingatkan para murid untuk senantiasa mengambil sikap waspada: “Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi” (Luk 12:2), dan siap sedia, “karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Luk 12:40).

Yesus mengakhiri pengajaran-Nya pada hari ini tidak dengan suatu peringatan yang keras sehubungan dengan penghakiman mendatang, melainkan dengan suatu panggilan penuh semangat bagi orang-orang untuk bertobat. Yesus menjelaskan kegawatan dari situasi yang dihadapi: “Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian” (Luk 13:3). Allah yang kita sembah adalah “seorang” Allah yang Mahakudus; tidak seorang pun yang masih ternoda oleh dosa dapat hidup bersama-Nya di dalam surga. Pemikiran tentang penghakiman Allah dapat terdengar keras bagi kita, namun kebenaran penuh di sini adalah bahwa Allah tidak ingin menghukum siapa pun dari umat-Nya. Allah menjanjikan umat-Nya pengampunan dan pembebasan dari belenggu dosa. Yang diminta oleh Allah hanyalah bahwa kita bertobat dan percaya, serta menerima baptisan dalam nama Putera-Nya.

Semua orang telah berdosa – bahkan mereka yang hidup sempurna dan membuat orang-orang lain menjadi iri hati. Namun demikian, walaupun kita telah berdosa, Allah Bapa menginginkan kita semua – tanpa kecuali – untuk dikasihi-Nya dengan penuh kelembutan dan hidup bersama-Nya selama-lamanya. Allah menawarkan pengampunan atas dosa-dosa kita, asalkan kita mau bertobat! Dia begitu rindu untuk mengumpulkan kita semua di sekeliling diri-Nya. Itulah sebabnya mengapa Dia mengutus Putera-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16).

Allah tidak menjamin bahwa kita akan mempunyai hari esok untuk bertobat. Perumpamaan tentang pohon ara mengajarkan kepada kita bahwa hari penghakiman telah ditunda untuk sementara waktu, namun pasti akan datang. Semoga kita semua dapat menghadap takhta Allah, telah dibersihkan oleh darah yang telah dicurahkan oleh Yesus untuk pengampunan dosa-dosa kita, juga dengan mengenakan kebenaran-Nya.

DOA: Bapa surgawi, kami sangat menyadari bahwa Engkau sungguh mengasihi kami. Engkau mengutus Putera-Mu yang tunggal, Yesus Kristus, yang kemudian wafat di kayu salib guna menebus dosa-dosa kami. Kami sungguh berniat untuk meninggalkan hidup kami yang dipenuhi dosa. Tolonglah kami agar dapat menghasilkan buah yang berguna untuk kemajuan Kerajaan-Mu di dunia. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 13:1-9), bacalah tulisan yang berjudulSUMBER SEKALIGUS TUJUAN AKHIR DARI SEMUA KARUNIA KITA ADALAH YESUS KRISTUS” (bacaan tanggal 24-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 26-10-19 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 22 Oktober 2020 [Peringatan Fakultatif S. Yohanes Paulus II, Paus] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MENJADI HAMBA YANG SETIA DAN BIJAKSANA

MENJADI HAMBA YANG SETIA DAN BIJAKSANA

(Bacaan Injil Misa Kudus,Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Rabu, 21 Oktober 2020)

Peringatan Fakultatif S. Ursula, Perawan

OSU: Hari Raya S. Ursula, Perawan, Pelindung Tarekat

Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang, ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.” Kata Petrus, “Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?” Jawab Tuhan, “Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi, jikalau hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya, ‘Tuanku tidak datang-datang,’ lalu ia mulai memukul hamba-hamba laki-laki dan hamba-hamba perempuan, dan makan minum dan mabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkanya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan memenggalnya dan membuatnya senasib dengan orang-orang yang tidak setia. Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut dari dirinya.” (Luk 12:39-48)

Bacaan Pertama: Ef 3:2-12; Mazmur Tanggapan: Yes 12:2-3,4bcd-6

Yesus meminta kita supaya terus berjaga-jaga dan siap sedia karena kita sungguh tidak akan mengetahui saat kedatangan-Nya dalam kemuliaan kelak. (Luk 12:40). Yesus juga mendorong kita semua untuk terus melayani-Nya, meski dihadapkan dengan berbagai kesulitan dan godaan yang seberat apa pun juga. Dia mengatakan: “Berbahagialah hamba yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu ketika tuannya itu datang” (Luk 12:43). Memang perintah Yesus ini tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Seperti hal-hal lainnya dalam kehidupan kita, kita pun dapat merasa lelah, kita ingin agar ada orang-orang lain yang menggantikan kita, atau hati kita menjadi ciut manakala hasil kerja itu tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Namun Yesus berjanji, apabila kita terus menekuni pekerjaan kita sebagai pelayan-Nya, maka kita semua akan diberkati.

Yesus tergantung kepada kita masing-masing untuk melanjutkan misi-Nya. Dia tidak lagi hadir di tengah-tengah kita secara fisik dan harus menggantungkan diri pada kita sebagai perpanjangan kaki dan tangan-Nya dalam dunia. Bukankah kita disebut “tubuh Kristus”? Tanpa keterlibatan kita yang aktif, kerajaan-Nya tidak akan bertumbuh-kembang secara optimal. Allah telah menganugerahkan kepada kita masing-masing seperangkat karunia dan talenta untuk kita gunakan dalam melakukan tugas pelayanan kita, namun kita tetap masih dapat memilih sendiri bagaimana akan menggunakan berbagai karunia dan talenta tersebut. Kita dapat saja menggunakan karunia dan talenta yang dianugerahkan kepada kita itu sebagaimana yang dilakukan “hamba yang jahat” (lihat Luk 12:45), yaitu untuk memuaskan diri-sendiri, atau kita dapat seperti “hamba yang setia dan bijaksana” (lihat Luk 12:42), yang bekerja sama dengan Roh Kudus dalam tugas besar membuat dunia ini siap untuk kedatangan kembali Yesus dalam kemuliaan-Nya pada akhir zaman.

Allah memanggil kita kepada suatu cara atau gaya hidup yang unik. Dunia mengagung-agungkan sukses dan kenikmatan duniawi tentunya, sehingga fokus perhatian orang-orang adalah pada sukses dan kenikmatan duniawi itu. Akan tetapi, Dia memanggil kita untuk memfokuskan perhatian kita kepada keberadaan kita sebagai “garam bumi” dan “terang dunia” (Mat 5:13-16). Yesus mengingatkan kita supaya tetap berjaga-jaga dan siap sedia untuk melayani, menghayati kehidupan kita seakan inilah hari terakhir, bukan karena rasa takut kita sedang tidak siap pada waktu Dia datang kembali, melainkan karena cintakasih kita dan hasrat mendalam untuk mengalami hidup kekal bersama Dia. Selama hidup-Nya di dunia Yesus banyak sekali membuat mukjizat dan tanda heran dan Ia mengatakan bahwa kita akan mampu melakukan bahkan hal-hal yang lebih besar daripada apa yang dilakukan-Nya (lihat Yoh 14:12). Yang harus kita lakukan cukup sederhana, yaitu belajar untuk bekerja sama dengan Roh Kudus dan memperkenankan-Nya membimbing kita dalam perjalanan hidup sehari-hari.

Anda mau pilih menjadi hamba yang seperti apa? Menjadi “hamba yang setia dan bijaksana” atau “hamba yang jahat”? Menjadi “hamba yang setia dan bijaksana” berarti menjadi seorang pribadi yang menyebarkan kebaikan Yesus kepada orang-orang lain. Ingatlah kata-kata Yesus, bahwa hamba yang didapatinya sedang melakukan pekerjaannya pada waktu Dia datang kembali, akan diberkati-Nya. Oleh karena itu, berjaga-jagalah selalu dan siap sedia. Carilah selalu kesempatan-kesempatan untuk melayani Tuhan kita!

DOA: Tuhan Yesus Kristus, aku telah mendengar seruan-Mu untuk tetap berjaga-jaga dan menjadi hamba yang baik dan bijaksana. Dengan pertolongan Roh Kudus-Mu, aku percaya bahwa aku tidak akan mengecewakan Engkau. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 12:39-48), bacalah tulisan yang berjudul “KITA HARUS SENANTIASA MENGINGAT SABDA YESUS INI DALAM PRAKTEK KEHIDUPAN KITA” (bacaan tanggal 21-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA https://catatanseorangofs.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2015)

Cilandak, 20 Oktober 2020

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

HENDAKLAH PINGGANGMU TETAP TERIKAT DAN PELITAMU TETAP MENYALA

HENDAKLAH PINGGANGMU TETAP TERIKAT DAN PELITAMU TETAP MENYALA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Selasa, 20 Oktober 2020)

“Hendaklah pinggangmu tetap terikat dan pelitamu tetap menyala. Hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetuk pintu, segera dibuka pintu baginya. Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Apabila ia datang pada tengah malam atau pada dini hari dan mendapati mereka berbuat demikian, maka berbahagialah mereka.” (Luk 12:35-38)

Bacaan Pertama: Ef 12:12-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 85:9ab-14

Apakah anda sungguh siap? Apakah anda mempunyai minyak dalam jumlah yang cukup sehingga pelitamu tetap menyala? Orang-orang pada zaman Yesus sangat mengetahui apa artinya untuk selalu bersikap waspada, selalu berjaga-jaga. Para penjaga kota dan ronda malam harus selalu berjaga-jaga, siap untuk menghadapi bahaya macam apa pun yang datang mengancam. 

Memang kita berada dalam zaman yang sangat berbeda. Dalam kehidupan perkotaan besar, banyak tugas berjaga-jaga dan menjaga “properti” dan keamanan rumah-tangga sudah diberikan kepada para “profesional” seperti satpam, hansip dan lain sejenisnya. Namun sebagai umat beriman kita dipangggil, malah dituntut, untuk menjaga berbagai warisan yang kita peroleh dalam Yesus Kristus. Musuh-musuh kita adalah (1) nilai-nilai keduniawian yang menitikberatkan kenikmatan badani (konsumerisme, hedonisme, materialisme dan lain-lainnya); (2) warisan yang kita terima sebagai cucu-cucu Adam (kadang-kadang kita sebut sebagai fallen nature kita sebagai manusia), yaitu kecenderungan untuk memilih hal-hal yang disebut dalam butir (1) dalam hidup kita; dan (3) Iblis dan roh-roh jahat pengikutnya, yang terus-menerus menggoda kita agar menyimpang dari ‘jalan lurus’ Allah.

Untuk hal yang disebut dalam butir (3) di atas, Santo Petrus mengingatkan kita: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu bahwa semua saudara seimanmu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama” (1Ptr 5:8-9). Iblis dan roh-roh jahat pengikutnya terus mencari peluang untuk menjungkir-balikkan posisi kita yang penuh kepercayaan kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Berbagai tuduhan/dakwaan si Iblis ke dalam batin kita menyebabkan timbulnya keragu-raguan akan martabat kita sebagai anak-anak Allah yang terkasih.

Si Jahat dan pasukannya terus berupaya untuk mengaburkan memori kita akan karya-indah Allah dalam hidup kita pada waktu-waktu sebelumnya. Mereka mau meyakinkan kita bahwa Yesus Kristus dalam diri kita samasekali bukanlah harapan kemuliaan kita. Di hadapan ancaman-ancaman sedemikian, Yesus meminta kita untuk berjaga-jaga. Dia mengingatkan kita untuk bersiap-siap akan kedatangan-Nya untuk kedua kali ke dunia, tetapi juga untuk berjaga-jaga setiap waktu manakala Dia datang kepada kita dalam hidup kita sehari-hari untuk memberi pelayanan rahmat dan hikmat-Nya bagi kita. Kewaspadaan ini akan terus membuat kita terbuka untuk menyambut Yesus Kristus, kapan saja Dia datang. 

Janji Injil adalah, bahwa selagi kita tetap waspada memusatkan perhatian akan kehadiran Roh, musuh-musuh kita akan kehilangan kendali atas diri kita. Bahkan badai kehidupan akan menjadi peluang berharga bagi kita untuk melihat bagaimana Yesus berjuang bagi kita. Tuhan Yesus menanti-nantikan kesempatan untuk melayani kita. Oleh karena itu, baiklah kita menyerahkan segala beban dan kepedihan kita agar dibuat-Nya menjadi sukacita penuh bahagia (Luk 12:38).

Saudari dan Saudaraku, tetaplah waspada dan ingatlah selalu bahwa anda mempunyai Yesus Kristus yang mengasihi anda dan Dia menginginkan agar anda mengalami kemenangan-Nya dan mencicipi sukacita sejati pada waktu Dia datang kembali kelak. 

DOA: Tuhan Yesus Kristus, Engkau adalah segalanya bagiku. Engkau adalah mutiaraku yang sangat berharga. Tolonglah aku agar dapat mengambil keputusan hari ini untuk menjaga harta kekayaan kehidupan yang telah Kautaruh dalam hatiku. Aku akan menjaga agar pelitaku terus bernyala, namun hal ini hanya akan menjadi kenyataan kalau Engkau memenuhi diriku dengan minyak Roh-Mu. Amin. 

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 12:35-38), bacalah tulisan yang berjudul “MELAKUKAN CEK-IMAN SECARA REGULAR” (bacaan tanggal 20-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 19-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2019.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 22-10-19 dalam situs/blog SAND SABDA)

Cilandak, 19 Oktober 2020 [Peringatan Fakultatif S. Yohanes de Brébeuf dan Isaac Jogues, Imam dkk. Martir Kanada; Peringatan S. Paulus dr Salib, Imam Pendiri Tarekat Pasionis]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

HAI ENGKAU YANG BODOH

HAI ENGKAU YANG BODOH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Senin, 19 Oktober 2020)

Peringatan Fakultatif S. Yohanes de Brébeuf dan Isaac Jogues, Imam dkk. Martir Kanada; Peringatan Fakultatif S. Paulus dr Salib, Imam

CP (Kongregasi Pasionis: Hari Raya S. Paulus dr Salib, Imam Pendiri Tarekat

Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus, “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Kata-Nya lagi kepada mereka, “Berjaga-jagalah dan waspadalah  terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya itu.” Kemudian Ia menyampaikan kepada mereka suatu perumpamaan, “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan akan menyimpan di dalamnya semua gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, engkau memiliki banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau yang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil daripadamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.” (Luk 12:13-21)

Bacaan Pertama: Ef 2:1-10; Mazmur Tanggapan: Mzm 100:2-5

“Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”  (Luk 12:21) [1]

Pesan Yesus dalam bacaan Injil hari ini jelas: “Hindarilah ketamakan/keserakahan dalam segala bentuknya. Seseorang dapat saja kaya dengan harta-benda duniawi, namun miliknya itu tidak dapat memberi kehidupan kekal baginya.”

Seorang pribadi yang rendah hati dan memiliki kemurahan hati, yang hidupnya berpusat pada Allah dan menanggapi dengan baik karunia iman yang dianugerahkan-Nya kepada dirinya akan melihat kehampaan dari segala keuntungan materiil. Memang kesombongan kita senantiasa menyebabkan rasa haus akan keuntungan materiil tersebut, tambah ini dan tambah itu. Namun kiranya rasa haus tersebut adalah sesuatu yang sia-sia tanpa kesudahan. Bahkan seorang yang tidak memiliki iman kepada/akan Yesus akan melihat kehampaan yang dihasilkan oleh sekadar harta kekayaan yang bersifat materiil. Ia akan belajar dari pengalamannya betapa tak berharganya dan penuh frustrasi-nya “kebahagiaan” (palsu) yang diperolehnya dari penyembahannya kepada “mamon” dalam upaya pengejarannya akan kepuasan/kenikmatan dalam harta benda dll. yang bersifat duniawi.

Jika kita terus saja berputar-putar di sekeliling upaya pencarian harta kekayaan, maka imajinasi kita dapat disesatkan dan kita pun dapat dibuat yakin bahwa Allah itu berada jauh di sana, bahkan keberadaan-Nya itu jauh dari riil. Tujuan-tujuan materiil yang jauh dan tak dapat dicapai itu sungguh dapat menyesatkan karena terasa dekat dan mudah dicapai. Kita menjadi semakin ngotot dalam mengejar kekayaan duniawi! Mengejar dan terus mengejar! Akhirnya, seperti orang kaya yang bodoh dalam perumpamaan Yesus, kita berkata: “Jiwaku, engkau memiliki banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!” (Luk 12:19).

Jadi, ketamakan akhirnya menguasai diri kIta.

Allah sesungguhnya dekat dengan kita, namun imajinasi yang penuh beban hampir tidak dapat melihat Dia dari kejauhan. Harta-kekayaan dan kenikmatan hidup menjadi realitas kita dan kelihatannya senantiasa berada dalam jangkauan kita. Kita berkata kepada diri kita sendiri: “Satu lagi saja keuntungan yang kuperoleh, maka aku pun memperoleh apa yang kukehendaki.” Jika aku cukup beruntung untuk memperolehnya, maka api keserakahan pun berkobar lagi. “Satu lagi! Satu lagi! Satu lagi!, tetapi tanpa henti. Setiap sukses baru menjadi lebih pahit daripada sukses sebelumnya, sampai akhirnya kita sampai kepada tingkat keserakahan yang  sudah gila-gilaan. Benarlah pepatah Inggris yang berbunyi: Greed begets greed!

Sementara kita melanjutkan mengundang hukuman dan penghancuran atas diri kita yang disebabkan oleh sikap kita yang tidak tahu terima kasih dan juga ketamakan, belas kasih Allah terus berlanjut. Kesabaran Allah yang tak mengenal batas itu senantiasa mengejar kita.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, semoga belas kasih-Mu pada akhirnya mengalahkan sikap kami yang tidak tahu berterima kasih kepada-Mu, walaupun tidak mudah kami bagi kami untuk mengubah sikap buruk kami itu. Kami juga ingat, Tuhan, bahwa penderitaan karena lapar si “anak hilang” (Luk 15:11-32) bukanlah suatu pengalaman yang mudah baginya, namun hal itu membawanya balik pulang ke rumah ayahnya. Amin.

[1] Bagi anda yang cermat dalam membaca teks Kitab Suci, maka ungkapan ‘kaya di hadapan Allah’ (Luk 12:21) yang dinilai baik ini akan sedikit membingungkan, karena dalam ‘Sabda Bahagia’ terdapat ayat: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah” (Mat 5:3). Terasa ada kontradiksi di sini. Saya menganjurkan untuk membaca ayat Mat 5:3 ini begini: “Berbahagialah orang yang miskin dalam roh” (Inggris: poor in spirit atau spiritually poor) agar tidak bingung berkepanjangan.Dengan demikian, juga tidak akan ada masalah dengan ungkapan ‘kaya di hadapan Allah’ di atas.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 12:13-21), bacalah tulisan yang berjudul “PERUMPAMAAN YESUS TENTANG ORANG KAYA YANG BODOH” (bacaan tanggal 19-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 21-10-19 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 18 Oktober 2020 [HARI MINGGU BIASA XXIX – TAHUN A]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KEWAJIBAN KITA KEPADA ALLAH DAN NEGARA

KEWAJIBAN KITA KEPADA ALLAH DAN NEGARA

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXIX [TAHUN A], 18 Oktober 2020) 

HARI MINGGU MISI SEDUNIA

Kemudian pergilah orang-orang Farisi dan membuat rencana bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama para pendukung Herodes bertanya kepada-Nya, “Guru, kami tahu, Engkau seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata, “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka membawa satu dinar kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka, “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka, “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat 22:15-21)

Bacaan Pertama: Yes 45:1,4-6; Mazmur Tanggapan: Mzm 96:1,3-5,7-10; Bacaan Kedua: 1Tes 1:1-5b

“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat 22:21)

Kita telah mendengar jawaban Yesus kepada orang-orang Farisi dan para pendukung Herodes begitu sering, sehingga kedengarannya seperti ungkapan akal sehat sederhana saja. Namun sesungguhnya jawaban Yesus itu adalah jawaban yang cerdik terhadap sebuah pertanyaan jebakan; sebuah ungkapan nyata dari “karunia berkata-kata dengan hikmat” yang sejati. Para pemuka agama ini berharap dapat menjebak Yesus membuat pernyataan politik yang akan menggambarkan diri-Nya, entah sebagai seorang revolusioner yang menolak membayar pajak (kepada penguasa Roma) atau sebagai boneka Roma yang mempromosikan sikap tunduk terhadap sebuah rezim penindas. Namun Yesus mengetahui benar hati (yang tidak lurus)  para pemuka agama itu dan juga pikiran Allah. Akan tetapi, Dia menghindar dari jebakan-jebakan yang sudah dipasang dan memberikan sebuah jawaban mendalam, jawaban mana masih menantang kita sampai hari ini. 

Kita dapat dengan langsung menyetujui bahwa “apa yang wajib kita berikan kepada Allah” adalah hati kita sendiri. Secara bebas-merdeka kita harus memberikan hati kita kepada Allah, mempersembahkan kepada-Nya hidup kita sendiri dan buah-buah pertama waktu doa dan penyembahan kita, dan menempatkan Dia sebelum dan di atas segala sesuatu. Akan tetapi bagaimana dengan “memberikan kepada Kaisar”? Apakah ini sekadar berarti melangkah sedikit lebih jauh dari tindakan “menggigit jari dan bersungut-sungut” setiap kali kita membayar pajak”? Yesus mau mengajak kita masuk lebih dalam lagi: Bagaimana pun, “memberi kepada Allah” harus mengubah –  malah mentransformasikan – cara kita “memberi kepada Kaisar” apa yang menjadi haknya. 

Pernahkah anda memikirkan tentang cara seorang Kristiani sampai dapat mentransformasikan budayanya? Apabila kita melihat masyarakat, kita harus melihatnya lewat ajaran Yesus tentang keadilan dan kerahiman atau belas kasih. Pelayanan kita kepada kaum miskin, perjuangan kita untuk penggelaran program-program sosial yang adil,  pengejaran kita akan kerahiman (Allah) bagi mereka yang membutuhkan, sungguh dapat mengubah dunia. “Memberi kepada Kaisar” bukanlah sekadar membayar pajak dengan bersungut-sungut, tetapi secara aktif berupaya membangun kerajaan Allah sudah sejak di bumi ini. 

Sebagai anak-anak Allah, kita memiliki harta kekayaan dalam bentuk berdiamnya Roh Kudus dalam diri kita, hikmat Allah yang dapat diterapkan dalam setiap situasi. Kita harus mencari cara-cara membuat terobosan guna memasukkan “ragi” Allah ke dalam masyarakat di sekeliling kita pada berbagai kesempatan/peluang yang ada di depan mata, memperkenankan keadilan dan kerahiman-Nya menjadi adonan yang akan “mengembangkan serta meningkatkan” budaya kita ke tingkat yang lebih memiliki perspektif ilahi. Yesus sendiri telah mengajar kita untuk memberi kepada Kaisar apa yang wajib kita berikan kepada Kaisar, hal yang dapat mentransformasikan pemerintah kita. Sebagai pribadi-pribadi yang takut akan Allah dan warganegara yang memiliki komitmen, kita juga harus melakukannya. 

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakuasa, dikuduskanlah nama-Mu! Aku berjanji, ya Bapa, untuk memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang wajib kuberikan kepada-Mu. Aku mengakui dan tunduk kepada kekuasaan-Mu yang mutlak atas segala bidang kehidupanku dan kehidupan manusia pada umumnya. Demikian pula segala kewajibanku kepada negara dan bangsa Indonesia akan kupenuhi seturut bimbingan Roh Kudus-Mu. Aku berdoa demikian dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Sang Juruselamat yang hidup dan memerintah bersama Dikau dalam persekutuan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 22:15-21), bacalah tulisan yang berjudul “KEWAJIBAN KEPADA ALLAH DAN KEPADA NEGARA” (bacaan tanggal 18-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 22-10-17 dalam situs/blog SANG SABDA

Cilandak, 17 Oktober 2020 [Peringatan Wajib S. Ignasius dr Antiokhia, Uskup Martir]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS