Archive for September, 2020

MENJADI SEPERTI ANAK KECIL

MENJADI SEPERTI ANAK KECIL

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta S. Teresia dr Kanak-kanak Yesus, Perawan & Pujangga Gereja, Pelindung Misi – Kamis, 1 Oktober 2020

Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga?” Lalu Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka dan berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan siapa saja yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”  (Mat 18:1-5) 

Bacaan Pertama: Yes 66:10-14c; Mazmur Tanggapan: Mzm 131:1-3 

“Yesus, tentu Engkau senang mempunyai mainan. Biarlah aku menjadi mainan-Mu! Anggap saja aku ini bola-Mu. Bila akan Kauangkat, betapa senang hatiku. Jika hendak Kausepak kian kemari, silahkan! Dan kalau hendak Kautinggalkan di sudut kamar karena bosan, boleh saja. Aku akan menunggu dengan sabar dan setia. Tetapi kalau bola-Mu ini hendak Kautusuk. … O Yesus, tentu itu sakit sekali, namun terjadilah kehendak-Mu!” Inilah doa Teresia Martin kepada Kanak-kanak Yesus yang sangat dirindukannya, namun belum boleh disambutnya, karena waktu itu anak perempuan itu baru berusia 7 (tujuh) tahun. Sebuah doa anak kecil yang sejati!

Seorang anak kecil menaruh kepercayaan penuh pada  perlindungan orangtuanya, dia tidak takut kepada siapa pun atau apa pun manakala berada di bawah perlindungan orangtuanya. Gambaran seperti ini menjadi indah sekali kalau diterapkan pada kita – semua anak-anak Allah – yang dengan penuh sukacita dan penuh kepercayaan menempatkan diri ke dalam perlindungan dan penyelenggaraan Ilahi, penyelenggaran oleh-Nya, Allah yang baik, satu-satunya yang baik.

Pada hari ini kita merayakan pesta Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus atau Teresa dari Lisieux (1873-1897), perawan dan Pujangga Gereja. Dialah anak kecil yang berdoa sebagaimana digambarkan di atas. Ketika baru berumur 15 tahun, dengan izin khusus Sri Paus, Teresia masuk sebuah biara Karmel di Lisieux, Perancis. Hanya delapan tahun kemudian, suster muda usia ini meninggal dunia karena penyakit TBC yang dideritanya. Kalau hanya sampai di situ ceritanya, maka tidak ada yang istimewa dari kehidupan suster ini yang memang hidup di dalam tembok biara yang ketat. Namun apa yang diwariskannya meninggalkan rekam jejak yang sangat berpengaruh atas kehidupan Gereja, bahkan sampai hari ini. Teresia adalah contoh baik untuk ditiru kalau kita ingin mengikuti perintah Yesus di atas. Tidak percuma nama panggilannya adalah “Teresia Kecil” atau si “Kuntum Bunga yang kecil”. Sampai akhir hayatnya, Santa Teresia dari Lisieux membuktikan bahwa sikap hidupnya yang senantiasa childlike di hadapan Allah memang sebuah sikap yang dikehendaki Allah dari kita semua.

Ketika Yesus meminta kita untuk menjadi seperti anak kecil, Dia sebenarnya mengungkapkan hasrat-Nya bagi kita untuk memperoleh kembali innocense masa kanak-kanak kita. Ketika kita masih kecil, kita sangat mudah percaya akan seorang Allah yang baik, yang mengawasi dan mengutus para malaikat untuk membimbing kita di dunia ini. Namun hal ini mengalami erosi sejalan dengan meningkatnya usia kita menuju kedewasaan. Berbagai pengalaman hidup kita dalam dunia ini dapat membuat kita lusuh dan letih-lelah, malah dapat membuat kita bersikap sinis atau sarkastis kalau berbicara mengenai kedekatan Allah dengan diri kita, apalagi bila menyangkut keberadaan para malaikat pelindung. Di bawah berbagai macam tekanan hidup, ketika kita sedang susah atau di bawah pengaruh negatif dari berbagai kenikmatan hidup manakala kita sedang berada dalam keadaan oke-oke, kita malah dapat saja mulai percaya bahwa diri kita sendirilah penentu “nasib” kita: tidak ada seorang pun dapat menolong kita kecuali diri kita sendiri!

Yesus ingin memerdekakan kita dari isolasi ciptaan kita sendiri atau kemandirian yang malah memenjarakan kita sebagai tawanan. Yesus mau membangkitkan dalam diri kita sukacita dan innocense sejati dan orijinal yang pernah kita alami ketika kita untuk pertama kalinya mengetahui cintakasih pribadi-Nya yang mau tinggal dalam diri kita masing-masing. Kedewasaan Kristiani yang sejati bukanlah berarti peningkatan dalam kebebasan kita dari Allah, melainkan suatu ketergantungan lebih mendalam kepada-Nya.

Meskipun sudah dewasa dalam usia, kita tidak mampu bertahan satu hari saja kalau terpisah dari kerahiman dan rahmat Allah. Inilah pengalaman rohani yang telah terbukti benar dalam kehidupan Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus. Adalah Allah yang secara tetap menjaga kesehatan kita, relasi kita, keuangan kita, kehidupan kita dan seterusnya.

Marilah kita mohon Roh Kudus untuk melakukan karya istimewa dalam diri kita, yaitu menolong kita agar mampu memandang peristiwa-peristiwa kehidupan dewasa ini dengan mata seorang anak kecil yang mengetahui dan mengalami cintakasih yang intim dari Bapa. Kalau pun hal ini susah, kita dapat memohon kesembuhan agar hal yang kita mohonkan tadi dapat terwujud. Bapa surgawi menginginkan kita datang kepada-Nya dengan segala urusan kita – betapa pun kecilnya urusan kita itu sehingga terlihat tidak penting – dan percaya bahwa para malaikat-Nya, teristimewa malaikat pelindung kita masing-masing, juga mengawasi, membimbing dan melindungi kita.  

DOA: Bapa surgawi, Engkau menjanjikan kerajaan-Mu kepada orang-orang yang menjadi seperti anak kecil di hadapan-Mu, yang memiliki kerendahan hati yang sejati dan sepenuhnya percaya kepada penyelenggaraan ilahi dan pemeliharaan-Mu yang penuh kasih. Curahkanlah rahmat-Mu kepada kami agar mampu bergerak maju di jalan-Mu seperti yang telah dicontohkan oleh Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus yang kami rayakan pestanya pada hari ini. Amin. 

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mat 18:1-5) , bacalah tulisan yang berjudul “KITA HARUS BERTOBAT DAN MENJADI SEPERTI ANAK KECIL” (bacaan  tanggal (1-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 1-10-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 30 September 2020 [Peringatan Wajib S. Hieronimus, Imam & Pujangga Gereja) 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KOMITMEN KRISTIANI HARUS BERSIFAT PERMANEN

KOMITMEN KRISTIANI HARUS BERSIFAT PERMANEN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Hieronimus, Imam Pujangga Gereja – Rabu, 30 September 2020)

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seseorang di tengah jalan kepada Yesus, “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.” Yesus berkata kepadanya, “Rubah mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Lalu Ia berkata kepada seorang yang lain, “Ikutlah Aku!”  Tetapi orang itu berkata, “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapakku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.” Lalu seorang yang lain lagi berkata, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” (Luk 9:57-62) 

Bacaan Pertama: Ayb 9:1-12, 14-16; Mazmur Tanggapan: Mzm 88:10bc-15 

Yesus mempunyai cara-Nya sendiri dalam berkomunikasi dengan para murid atau calon murid-Nya, menstimulir mereka untuk berpikir. Di sini Yesus berbicara mengenai persyaratan untuk menjadi murid-Nya dan bahasa yang digunakan cukup keras. Namun terasa bahwa sekali-sekali Yesus berkomunikasi dengan melakukan permainan kata-kata yang sungguh merangsang imajinasi orang yang mendengar pesan-Nya dan membuat orang itu bertanya-tanya tentang makna dari pesan yang disampaikan-Nya. “Biarlah orang mati menguburkan orang mati” (Luk 9:60). Maknanya, tentunya, adalah membiarkan orang-orang yang mati-rohani menguburkan orang mati-fisik. Pekerjaan kita adalah dengan orang-orang yang hidup; pesan kita adalah pesan kehidupan, kehidupan baru. Saya sendiri sekian tahun lalu mengalami betapa berbahayanya sabda Yesus seperti ini apabila ditafsirkan secara harfiah. Pada waktu ayah mertua saya meninggal dunia, seorang anak laki-lakinya yang menganut paham Kristiani yang fundamentalistis, tidak mau hadir ke rumah duka, padahal dia adalah anak laki-laki tertua. Alasan yang dikemukakannya sama dengan ayat tadi. Menyedihkan, memang!

Satu hal lainnya yang ditekankan Yesus adalah “kesulitan” yang dialami seseorang untuk menjadi murid-Nya, ada “biaya”-nya. “Rubah mempunyai liang dan burung mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk 9:58). Yesus memang tidak pernah “menipu”/”menjebak” orang dengan janji-janji yang indah-indah dan romantis, agar mau mengikuti diri-Nya. Yesus membeberkan fakta seadanya walaupun terkesan keras didengar.

Satu hal lagi yang disampaikan di sini: Komitmen para murid Yesus harus bersifat permanen: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (Luk 9:62). Yesus mengingatkan kita bahwa kita-manusia mempunyai kecenderungan untuk merasa terlalu risau tentang kerja, kita terlalu banyak memikirkan sukses …… sukses duniawi! Kita menjadi begitu mudah disibukkan dengan urusan pekerjaan dan rekreasi, dan lupa komitmen kita untuk melayani Allah dan sesama (bukan hanya orang Kristiani) sebagai orang-orang Kristiani sejati.

Komitmen Kristiani bukanlah sekadar urusan suci-suci pada hari Minggu saja, doa, bahkan senantiasa hadir dalam Misa Harian. Komitmen Kristiani yang sejati jauh lebih dari itu semua. Komitmen Kristiani sejati menyangkut penghayatan iman dalam tindakan, di tempat kerja, pada waktu berekreasi, dalam bisnis, dalam dunia politik, dalam segala kontak kita dengan sesama manusia tanpa memandang perbedaan agama, bangsa/etnis, status sosial-ekonomi dalam masyarakat. Komitmen Kristiani bukanlah sesuatu yang dapat kita “mati-hidupkan” seenaknya seperti pesawat radio. Komitmen Kristiani yang sejati harus bersifat permanen dan harus meliputi seluruh segi kehidupan kita.

DOA: Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu. Aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama-Mu. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku. Amin. (Mzm 63:2-3,5,9)

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Luk 9:57-62), bacalah tulisan yang berjudul “MEMBUAT KEPUTUSAN UNTUK MENGIKUT YESUS” (bacaan tanggal 30-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 4-10-17 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 29 September 2020 [Pesta S. Mikael, Gabriel, dan Rafael, Malikat Agung] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MIKAEL, GABRIEL DAN RAFAEL

MIKAEL, GABRIEL DAN RAFAEL

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta S. Mikael, Gabriel, dan Rafael, Malaikat Agung – Selasa, 29 September 2020)

Kata Filipus kepadanya, “Mari dan lihatlah!” Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkta tentang dia, “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!” Kata Natanael kepada-Nya, “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya, “Sebelum Filipus  memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” Kata Natanael kepada-Nya, “Rabi, Engkau Anak Allah, Engau Raja orang Israel!” Yesus berkata, “Apakah karena Aku berkata kepadamu, ‘Aku melihat engkau di bawah pohon ara’, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu.” Lalu kata Yesus kepadanya, “Sesungguhnya Aku berkata, engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah naik turun kepada Anak Manusia.” (Yoh 1:47-51) 

Bacaan Pertama: Dan 7:9-10,13-14 atau Why 12:7-12 (alternatif);  Mazmur Tanggapan: Mzm 138:1-5 

“Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah naik turun kepada Anak Manusia.” (Yoh 1:51)

7 Francesco Botticini Three Archangels with Tobias. (135x154cm) c.1471 Uffizi, Florence

Hari ini Gereja merayakan Pesta Santo Mikael, Gabriel dan Rafael, Malaikat Agung, para pelayan Allah gagah-perkasa, yang memainkan peranan penting dalam rencana-penyelamatan-Nya. Saudari-saudara kita Kristiani yang bukan Katolik tentu hanya mengenal dua nama saja. Nama Rafael muncul dalam Kitab Tobit yang tidak ada dalam Alkitab mereka. Menurut tradisi Yahudi ada tujuh Malaikat Agung, yaitu Uriel, Rafael, Raguel, Mikael, Sariel, Gabriel dan Remiel (kalau ada waktu, silahkan membaca tentang hal itu di Encyclopaedia Britannica). Nama-nama yang terdapat dalam Wikipedia tentang para malaikat agung dalam Yudaisme juga berjumlah 7 (tujuh) walaupun dengan sedikit perbedaan. Dalam Kitab Tobit (Deuterokanonika), Rafael memperkenalkan dirinya kepada Tobit dengan berkata: Aku ini Rafael, satu dari ketujuh malaikat di hadapan Tuhan yang mulia” (Tob 12:15). Jadi, dari sejak awal saya tegaskan bahwa penghormatan kepada tiga  malaikat agung tidak boleh menyebabkan kita tidak menghormati para malaikat agung yang tidak disebutkan namanya, dan juga para mahkluk surgawi lainnya.

Satu karakteristik yang khas dari Yudaisme setelah pembuangan adalah pemusatan perhatian pada keberadaan malaikat-malaikat. Memang malaikat-malaikat muncul sepanjang Alkitab, namun penekanan keberadaan mereka terasa pada masa setelah pembuangan bangsa Yahudi. Bacaan pertama hari ini yang diambil dari Kitab Daniel (sebuah karya pasca-pembuangan) menggarisbawahi penekanan atas keberadaan para malaikat itu.

Sifat para malaikat adalah sebuah topik yang banyak menarik perhatian pada tahun 1980-an sampai hari ini. Pribadi-pribadi terkenal seperti Billy Graham, Mortimer Adler dan David Jeremiah juga menulis buku-buku yang menarik tentang para makhluk surgawi tersebut, yaitu berturut-turut: Angels, The Angels and Us dan Angels. Fungsi para malaikat pada dasarnya adalah sebagai pesuruh-pesuruh (Inggris: messengers) yang adalah arti asli dari kata dalam bahasa Yunani, angelos. Mereka adalah perantara dari Allah dan jalan-jalan yang dipakai Allah untuk mengintervensi kehidupan manusia secara dramatis.

Namun demikian, dalam pesta para malaikat agung pada hari ini, baiklah kita mempertimbangkan peranan yang mereka mainkan seperti yang dikemukakan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK): “Bahwa ada makhluk rohani tanpa badan, yang oleh Kitab Suci biasanya dinamakan ‘malaikat’, adalah suatu kebenaran iman. …… Sampai Kristus datang kembali, pertolongan para malaikat yang penuh rahasia dan kuasa itu sangat berguna bagi seluruh kehidupan Gereja” (KGK 328, 334).

Malaikat adalah pelayan dan pesuruh Allah, yang selalu memandang wajah Bapa di surga (Mat 18:10), sehingga sang pemazmur menulis: “Pujilah TUHAN (YHWH), hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan mendengarkan suara firman-Nya” (Mzm 103:20; lihat KGK 329). Sebagai makhluk rohani murni mereka mempunyai akal budi dan kehendak; mereka adalah wujud pribadi dan tidak dapat mati. Mereka melampaui segala makhluk yang kelihatan dalam kesempurnaan (KGK 330). Karena para malaikat dipanggil untuk membantu memajukan Kerajaan Allah, maka tidak salah kalau kita berkesimpulan bahwa mereka mempunyai peranan juga dalam kehidupan umat Allah – anda dan saya.

Pada kenyataannya, apakah kita menyadarinya atau tidak, kehidupan kita dikelilingi oleh para malaikat, apakah melalui bisikan nurani kita atau saat-saat berkat yang tidak kita sangka-sangka dan harap-harap atau perlindungan. “Sejak masa anak-anak sampai pada kematiannya malaikat-malaikat mengelilingi kehidupan manusia dengan perlindungan dan doa permohonan” (KGK 336).

Para malaikat mengingatkan kita bahwa ada banyak lagi hal-hal dalam ciptaan daripada apa yang dapat kita lihat. Pengertian ciptaan sebenarnya jauh lebih daripada sekadar dunia materi. Apa pun dimensi dari dunia spiritual, para malaikat dan malaikat agung mengingatkan kita bahwa keberadaan mereka adalah karena kuat-kuasa Allah dan tujuan penebusan-Nya.

Para malaikat dapat menjadi mata rantai yang menghubungkan kita dengan surga, maka pandanglah ke atas! Doa-doa kita (anda dan saya) mempunyai nilai yang besar. Kita dapat menggabungkan diri dengan sejumlah besar malaikat yang sujud menyembah Allah, apakah dalam Misa Kudus atau pada saat kita berdoa secara pribadi, dan doa kita itu dapat membawa “hujan berkat” dari Allah ke atas bumi.

DOA: Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah semesta alam. Dengan penuh ketakjuban dan hormat, kami semua sujud menyembah Engkau dalam kemuliaan-Mu. Perkenankanlah suara kami bergabung dengan paduan suara surgawi para malaikat dalam memuji-muji kemuliaan-Mu. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Pertama hari ini (Dan 7:9-10,13-14), bacalah tulisan yang berjudul “TIGA MALAIKAT AGUNG ALLAH” (bacaan tanggal 29-9-18) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 29-9-18 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 28 September 2020 [Peringatan Fakultatif S. Wenseslaus, Martir, S. Laurensius Ruiz, dkk. Martir di Jepang] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SIAPA YANG TERBESAR DALAM KERAJAAN ALLAH?

SIAPA YANG TERBESAR DALAM KERAJAAN ALLAH?

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXVI – Senin, 28 September 2020)

Peringatan Fakultatif S. Wenseslaus, Martir, S Laurensius Ruiz, dkk – Martir di Jepang

OFMCap.: Peringatan Fakultatif B. Inosensius dr Bertio. Imam Biarawan

Kemudian timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya , dan berkata kepada mereka, “Siapa saja yang menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar.”

Yohanes berkata, “Guru, kami lihat seseorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Yesus berkata kepadanya, “Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.” (Luk 9:46-50) 

Bacaan Pertama: Ayb 1:6-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 17:1-3,6-7 

Apa yang dimaksudkan dengan “terbesar dalam kerajaan Allah”? Para murid Yesus yang paling akrab dengan diri-Nya, berpikir bahwa posisi mereka yang berada dekat dengan Yesus membuat mereka “besar”. Bagaimana pun juga, bukankah mereka sahabat-sahabat Yesus, sang nabi besar dan pembuat mukjizat ternama dari Nazaret? Di samping itu, Yesus juga telah mempercayakan kepada mereka sebagian dari karya pelayanan-Nya sendiri, mendelegasikan kepada mereka kuasa dan otoritas atas roh-roh jahat, untuk menyembuhkan dan mewartakan Injil (Luk 9:1-2). Jadi, wajar kan kalau mereka berpikir bahwa mereka adalah pribadi-pribadi “spesial” di mata Yesus dan tentunya juga “orang-orang penting” dalam kerajaan Allah. Kesimpulan (salah) inilah yang membuat mereka bertengkar satu sama lain tentang siapa yang paling besar di antara mereka (Luk 9:46).

Kelihatannya para murid telah melupakan apa yang telah Yesus katakan kepada mereka, bahwa diri-Nya akan diserahkan ke dalam tangan manusia (Luk 9:44) dan Dia tidak akan memakai kuasa dan otoritas-Nya untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri. Pada kenyataannya, Ia akan menyerahkan diri-Nya (bahkan sampai pada kematian) dan Ia minta agar para murid-Nya melakukan hal yang sama (Luk 9:21-25). Yesus mencoba untuk menunjukkan kepada para murid-Nya itu, bahwa menjadi “besar dalam kerajaan Allah” bukanlah masalah menjadi bagian sebuah kelompok eksklusif, bukan pula selalu lewat peragaan kuasa ilahi yang dikaruniakan kepada orang bersangkutan, misalnya dalam hal pengusiran roh-roh jahat atau mukjizat-mukjizat lainnya dan berbagai tanda heran lainnya.

“Kebebalan” dan/atau ketidakpahaman para murid barangkali membuat jengkel hati Yesus, tetapi yang jelas tidak membuat-Nya mengabaikan atau meninggalkan mereka, Dia malah mengambil kesempatan untuk mengajar mereka. Yesus mengambil seorang anak kecil, yang dalam dunia kuno dinilai sebagai tidak signifikan dan tak  bernilai. Dia melanjutkan pengajaran-Nya kepada mereka tentang nilai-nilai inheren dalam hal kerajaan Allah, yang menghindari kemuliaan dan kekuasaan duniawi dan merangkul kerendahan-hati (kedinaan) dan pelayanan dengan menerima bahkan orang-orang yang paling kecil sekali pun.

Dalam terang pelajaran ini, Yohanes ingin mengetahui apakah tanggapan mereka terhadap si pengusir-setan yang bukan anggota kelompok mereka merupakan tindakan yang benar. Ia mengemukakan situasi tersebut kepada Yesus dan diperintahkan oleh-Nya bahwa siapa saja yang bekerja dalam nama Yesus tidak boleh dicegah hanya karena para murid ingin menjaga eksklusivitas pelayanan mereka. Yesus mendorong para murid untuk mengesampingkan kebanggaan pribadi dan mengakui bahwa kuat-kuasa Allah dapat dinyatakan melalui siapa saja yang tidak menentang-Nya (Luk 9:49-50).

Kita harus melihat pesan dari Injil Lukas sebagai Kabar Baik yang sesungguhnya. “Kebesaran” (dalam arti greatness) adalah karunia dari Allah – bukan diberikan kepada orang penting, melainkan kepada mereka yang melayani dengan rendah hati. “Kebesaran” tidak dipelihara dengan mempertahankan serta membela wilayah pengaruh seseorang, melainkan dengan menerima dan mengamalkan karunia-karunia yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, ajarlah kami untuk menjadi sungguh-sungguh rendah hati. Tolonglah kami untuk berhenti mengejar-ngejar kekuasaan serta status dan mulai melayani dalam kasih dan kerendahan hati. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 9:46-50), bacalah tulisan yang berjudul “YESUS MENGETAHUI PIKIRAN PARA MURID-NYA” (bacaan  tanggal 28-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori:  20-09  BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 30-9-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 27 September 2020 [HARI MINGGU BIASA XXVI – TAHUN A] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERUMPAMAAN TENTANG DUA ORANG ANAK

PERUMPAMAAN TENTANG DUA ORANG ANAK

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXVI [Tahun A] – 27 September 2020)

“Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi. Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Anak itu menjawab: Baik, Bapa, tetapi ia tidak pergi. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka, “Yang pertama.” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur percaya kepadanya. Meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.” (Mat 21:28-32) 

Bacaan pertama: Yeh 18:25-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 25:4bc-9; Bacaan Kedua: Flp 2:1-11 

“Sesungguhnya aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mat 21:31)

Sungguh mengagetkan kiranya bagi banyak pendengar pengajaran-Nya, ketika Yesus mengucapkan kata-kata ini, yaitu bahwa para pemungut pajak dan pelacur (perempuan sundal) lebih fit bagi Kerajaan Allah daripada para pemuka agama Yahudi (lihat perikop sebelumnya, yaitu Mat 21:23-27). Namun Yesus mengindikasikan, bahwa para “pendosa” ini telah belajar sebuah pelajaran yang sungguh crucial, yaitu kedalaman kebutuhan mereka. Kehidupan dosa para pemungut pajak, pelacur dll. membuat diri mereka tidak ragu-ragu lagi tentang ketiadaan kebenaran dalam diri mereka. Ketika Yesus datang mengajar tentang pertobatan dan pengampunan, banyak dari para pendosa itu tidak mempunyai masalah untuk mengakui kebutuhan mereka akan suatu kehidupan yang baru. Akan tetapi,  bagi banyak pemuka agama Yahudi, pesan Yesus mempunyai efek yang berlawanan. Para pemuka agama Yahudi ini telah berhasil mencapai posisi-posisi berstatus dalam masyarakat, dan kesombongan mereka telah lama menyaring bisikan-bisikan suara hati. Mereka bertanya – dalam hati paling sedikit –  siapakah sebenarnya Yesus ini? Hak apa yang dimiliki Yesus sehingga dia berani mengabaikan “senioritas” dan menantang tatanan masyarakat yang sudah terbentuk?

Apakah kita selalu harus jatuh dalam-dalam dahulu sebelum kita mengakui akan kebutuhan-kebutuhan kita? Apakah kita perlu melompat ke dalam kegelapan yang teramat kelam, seperti para pemungut pajak/cukai dan pelacur, sebelum kita berteriak-teriak mencari terang cahaya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini merisaukan banyak orang, teristimewa para orangtua. Apakah anak-anak kita harus mengalami “musim dosa” terlebih dahulu sebelum mereka sadar bahwa mereka membutuhkan seorang Juruselamat?

Hanya Allah-lah yang mengetahui jalan apa yang akan dipilih secara bebas oleh anak-anak kita, dan kita harus percaya kepada-Nya. Namun demikian, kita dapat bantu membentuk mereka menjadi orang-orang Kristiani yang biasa berdoa. Kita dapat menjelaskan kepada anak-anak kita siapa sesungguhnya mereka dan martabat agung yang dianugerahi Yesus atas diri mereka masing-masing. Kita dapat merangsang imajinasi mereka dengan menceritakan kepada mereka tentang cara-cara Allah manakala berurusan dengan manusia: tentang kelahiran Samuel yang penuh keajaiban, tentang misi Musa, tentang keberhasilan-keberhasilan dan kegagalan-kegagalan Daus ketika masih muda. Kita dapat bercerita kepada mereka tentang pengabdian Rut dan keberanian Yudit. Kita bahkan dapat menunjuk pada sifat impulsif dari Petrus dan kelancangan Paulus. Walaupun tidak ada yang sempurna, masing-masing mereka hidup untuk melakukan kehendak Allah.

Lebih baik lagi tentunya, marilah kita menceritakan kepada anak-anak kita mengenai perjalanan iman kita sendiri: Bagaimana Allah telah memimpin kita, mendisiplinkan kita, dan mengampuni kita. Baiklah kita mendorong serta menyemangati mereka agar membuka hati bagi Allah dan segala kemungkinan hidup bersama Dia. Hidup Kristiani adalah sebuah petualangan, dan Yesus memanggil anak-anak kita untuk berada bersama-Nya!

DOA: Tuhan Yesus, aku mengangkat ke hadapan-Mu semua keluarga di seluruh dunia. Kunjungilah mereka oleh kuasa Roh Kudus-Mu, dan mampukanlah semua orangtua agar dapat menjadi saksi-saksi hidup dari kemulian kehidupan bersama Engkau. Amin.

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mat 21:28-32),  bacalah juga tulisan berjudul “GAMBARAN DARI DUA JENIS ORANG YANG TIDAK SEMPURNA” (bacaan tanggal 27-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 1-10-17 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 26 September 2020 [Peringatan Fakultatif S. Kosmas dan S. Damianus, Martir]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

OTORITAS YESUS ATAS CIPTAAN SECARA LANGSUNG BERHUBUNGAN DENGAN KETAATAN-NYA KEPADA BAPA

OTORITAS YESUS ATAS CIPTAAN SECARA LANGSUNG BERHUBUNGAN DENGAN KETAATAN-NYA KEPADA BAPA  

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXV – Sabtu, 26 September 2020

Peringatan Fakultatif S. Kosmas dan S. Damianus, Martir

OFS: Peringatan Fakultatif S. Elzear dan Delfina, Ordo III S. Fransiskus

Ketika semua orang itu masih heran karena segala sesuatu yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Dengarlah dan perhatikanlah semua perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia. Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Namun mereka segan menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya. (Luk 9:43b-45) 

Bacaan Pertama: Pkh 11:9 – 12:8; Mazmur Tanggapan: Mzm 90:3-6,12-14,17 

Beberapa kali Yesus mengingatkan para murid-Nya bahwa Dia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan dibunuh, namun Ia akan bangkit kembali. Dalam bacaan Injil hari ini, para murid digambarkan tidak dapat memahami pesan Yesus dengan makna tersembunyi ini, karena mereka baru saja dibuat terkesima menyaksikan pengusiran roh jahat dari diri seorang anak laki-laki yang sakit (Luk 9:37-43a).

Dalam peristiwa itu, ayah dari anak laki-laki itu memohon pertolongan Yesus karena para murid-Nya ternyata tidak mampu mengusir roh jahat yang merasuki anaknya itu. Kemudian Yesus memberi pengajaran singkat-padat: “Hai kamu orang-orang yang tidak percaya dan yang sesat, sampai kapan Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu?” (Luk 9:41). Pengajaran berkaitan dengan ketidakpercayaan  ini ditujukan secara istimewa kepada para murid-Nya. Lalu Yesus menyuruh ayah itu untuk membawa anak laki-lakinya kepada Yesus, dan anak itu pun disembuhkan (Luk 9:42). Semua orang yang menyaksikan peristiwa itu pun menjadi takjub pada kebesaran Allah (lihat Luk 9:43a). Sungguh menakjubkan memang apabila kita menyadari bahwa di tengah-tengah begitu banyaknya kesibukan yang terjadi, Yesus tetap memusatkan perhatian-Nya pada pengajaran kepada para murid-Nya tentang salib, seperti disoroti dalam bacaan Injil hari ini.

Lagi dan lagi, dengan susah payah Yesus menunjukkan kepada para murid-Nya bahwa otoritas-Nya atas ciptaan secara langsung berhubungan dengan ketaatan-Nya kepada Bapa – bahkan taat sampai mati di kayu salib (lihat Flp 2:6-8). Yesus adalah sang Mesias (Kristus). Ketika dipermandikan oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya (Luk 3:21-22). Dia diurapi dengan Roh Kudus agar mampu mengalahkan dosa, Iblis dan dunia yang penuh kedosaan – namun Ia harus melakukan semua itu melalui kematian di kayu salib. Ia adalah Tuhan (Kyrios) dari segalanya (lihat Flp 2:9-11) karena Dia mau mati guna menebus dosa-dosa kita.

Dalam Kristus, kita pun dapat mengenal dan mengalami kemerdekaan dari penindasan. Dalam Dia kita dapat menjadi teguh – kokoh kuat – dalam menghadapi penderitaan, berbagai kesulitan hidup, bahkan kematian sekalipun. Dalam memelihara dan mendidik anak-anak kita, dalam mengasihi pasangan hidup kita, di sekolah, di tempat kerja, dalam komunitas-komunitas kita, ada begitu banyak isu yang menuntut perhatian kita yang serius. Situasi-situasi dapat bergerak dengan sangat cepat dan semua itu dapat menjerat dan membelenggu kita dengan berbagai rasa susah, gelisah, cemas, galau dan sejenisnya. Walaupun begitu, kita tidak pernah boleh melupakan janji akan kemerdekaan dari dosa, pengharapan akan adanya suatu relasi pribadi dengan Tuhan, dan kuasa pengampunan serta karunia-karunia Roh Kudus.

Dalam menghadapi tantangan-tantangan apa pun setiap hari, marilah kita berkonfrontasi dengan kejahatan (si Jahat) dengan mengandalkan diri pada kebaikan Tuhan Yesus. Kita akan tetap eksis bilamana kita memusatkan perhatian kita pada Dia yang ditusuk dengan tombak pada lambung-Nya ketika tergantung di kayu salib, namun yang hidup dalam hati kita. Setiap saat dalam hidup kita, marilah kita mengingat bahwa segala sesuatu tidak mustahil bagi Yesus selagi kita membuka hati kita kepada-Nya dan memperkenankan Dia mengangkat dan menyelamatkan kita dari situasi yang kita hadapi serta membawa kita ke dalam Kerajaan-Nya.

DOA: Bapa surgawi, Allah yang baik, satu-satunya yang baik, lindungilah keluargaku dari gangguan si Jahat dan pengaruh buruk dunia ini. Berikanlah kepadaku segala kuasa untuk mengampuni dan juga kerendahan hati untuk mohon pengampunan. Berikanlah kepadaku keberanian untuk menyerahkan hidupku demi Yesus dan sesamku. Amin.

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Luk 9:43b-45), bacalah tulisan yang berjudul “SEGALA BERKAT YANG KITA TERIMA SEKARANG DATANG MELALUI SALIB-NYA” (bacaan tanggal 26-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini sdalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 28-9-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 24 September 2020 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KITA MASING-MASING JUGA AKAN DITANYA OLEH YESUS DENGAN PERTANYAAN YANG SAMA

KITA MASING-MASING JUGA AKAN DITANYA OLEH YESUS DENGAN PERTANYAAN YANG SAMA

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXV – Jumat, 25 September 2020)

 

Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah  murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka, “Kata orang banyak, siapakah Aku ini? Jawab mereka, “Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan: Elia, yang lain lagi mengatakan bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.” Yesus bertanya kepada mereka, “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Jawab Petrus, “Mesias dari Allah.” Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun.

Kemudian Yesus berkata, “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:18-22) 

Bacaan Pertama: Pkh 3:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 144:1a,2abc,3-4

Di sini kita berjumpa dengan sebuah titik balik dari Injil, suatu bacaan yang menyatakan  siapa Yesus sebenarnya, kemudian dilanjutkan dengan prediksi Yesus yang pertama mengenai sengsara dan kematian-Nya.

Di dekat kota Kaesarea Filipi di bagian paling utara dari Israel, Yesus mengajukan sebuah pertanyaan yang bersifat fundamental kepada para murid-Nya, “Kata orang banyak, siapakah Aku ini?”  (Luk 9:18; lihat Mrk 8:27). Para murid menjawab: “Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan: Elia, yang lain mengatakan bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit” (Luk 9:19).

Herodes Antipas memang telah berbicara mengenai Yesus sebagai Yohanes Pembaptis yang sudah bangkit dari antara orang mati (Luk 9:7). Orang-orang lain berpikir mengenai Elia yang datang kembali dan orang-orang lain lagi berpikiran mengenai seorang dari para nabi dahulu telah bangkit” (Luk 9:19). Namun identitas menurut “kata orang banyak” tidak cukup bagi para murid Yesus. Di sini Injil telah memisahkan para murid dengan orang banyak, dan sekarang sampailah mereka kepada moment of truth yang tidak dapat dihindari…… pengakuan pribadi mereka tentang siapa Yesus itu. Yesus bertanya kepada para murid: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” (Luk 9:20).

Seperti biasanya dalam Injil, Petrus berbicara sebagai juru bicara para murid: “Mesias dari Allah” (Luk 9:20). Ini adalah pengakuan penuh bahwa Yesus adalah sang Mesias yang dinanti-nantikan itu. Pengakuan seperti itu belum pernah dibuat oleh murid Yesus yang mana pun sampai saat itu. Namun demikian, patut kita ketahui bahwa pemahaman Petrus yang orisinal tentang “Mesias” masih mengandung pengertian-pengertian seturut pemikiran politis dan duniawi masa itu. Lalu Yesus melarang para murid dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapa pun (Luk 9:21)

Setelah itu Yesus mulai memberitahukan para murid-Nya untuk pertama kalinya tentang penderitaan-Nya, kematian-Nya dan kebangkitan-Nya pada hari ketiga (Luk 9:22).

Pertanyaan Yesus yang diajukan kepada para murid-Nya juga akan ditanyakan kepada kita masing-masing, teristimewa selagi kita membaca dan merenungkan sabda-Nya dalam Kitab Suci: “Siapakah Aku ini?” Jawaban terhadap pertanyaan Yesus ini adalah tanggung jawab kita masing-masing sebagai murid-Nya. Untuk menjawab pertanyaan Yesus itu, karunia untuk membeda-bedakan roh (discernment) adalah suatu keniscayaan. Allah memang senantiasa ingin menganugerahkan karunia yang khusus ini, namun hal ini memerlukan ketekunan dari pihak kita.

Dalam setiap kesempatan yang ada, marilah kita bertanya kepada Roh Kudus apakah pikiran-pikiran kita dan tindakan-tindakan kita sesuai dengan rencana Allah atau melawan rencana Allah. Dengan berjalannya waktu kita pun dapat menjadi semakin yakin dan mampu melakoni perjalan ziarah kita di atas bumi ini seperti yang telah berhasil dilakukan oleh Petrus dan murid-murid Yesus lainnya.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, janganlah lewatkan daku. Ajukanlah pertanyaan-Mu kepadaku dan tolonglah aku agar supaya dapat menjawab pertanyaan-Mu sebagai murid-Mu yang baik. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 9:18-22), bacalah tulisan yang berjudul “MESIAS DARI ALLAH” (bacaan tanggal 25-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sang sabda.wordpress.com; kategori: 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

Cilandak, 23 September 2020 [Peringatan Wajib S. Padre Pio dr Pietrelcina, Imam] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PEMBERITAAN KABAR BAIK YANG TIDAK DAPAT DIBENDUNG

PEMBERITAAN KABAR BAIK YANG TIDAK DAPAT DIBENDUNG

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXV, Kamis, 24 September 2020)

Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan ia pun merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan bahwa Yohanes telah dibangkitkan dari antara orang mati. Ada lagi yang mengatakan bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula mengatakan bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit. Tetapi Herodes berkata, “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa sebenarnya Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus. (Luk 9:7-9) 

Bacaan Pertama: Pkh 1:2-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 90:3-6,12-14,17 

Yohanes Pembaptis telah dipenggal kepalanya atas perintah raja Herodes, antara lain untuk ‘membebaskan’ diri Herodes dari pesan ‘pertobatan dan rekonsiliasi dengan Allah’ yang disampaikan oleh Yohanes. Yohanes berbicara mengenai sabda Allah dengan begitu jelasnya sehingga Herodes merasakan dirinya begitu bersalah, begitu berdosa, teristiwa hubungan “perkawinan haramnya” (baca: perselingkuhannya) dengan ipar perempuannya sendiri (lihat Luk 3:19-20). Bukannya melakukan pertobatan dan kembali ke jalan Allah setelah mendengar pemberitaan Yohanes, Herodes malah menyuruh para algojo membunuh Yohanes, dengan harapan pesannya terkubur bersama sang bentara pesan pertobatan itu.

Karena rasa bersalahnya yang tak kunjung hilang dan rasa takut yang melanda dirinya, kemudian datang lagi berita bertubi-tubi tentang para murid Yesus yang berkarya memberitakan Kerajaan Allah sambil melakukan penyembuhan orang-orang sakit, maka  Herodes semakin dikuasai oleh ‘rasa takut yang melumpuhkan’ terhadap Yesus dan para murid-Nya. Apabila membunuh sang bentara (Yohanes Pembaptis) tidak berhasil menghapus pesan yang disampaikan, bagaimana dia dapat melarikan diri? Herodes merasa bingung karena tidak ada satu pun dari dunia ini yang dapat mencegah pesan keselamatan Allah itu diwartakan. Di bagian belakang Injil Lukas ini kita membaca bahwa Herodus sekali lagi menghadapi dua alternatif pilihan, yaitu (1) mendengarkan sang bentara yang membawa pesan, ataukah (2) menghukumnya sampai mati agar pesannya juga dibuat bungkam (lihat Luk 23:7-12). Bukannya belajar dari pengalamannya dalam kasus Yohanes Pembaptis, Herodus malah memilih untuk menjadi bagian dalam penyaliban Yesus.

Dalam kedua kasus itu Herodes melihat apa yang terjadi apabila kuasa Allah mengubah secara dahsyat kematian menjadi kehidupan. Kuasa Allah-lah yang memampukan Yohanes Pembaptis untuk tetap setia kepada panggilannya, bahkan sampai kematiannya. Kuasa ilahi yang sama pulalah yang memampukan Yesus untuk mengampuni orang-orang yang menghukumnya dan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan-Nya di sebelah kanan Bapa surgawi. Ini adalah kuasa ilahi yang dicurahkan ke atas para murid pada hari Pentakosta Kristiani yang pertama. Kuasa ini memampukan para murid untuk mewartakan Injil dengan berani dan penuh keyakinan. Abad berganti abad, Allah telah bertindak dengan penuh kuasa, membangun kerajaan-Nya melalui para pelayan-Nya. Dari zaman ke zaman juga ada kekuatan-kekuatan yang ingin membungkam penyebaran pemberitaan pesan penyelamatan Allah ini dengan membungkam para bentara-Nya (para pelayan sabda-Nya), tetapi selalu saja tidak berhasil. Memang, pewartaan Kabar Baik tak akan pernah dapat dibendung! Sejarah panjang Gereja telah membuktikannya!

Kedua belas murid berkeliling (bukan untuk tebar pesona) untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan pekerjaan yang telah dilakukan Yesus. Nah, kita pun dapat menjadi seperti Guru kita, Yesus.  Tidak peduli betapa besarnya pun oposisi yang kita hadapi, apabila kita sudah berketetapan hati, seperti Yesus, untuk mengasihi setiap orang dan mengampuni setiap orang yang mendzolomi kita, maka kita akan mampu ikut memajukan kerajaan-Nya di muka bumi ini. Baiklah kita mohon kepada Roh Kudus agar membuat kita lebih serupa lagi dengan Yesus Kristus, mewartakan Kabar Baik keselamatan kemana saja kita pergi.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, kami ingin memuliakan Engkau dalam segala yang kami ucapkan dan kami buat. Oleh Roh Kudus-Mu, berdayakanlah kami agar sungguh dapat menjauhkan diri dari dosa dan merangkul kehidupan-Mu sepenuhnya, sehingga dengan demikian kami dapat menjadi lebih serupa lagi dengan-Mu. Amin. 

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Luk 9:7-9), bacalah tulisan yang berjudul “SIAPA SEBENARNYA YESUS INI?” (bacaan tanggal 24-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya pada tahun 2011)

Cilandak, 22 September 2020 [Peringatan Wajib S. Ignasius dr Santhi, Imam] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

APAKAH TANGGAPAN KITA?

APAKAH TANGGAPAN KITA?

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Padre Pio dr Pietrelcina, Imam – Rabu, 23 September 2020

Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang-orang sakit, kata-Nya kepada mereka, “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau kantong perbekalan, roti atau uang, atau dua helai baju. Apabila kamu masuk ke dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ. Kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka.” Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi desa-desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat. (Luk 9:1-6) 

Bacaan Pertama: Ams 30:5-9; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:29,72,89,101,104,163

Bacaan Injil hari ini adalah tentang misi yang harus diemban oleh kedua belas murid Yesus. Yesus mengutus mereka ke tengah dunia untuk membuat orang-orang menghadapi kehidupan mereka, membuat keputusan-keputusan tentang diri mereka sendiri dan dunia di mana mereka hidup, dan untuk membuat mereka dapat melihat nilai-nilai kehidupan yang mereka anut selama itu.

Para Rasul Kristus – yang hidup dalam semangat kemiskinan – “tidak membawa apa-apa dalam perjalanan mereka” – memberikan mereka lebih banyak otoritas untuk berbicara, dimaksudkan untuk sedikit mendorong orang-orang, untuk mengkonfrontir mereka, untuk meminta mereka membuat pilihan-pilihan yang sejalan dengan Injil Yesus Kristus. Para Rasul itu diberi tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan. Pertobatan berarti tidak hanya rasa sesal-sedih karena dosa, melainkan “membereskan” kembali seluruh kehidupan seseorang. Artinya, ada pembalikan 180 derajat, dari jalan-dosa ke jalan Allah. Dengan demikian kita harus bertanya kepada diri sendiri dan menjawabnya: Hidup macam apakah yang sesungguhnya saya inginkan? Keputusan-keputusan hidup mendasar apa saja yang harus saya buat berkaitan dengan karir saya, pekerjaan saya, relasi saya dengan anggota keluarga saya, bagaimana dengan cara membesarkan anak-anak saya?

Yesus seringkali meminta orang-orang agar mereka membuat pilihan-pilihan seperti itu. Yesus bersabda a.l.: “Siapa yang tidak bersama Aku, ia melawan Aku”  (Luk 11:23). “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Luk 16:13). “Setiap orang yang mau mengikut Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23). Jadi, setiap orang harus membuat pilihan!

Dalam artian yang praktis, hal ini berarti menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini: Bagaimana kiranya saya akan menerima berita bahwa saya (atau seseorang yang saya kasihi) terkena penyakit kanker? Apakah saya akan jatuh dalam depresi  tanpa kesudahan? Apakah saya akan membuat diri saya pusat perhatian keluarga saya sehingga menyusahkan mereka semua? Atau, apakah saya akan mengambil kesempatan untuk menggunakan waktu saya yang tersisa dengan baik, memberikan contoh kegembiraan dan penerimaan yang rendah hati dan ikhlas terhadap kehendak Allah atas diri saya?

Bagaimana saya dapat menerima kenyataan bahwa saya di-PHK oleh perusahaan saya? Kemarahan dan penolakan? Iri hatikah saya? Atau saya dengan pemahaman yang dipenuhi kasih dan keberanian mengevaluasi masalahnya dan kemudian menerima suatu masa depan yang baru dengan penuh keyakinan akan kemampuan saya yang dianugerahkan Allah bagi diri saya? Percayakah saya pada penyelenggaran ilahi?

Semua itu adalah masalah nilai-nilai. Apakah yang sesungguhnya saya inginkan dari hidup saya ini? Kedua belas Rasul diutus untuk mengkonfrontir orang banyak dengan keputusan-keputusan sedemikian. Bacaan Injil hari ini dan para pelayan sabda yang bertugas untuk mewartakan Injil masih mengkonfrontir kita pada hari ini. Apakah tanggapan kita?

DOA: Tuhan Yesus Kristus, kami percaya bahwa “apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Gal 6:7). Tolonglah kami agar supaya kami hanya menabur benih-benih Injil selama masa hidup kami di dunia ini. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 9:1-6), bacalah tulisan yang berjudul “PERKENANKANLAH ALLAH BEKERJA MELALUI DIRI KITA” (bacaan tanggal 23-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 25-9-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Jakarta, 21 September 2020 [Pesta S. Matius, Rasul Penulis Injil] 

Sdr. F.X.Indrapradja, OFS

MENANGGAPI KEHENDAK ALLAH DENGAN MENGATAKAN YA

MENANGGAPI KEHENDAK ALLAH DENGAN MENGATAKAN YA

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXV – Selasa, 22 September 2020)

OFMCap.: Peringatan Wajib S. Ignasius dr Santhi, Imam Biarawan

SCJ: Peringatan Fakultatif B. Yohanes Maria dr Salib – Martir Pertama SCJ

Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mendekati Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya, “Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.” Tetapi Ia menjawab mereka, “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:19-21) 

Bacaan Pertama: Ams 21:1-6,10-13; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:1,27,30,34-35,44

“Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:21)

Itulah jawaban Yesus ketika Dia mendengar bahwa ibu-Nya dan para anggota keluarga-Nya yang lain mencoba untuk datang kepada-Nya melalui kerumunan orang banyak. Pada awalnya kita dapat memperoleh kesan bahwa kata-kata Yesus itu “keras” dan bernada “merendahkan”, Namun Yesus sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkan ikatan kekeluargaan-Nya atau mengkritisi ibunda-Nya. Pada kenyataannya, Yesus memuji Maria tidak hanya sebagai ibu yang melahirkan-Nya, melainkan juga sebagai seseorang yang sungguh-sungguh telah mendengarkan sabda Allah dan melakukan kehendak-Nya.

Ketika Maria memberikan fiat-Nya atau mengatakan “ya” kepada kehendak Allah untuk mengandung Yesus dalam rahimnya, maka sang Sabda menjadi daging dari segala unsur biologis dirinya. Yesus mengambil segala hal-ikhwal genetika dan bentuk seorang manusia dari Maria. Dalam penampilan-Nya, mungkin saja bahwa Yesus mempunyai sepasang mata seperti ibunda-Nya. Akan tetapi, dengan menunjuk kepada iman dan ketaatan Maria, Yesus membuat jelas bahwa keterkaitan Maria yang bersifat fundamental dengan diri-Nya bukanlah hal yang bersifat biologis, melainkan spiritual. Hal tersebut datang ketika Maria mendengarkan sabda Allah dan melaksanakannya. Seperti yang dikatakan oleh Santo Augustinus, “Maria lebih diberkati karena dia merangkul iman dalam Kristus daripada karena dia mengandung daging Kristus.”

Fiat Maria, “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38), bukanlah merupakan “ya”-nya untuk sekali saja. Ketaatannya kepada Allah dilakukannya berulang kali sepanjang hidupnya; berangkat untuk mengunjungi saudaranya Elisabet (Luk 1:39-56); mengikuti Yusuf untuk mengungsi ke Mesir (Mat 2:13 dsj.), membiarkan Puteranya yang masih berumur 12 tahun bebas melakukan tugas di rumah Bapa-Nya (Luk 2:49). “Ya” dari Maria yang tanpa syarat itu diulang lagi dalam keheningan tanpa suara ketika dia berdiri di dekat salib Puteranya (Yoh 19:25-27). Ketaatannya terhadap kehendak Allah yang sudah dibuktikannya selama bertahun-tahun akan mempersiapkan dirinya untuk menaruh kepercayaan kepada Allah tanpa tanya-tanya.

Tidak ada seorang pun dari kita dapat dipersatukan dengan Yesus dengan cara seperti Maria di mana Maria adalah ibu-Nya secara biologis. Namun kita masing-masing dapat – seperti Maria – merangkul Yesus melalui iman. Melalui ketaatan kita kepada sabda-Nya, kita pun dapat secara akrab dipersatukan dengan Yesus sebagai anggota keluarga-Nya. Oleh karena itu marilah kita menanggapi secara positif panggilan Bapa surgawi bagi kita masing-masing – apa pun panggilan-Nya itu – dan bersama Bunda Maria kita berkata, “Jadilah padaku menurut perkataan-Mu”. Selagi kita melakukannya, Allah akan memberkati kita dengan keberanian dan berbagai sumber daya yang kita butuhkan untuk melaksanakan misi kita yang adalah Misi-Nya.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, jadikanlah aku seorang anggota yang sejati dari keluarga-Mu. Tolonglah diriku – seperti Maria – untuk percaya dan merangkul sabda-Mu. Tolonglah aku untuk mau dan mampu mengatakan “ya” terhadap segala sesuatu yang Kauminta dari diriku. Amin.

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Luk 8:19-21), bacalah tulisan yang berjudul “SIAPA ANGGOTA KELUARGA YESUS YANG SEJATI?” (bacaan tanggal 22-9-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-09 BACAAN HARIAN SEPTEMBER 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 24-9-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 20 September 2020 [HARI MINGGU BIASA XXV – TAHUN A] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS