Archive for August, 2020

MEREKA MENGAJAR TETAPI TIDAK MEMPRAKTEKKANNYA SENDIRI

MEREKA MENGAJAR TETAPI TIDAK MEMPRAKTEKKANNYA SENDIRI

(Bacaan Injil Misa Kudus,  Peringatan Wajib SP Maria, Ratu – Sabtu, 22 Agustus 2020)

Lalu berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksudkan untuk dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terbaik di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil orang ‘Rabi.’  Tetapi kamu, janganlah kamu disebut ‘Rabi’; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Janganlah kamu menyebut siapa pun ‘bapak’ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga. Janganlah kamu disebut pemimpin, karena hanya satu pemimpinmu, yaitu Mesias. Siapa saja yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan. (Mat 23:1-12) 

Bacaan Pertama: Yeh 43:1-7a; Mazmur Tanggapan: Mzm 85:9ab-14

Dalam bacaan Injil hari ini, bahkan dalam Mat 23:1-36, kita dapat membaca bagaimana Yesus membongkar kemunafikan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Dalam ayat-ayat pembukaan, Yesus berkata kepada orang banyak dan murid-murid-Nya bahwa mereka harus taat kepada para ahi Taurat dan orang-orang Farisi sebagai para pemimpin, melakukan apa yang mereka ajarkan, namun jangan mengikuti contoh hidup mereka.

Kita harus membedakan antara kata-kata yang kita dengar diucapkan oleh seseorang dan orang itu sendiri. Kita harus menerima apa yang baik, apa pun dan siapa pun sumbernya. Namun apabila kita sungguh menginginkan agar kata-kata yang kita ucapkan itu membawa pengaruh dalam arti membawa kebaikan bagi hidup orang-orang lain, maka tindakan-tindakan kita dan hidup kita harus menjadi contoh dari apa yang kita ucapkan. Para orangtua tidak dapat mengharapkan anak-anak mereka menerima nasihat mereka jika hidup mereka sendiri menunjukkan hal yang sebaliknya. Kejujuran hidup adalah guru yang paling baik! Kita berbicara tentang integritas di sini.

Yesus menuduh orang-orang Farisi melakukan segala sesuatu hanya untuk dilihat orang lain, untuk dihormati dalam pesta perjamuan, di pasar dlsb. Tindakan-tindakan mereka bukanlah didorong oleh cintakasih kepada Allah. Mereka hanya menginginkan kemuliaan bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak berminat untuk memberikan kemuliaan kepada Allah. Segala ulah mereka hanyalah formalisme keagamaan.

Memberi contoh baik kepada orang-orang lain tentulah baik. Tentu saja baik apabila orang-orang lain terinspirasi oleh peri kehidupan kita. Yesus mengatakan kepada kita untuk tidak menyembunyikan terang kita di bawah tempayan, tetapi supaya bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatan kita yang baik dan memuliakan Bapa surgawi (lihat Mat 5:15-16). Hal ini bukanlah berarti bahwa alasan satu-satunya kita bertindak baik adalah agar dapat dilihat orang-orang lain, atau untuk dihormati, Niat kita yang pertama adalah untuk melakukan kehendak Allah, untuk memberi segala penghormatan dan kemuliaan bagi-Nya.  Kita harus senantiasa mengingat sabda Yesus: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kehendak-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”  (Mat 6:33).

Tuduhan Yesus terhadap orang-orang Farisi dan para ahli Taurat kiranya masih berlaku pada zaman modern ini. Marilah kita (anda dan saya) bertanya kepada diri kita sendiri: Apakah kita pernah melakukan pekerjaan tertentu hanya untuk dilihat orang-orang lain? (Orang-orang lain itu dapat saja mertua kita, istri atau suami kita, tetangga kita, warga satu lingkungan, dlsb.) Apakah kita mengenakan busana terutama untuk dikagumi orang-orang lain? Apakah kita pernah meminta tempat duduk yang paling baik dalam gereja? Sadarkah kita akan sabda Yesus kepada para murid-Nya yang satu ini: “Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antaa kamu, hendaklah ia menjadi hambamu”  (Mat 20:26-27).

DOA: Tuhan Yesus Kristus, jagalah diriku agar tidak munafik dalam hidup ini. Jadikanlah hatiku seperti hati-Mu. Amin.

Catatan: Untuk Bacaan Injil hari ini (Mat 23:1-12), bacalah tulisan yang berjudul “YESUS MENGINGINKAN KERENDAHAN HATI DARI KITA” (bacaan tanggal 22-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 25-8-18 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 21 Agustus 2020 [Peringatan Wajib S. Pius X, Paus]  

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

MENGASIHI ALLAH DAN SESAMA

MENGASIHI ALLAH DAN SESAMA ADALAH  HUKUM YANG TERUTAMA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Pius X, Paus – Jumat, 21 Agustus 2020)

Ketika orang-orang Farisi mendengar bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia, “Guru, perintah manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Jawab Yesus kepadanya, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah perintah yang terutama dan yang pertama. Perintah yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua perintah inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:34-40)

Bacaan Pertama: Yeh 37:1-14; Mazmur Tanggapan: Mzm 107:2-9

Hukum Yahudi, bahkan pada masa Yesus hidup dan berkarya di Palestina, sangat jelimet  …… rumit! Pewahyuan dan tradisi selama berabad-abad telah menghasilkan perintah-perintah, instruksi-instruksi dan panduan-panduan yang mengatur hampir setiap aspek kehidupan dan iman, sampai-sampai kepada hal-hal seperti “pembayaran persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran” (Luk 11:42). Di samping itu, berbagai kelompok seperti kaum Farisi, Saduki, Eseni dan kelompok lainnya masing-masing menafsirkan dan mengajarkan tentang hukum tersebut dengan cara yang berbeda dan kadang-kadang saling bertentangan. Jadi, tidak mengherankanlah apabila tidak sedikit orang menjadi bingung.

Pada waktu orang-orang Farisi yang menentang Yesus bertanya kepada-Nya tentang perintah-perintah yang paling utama, kita merasakan bahwa sebenarnya mereka tidak mencari kebenaran yang sejati. Malah sebaliknya, karena mengetahui adanya berbagai kemungkin tafsir yang berbeda-beda, mereka berharap Yesus akan mengatakan sesuatu yang akan menjebak diri-Nya …. Yesus akan terperangkap dalam kontroversi, malah akan mendiskreditkan diri-Nya sebagai seorang Rabi, …… kehilangan profesi-Nya sebagai seorang Rabi, dipermalukan dlsb.

Dalam jawaban-Nya Yesus mengingatkan para pendengar-Nya bahwa cintakasih terletak pada jantung Yudaisme, artinya dalam Injil-Nya juga. Allah menciptakan kita-manusia karena Dia mengasihi kita, Dia “telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Ef 1:4). Allah senantiasa mengasihi kita (lihat Mzm 100:5). Ini adalah suatu cintakasih yang membawa kehidupan, merangkul kehidupan secara keseluruhan dan tetap setia pada kehidupan itu sampai akhir.

Yesus mengajar bahwa karena Allah mengasihi kita, maka kita pun harus mengasihi-Nya dan juga sesama kita. Bagaimana hal itu mungkin terjadi? Ada hari-hari di mana kelihatan sukar bagi kita untuk mengasihi diri kita sendiri dengan sepenuh hati, apalagi orang-orang lain – atau bahkan Allah sekalipun. Namun Allah mengetahui bagaimana Dia menciptakan kita. Dia tidak pernah memberikan mission impossible kepada kita. Yang perlu kita lakukan adalah memohon kepada-Nya agar memenuhi hati kita masing-masing dengan kasih-Nya. Kemudian, kasih itu akan mulai mengalir kembali kepada-Nya dalam rupa adorasi dan puji-pujian kepada-Nya. Kasih itu pun akan mengalir ke luar kepada orang-orang lain dan diwujudkan dalam penerimaan terhadap orang-orang yang dahulu  tidak mau/sudi kita lihat atau sentuh, pengampunan kepada orang-orang yang bersalah kepada kita, dan pelayanan kepada sesama yang miskin dan menderita.

PEKAN BIATidaklah terlalu sulit bagi Allah untuk melembutkan sebuah hati yang keras-membatu, untuk menghangatkan sebuah hati yang dingin-membeku, untuk memulihkan sebuah hati yang patah, atau untuk menghembuskan nafas kehidupan ke dalam sebuah hati yang tak mampu memberi tanggapan samasekali. Pada kenyataannya, Allah sangat senang melakukan semua hal itu. Yang perlu adalah kita memohon pertolongan-Nya dengan keterbukaan dan kerendahan hati sebagai anak-anak-Nya. Tidak ada doa-doa istimewa yang diperlukan. Doakanlah permohonan kita (anda dan saya) dengan kata-kata sederhana, tidak perlu diucapkan keras-keras karena Dia adalah Allah yang Mahamendengar, bahkan doa hening pun sangat mencukupi Mengapa begitu mudah? Karena Allah kita adalah Allah yang baik dan benar, seperti dikatakan oleh sang pemazmur: “TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat” (Mzm 25:8)

DOA: Datanglah ya Roh Kudus, dan penuhilah hatiku hari ini. Aku ingin mengasihi Allah Tritunggal Mahakudus dengan segalanya yang ada di dalam diriku, dan mengasihi sesamaku, namun aku membutuhkan kasih-Mu untuk dapat mengasihi. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini, bacalah tulisan yang  berjudul “KASIHILAH SESAMAMU MANUSIA SEPERTI DIRIMU SENDIRI” (bacaan tanggal 21-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 23-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 19 Agustus 2020 [Peringatan Wajib S. Bernardus, Abas Pujangga Gereja] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

KITA HARUS MENANGGAPI UNDANGAN ALLAH DENGAN PENUH GAIRAH DAN SYUKUR

KITA HARUS MENANGGAPI UNDANGAN ALLAH DENGAN PENUH GAIRAH DAN SYUKUR

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Bernardus, Abas Pujangga Gereja – Kamis, 20 Agustus 2020)

Lalu Yesus berbicara lagi dalam perumpamaan kepada mereka, “Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. Ia menyuruh lagi hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya, hidangan telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka. Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. Karena itu, pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Lalu pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk ke mari tanpa mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi.

Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.” (Mat 22:1-14)  

Bacaan Pertama: Yeh 36:23-28; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:12-15,18-19 

Pesta perkawinan biasanya dipenuhi dengan saat-saat yang membahagiakan – bahkan penuh excitement – bagi kedua keluarga yang terlibat. Kedua mempelai juga dipenuhi dengan perasaan yang penuh dengan pengharapan, petualangan, bahkan suatu langkah awal yang baru. Cintakasih mereka satu sama lain membuat segalanya yang lain tidak ada artinya lagi apabila dibanding-bandingkan. Para sahabat dan anggota-anggota keluarga kedua mempelai ini pun larut dalam excitement ini. Siapa di antara kita yang tidak merasa istimewa ketika sepucuk surat undangan pernikahan dimasukkan ke dalam kotak surat kita? Kita merasa bangga dimasukkan ke dalam daftar tamu dan dengan begitu memegang peranan juga dalam kehidupan kedua mempelai. Pada saat terjadinya pesta perkawinan, excitement yang dihasilkannya menyebabkan persiapan-persiapan menjadi pusat perhatian utama. Segala sesuatu yang lain dapat dikesampingkan untuk sementara waktu sampai selesainya pesta perkawinan itu.

Jikalau pesta perkawinan seorang sahabat atau orang yang kita kasihi dapat menyebabkan kita menjadi begitu terlibat dan fokus, maka tentunya betapa lebih lagi excitement dan fokus kita dalam mempersiapkan pesta perkawinan sang Anak Domba Allah.

Allah telah mengundang kita untuk datang ke pesta perkawinan Putera-Nya sendiri. Kebanyakan dari kita tidak pernah bermimpi untuk datang ke pesta perkawinan dari seorang yang kita kasihi dengan mengenakan pakainan yang kiranya tidak layak untuk sebuah pesta atau tanpa memberi kado. Nah, betapa lebih lagi kita seharusnya menanggapi undangan Allah untuk datang ke pesta perkawinan Putera-Nya.

Kita telah menerima undangan kelas-satu untuk menghadiri suatu royal wedding: pesta perkawinan Yesus Kristus dengan mempelai perempuan-Nya, yaitu Gereja (anda dan saya). Jadi, seperti halnya kita menerima undangan untuk datang ke pesta perkawinan seorang sahabat, maka kita pun harus menanggapi undangan Allah dengan penuh gairah dan syukur.

Selagi Roh Allah bergerak dalam hati kita masing-masing, maka kita harus berkata, “Ya Tuhan, aku akan menyingkirkan segalanya yang lain agar dapat mempersiapkan peristiwa yang tidak ada tandingannya ini.”

Sekali kita telah memberi tanggapan terhadap undangan Allah, maka kita harus tetap berada dalam “persiapan” yang terus-menerus sehingga kita dapat berada dalam keadaan yang terbaik pada saat Kristus, sang Mempelai laki-laki, datang ke tengah-tengah kita. Kita tidak pernah akan menerima undangan istimewa, kemudian melupakannya. Kita tidak pernah boleh mengatakan “ya” namun kemudian tidak muncul. Seperti juga halnya kita akan tetap berada dekat dengan orang yang kita kasihi yang siap menikah, marilah kita menghaturkan permohonan kepada Roh Kudus untuk memenuhi diri kita dengan pengharapan dan hasrat akan Yesus dan pesta perkawinan sang Anak Domba Allah.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, aku merasa cemas-cemas gembira menantikan peristiwa sangat penting, yaitu pesta perkawinan-Mu. Aku ingin merayakan peristwa itu dengan penuh sukacita bersama Engkau. Datanglah Tuhan, dengan demikian aku dapat bersama-Mu, muka ketemu muka, untuk selama-lamanya. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 22:1-14), bacalah tulisan yang berjudul “APABILA UNDANGAN ALLAH DIDENGARKAN DAN DITANGGAPI” (bacaan tanggal 20-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 22-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 18 Agustus 2020 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SEBUAH PERUMPAMAAN TENTANG KERAJAAN ALLAH

SEBUAH PERUMPAMAAN TENTANG KERAJAAN ALLAH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa – Rabu, 19 Agustus 2020)

Peringatan Fakultatif S. Yohanes Eudes, Imam

“Adapun hal Kerajaan Allah sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Lalu mereka pun pergi. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. Ketika hari malam pemilik kebun itu berkata kepada mandornya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk pertama. Lalu datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang masuk pertama, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk gterakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang pertama dan yang pertama akan menjadi yang terakhir. (Mat 20:1-16a) 

Bacaan Pertama: Yeh 34:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 23:1-3a,3b-6

Bayangkanlah seseorang bekerja sepanjang hari untuk upah yang berjumlah sama dengan seorang lainnya yang bekerja hanya untuk satu jam lamanya. Rasa keadilan kita akan sungguh terusik. Dilihat dari kacamata dunia – keprihatinan-keprihatinan dan peraturan-peraturannya berkaitan dengan keadilan – tidak sulitlah bagi orang untuk berpihak pada para pekerja yang berpikir bahwa karena mereka bekerja untuk waktu yang lebih lama, maka mereka harus menerima upah yang lebih banyak daripada para pekerja yang bekerja untuk waktu yang lebih sedikit. Hal inilah yang dinilai adil dan

benar! Kelompok pekerja yang pertama mulai bekerja pada jam 6 pagi. Mereka bekerja di kebun anggur sekitar 12 jam lamanya dan menjelang tengah hari dan di siang hari mereka sungguh bekerja di bawah terik matahari yang panasnya sungguh menyengat tubuh. Mereka semua bekerja untuk upah sebesar 1 denarius, sebuah uang logam Romawi yang bernilai satu hari kerja. Kelompok pekerja yang terakhir datang ke kebun anggur pada jam 5 sore dan bekerja untuk satu jam saja – mereka juga menerima upah dalam jumlah yang sama.

Sungguh alamiah bagi kita untuk berpikir seperti itu, namun yang kita luput pertimbangkan adalah bahwa Yesus sedang menceritakan sebuah perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Keadilan bukan merupakan isu di sini. Tidak seorang pun dari kita pantas menerima sesuatu dari Allah karena perbuatan baik atau jasa kita. Tidak ada seorang pun dari kita yang berhak membuat Allah berhutang kepada kita.

Segala sesuatu yang kita miliki – bahkan hidup kita sendiri – adalah karunia atau anugerah dari Allah, pemberian “gratis” dari Dia. Kita tidak pernah dapat memperoleh hak untuk berelasi secara pribadi dengan Allah disebabkan oleh pekerjaan baik kita. Dalam melayani Allah, kita menerima jauh lebih banyak daripada apa yang pernah kita berikan kepada-Nya. Bekerja di kebun anggur, di dalam Kerajaan Allah, bukanlah sebuah beban, melainkan sebuah privilese! Jika kita menanggapi panggilan Allah sejak dini, hal itu tidaklah berarti kita disalah-gunakan melainkan dikaruniai. Apabila kita menanggapi panggilan Allah di kala hari sudah sore menjelang senja, kita pun dikaruniai!

Santa Teresa dari Avila [1515-1582] mengungkapkannya seperti berikut ini: “Kita harus melupakan jumlah tahun kita telah melayani Dia, karena jumlah dari semua yang dapat kita lakukan tidaklah bernilai apabila dibandingkan dengan setetes darah yang telah ditumpahkan oleh Tuhan bagi kita. … Semakin banyak kita melayani Dia, semakin dalam pula kita jatuh ke dalam hutang (kepada)-Nya.”

Yesus menceritakan perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur selagi Dia melakukan perjalanan ke Yerusalem. Kematian dan kebangkitan-Nya telah mentransformasikan dunia, memenuhinya dengan kasih-Nya. Pada waktu kita mengenal dan mengikut Yesus, kita juga akan mengenal privilese melayani tanpa reserve dalam kebun anggur-Nya.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, nyalakanlah dalam hatiku api cintakasih-Mu yang mendorong Engkau memikul salib sampai ke bukit Golgota dan wafat di atas kayu salib di tempat itu. Kobarkanlah hatiku dengan hasrat guna melayani di kebun anggur-Mu untuk waktu yang lama dan dengan penuh pengabdian. Bebaskan diriku dari kesalahan membanding-bandingkan pelayananku dengan orang-orang lain yang Engkau telah panggil juga untuk bekerja di kebun anggur-Mu. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 20:1-16a), bacalah tulisan yang berjudul “TIDAKKAH AKU BEBAS MEMPERGUNAKAN MILIK-KU MENURUT KEHENDAK HATI-KU?” (bacaan tanggal 19-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 21-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 17 Agustus 2020 [HARI RAYA KEMERDEKAAN R.I.] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ALLAH MENAWARKAN KESELAMATAN-NYA KEPADA SETIAP ORANG

ALLAH MENAWARKAN KESELAMATAN-NYA KEPADA SETIAP ORANG

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XX – Selasa, 18 Agustus 2020)

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sekali lagi Aku berkata, lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Ketika murid-murid mendengar itu, sangat tercengang mereka dan berkata, “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” Yesus memandang mereka dan berkata, “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.”

Lalu Petrus berkata kepada Yesus, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Kata Yesus kepada mereka, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki dan saudaranya perempuan, atau bapak atau ibunya, atau anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.

Tetapi banyak orang yang pertama akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang pertama.” (Mat 19:23-30)  

Bacaan Pertama: Yeh 28:1-10;  Mazmur Tanggapan: Ul 32:26-28,30,35c-36d 

Ketika Yesus mengatakan bahwa sangat sukarlah bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, para murid menjadi terkejut dan terheran-heran. Mereka bertanya: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” (Mat 19:25). Barangkali sabda Yesus tersebut membuat kita merasa tidak nyaman juga – teristimewa jika berpikir bahwa keselamatan hanyalah diperuntukkan bagi jenis/macam orang yang tertentu saja. Apakah orang kaya secara otomatis tidak memenuhi persyaratan untuk masuk surga? Apakah surga hanya berisikan orang-orang miskin? Dalam hal ini, marilah kita ingat tanggapan Yesus di atas: “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin”  (Mat 19:26).

Allah menawarkan keselamatan-Nya kepada setiap orang. Salahlah kita jika berpikir bahwa Yesus menentang kekayaan pada dirinya sendiri. Yesus mengundang orang kaya maupun orang miskin untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga, dan Ia menawarkan kepada masing-masing orang bentuk pertolongan khusus yang mereka butuhkan untuk merangkul Kerajaan-Nya. Kita semua cenderung untuk berpegang teguh pada macam-macam “kekayaan” yang menghalang-halangi kita untuk menerima hidup Allah secara penuh. Kekayaan materiil hanyalah satu contoh – walaupun memang merupakan hal yang biasa – tentang bagaimana ketergantungan pada sesuatu yang bukan Allah dapat membutakan mata kita terhadap kebutuhan kita akan Dia dan membuat kita malah menjadi berantakan. Jika kita memenuhi diri kita dengan hal-hal duniawi – apa pun itu – maka kita menutup diri kita terhadap hal-hal surgawi.

Apakah yang dapat kita harapkan dari Allah jika kita betul-betul mengesampingkan “kekayaan” versi kita sendiri? Satu hal: kita dapat berharap bahwa Dia akan memberikan kepada kita suatu pikiran yang baru, yang dapat berpikir secara berbeda dengan dunia dan memilih yang Dia pilih. Kita masing-masing juga menerima sebuah hati yang baru, yang memiliki kapasitas untuk mengasihi tanpa syarat sebagaimana Allah mengasihi. Jika kita mempertimbangkan dua karunia ini saja, maka tidak mengherankanlah apabila Allah tidak merasa terancam oleh apa saja “hal lain” kepada apa/siapa kita menaruh kepercayaan kita! Terus terang, apa sih yang dapat bersaing dengan Allah? Semakin kita memahami warisan kita dalam Kristus, semakin penuh pula kita akan ditarik untuk menyingkirkan setiap rintangan untuk datang berlari kepada-Nya, hidup kita!

Sekarang, apakah kita sungguh telah mengenal dan mengalami kasih Allah yang melimpah tak terbatas ini? Apakah kita pernah memperkenankan belas kasih-Nya mengatasi setiap penolakan dan rintangan? Marilah kita sekarang memohon kepada Allah untuk menunjukkan kepada kita bagaimana menggantungkan diri sepenuhnya kepada kasih-Nya. Marilah kita membuka hati kita bagi Dia sejujur-jujurnya, dan menerima setiap hal yang Ia rencanakan untuk berikan kepada kita.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, aku memuji Engkau karena kesetiaan-Mu. Engkau tidak pernah berhenti menawarkan kepadaku hidup-Mu sendiri, walaupun ketika aku mencoba memenuhi diriku dengan hal-hal duniawi yang menyesatkan. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 19:23-30), bacalah tulisan yang berjudul “MEMPEROLEH HIDUP YANG KEKAL” (bacaan tanggal 18-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 20-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA)     

Cilandak, 17 Agustus 2020 [HARI RAYA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

BERIKAN KEPADA ALLAH APA YANG WAJIB KAMU BERIKAN KEPADA ALLAH

BERIKAN KEPADA ALLAH APA YANG WAJIB KAMU BERIKAN KEPADA ALLAH

(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI RAYA KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA – Senin, 17 Agustus 2020)

(1945-2020)

indonesiaflagpicture2

Kemudian pergilah orang-orang Farisi dan membuat rencana bagaimana mereka dapat menjerat Yesus dengan suatu pertanyaan. Mereka menyuruh murid-murid mereka bersama-sama para pendukung Herodes bertanya kepada-Nya, “Guru, kami tahu, Engkau seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, sebab Engkau tidak mencari muka. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata, “Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik? Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu.” Mereka membawa satu dinar kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka, “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka, “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat 22:15-21) 

Bacaan Pertama: Sir 10:1-8; Mazmur Tanggapan: Mzm 101:1a,2ac,3a,6-7; Bacaan Kedua: 1 Ptr 2:13-17 

Apabila kita berbicara tentang Gereja pada abad ke-21 ini maka dapat kita katakan bahwa kita berada pada zaman umat Kristiani awam, yang dipanggil untuk menjadi saksi-saksi cemerlang  dari nilai-nilai Kristiani di dalam sebuah dunia di mana banyak orang mencoba membuat Allah menjadi “sesuatu yang berlebihan”, “sesuatu yang mubazir” dengan cara memisahkan dunia yang sekular dari dunia yang sakral.

Para lawan Yesus mengetahui bahwa jikalau politik dan agama saling tumpang tindih, maka campuran ini berpotensi untuk meledak dan otak yang cerdik dapat mengeksploitir ketegangan yang ada. Namun Yesus menggunakan peristiwa ini untuk meneguhkan kekuasaan mutlak Allah di segala bidang kehidupan. Dalam dunia dewasa ini – teristimewa di negara-negara maju – kekuasaan Allah dibuat menjadi kabur oleh upaya-upaya yang teratur dari mereka yang menginginkan agar kehidupan yang sekular berdiri sendiri tanpa harus ada pengakuan terhadap hal-hal yang sakral. Mereka menginginkan politik tanpa dimensi religius/keagamaan; negara sebagai sebuah entitas yang secara total terpisah dari Allah.

Sekularisme adalah sebuah gerakan pemikiran, sikap dan perilaku yang mengusahakan agar Allah menjadi tidak relevan untuk cara hidup kita sebagai individu-individu atau dalam masyarakat. Sekularisme ini menelurkan sejenis humanisme yang tidak sepenuhnya manusiawi karena mengabaikan kehausan jiwa yang menggelisahkan akan Allah. Sekularisme menempatkan kehidupan manusia sebagai pusat alam ciptaan. Hal ini merupakan pengulangan kesalahan Adam, yang terperdaya oleh janji si penggoda terkait otonomi moral dan status ilahi: “Pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej 3:5).

Pengakuan akan tempat Allah dalam kehidupan – hal-hal yang sakral – terus diserang dewasa ini. Barangkali lebih berbahaya apabila serangan itu datang dari propaganda tersembunyi daripada datang dari konflik terbuka. Budaya sekularistik masuk ke dalam keluarga-keluarga lewat televisi, surat-kabar, majalah, fiksi, bahkan dari dunia maya lewat internet, berbagai media-sosial dan mau-tidak-mau akan meng-erosi segala yang menyangkut kesakralan – apabila dibiarkan terus berkembang tanpa kontrol.

Apakah hal ini seperti tetesan air yang terlihat lembut tak bertenaga? Benar, tetapi tetesan air yang secara tetap dan terus menerus jatuh ke tempat yang sama pada batu yang besar pun – setelah sekian lama – akan mampu membuat retak batu besar itu. Jika sekularisme secara total mengabaikan dimensi-dimensi kehidupan yang sakral, maka sekularisme itu dapat dikatakan merupakan sebuah bentuk atheisme yang masih kasar (belum bersifat sophisticated).

Dimensi sekular dan dimensi sakral kehidupan memang perlu untuk saling tumpang-tindih karena masing-masing merupakan bagian dari kehidupan yang satu. Agama yang benar tidak dapat membatasi diri pada hidup doa tertentu yang terpisah dari apa yang terjadi dalam kehidupan selebihnya. Roh Kudus sedang memimpin Gereja untuk mengakui bahwa area konflik dewasa ini adalah dunia sekular dan pasukan Gereja dalam area ini adalah kaum awam. Pada tanggal 18 November 1965, Konsili Vatikan II menerbitkan “Dekrit Apostolicam Actuositatem tentang Kerasulan Awam”, sebuah dokumen ajaran Gereja yang untuk pertama kalinya membahas secara cukup komprehensif topik berkaitan dengan peranan awam dalam Gereja. Dokumen Konsili Vatikan II ini beberapa tahun kemudian ditindak-lanjuti oleh Paus Yohanes Paulus II dengan “Imbauan Apostolik Christi Fideles Laici tentang Panggilan dan Tugas Kaum Awam” (12 Maret 1989).

Untuk beberapa abad lamanya area konflik utama yang dihadapi oleh Gereja adalah ketidakcocokan dalam bidang doktrinal. Sejak Konsili Trente Gereja dilayani dengan baik oleh kepemimpinan kaum klerus yang kuat dan berpengalaman dalam hal-ikhwal yang menyangkut doktrin iman. Namun area konflik yang utama sekarang telah bergeser dan sejak sekitar setengah abad lalu dimasukilah zaman di mana Gereja lebih bergantung pada kaum awam yang berdedikasi tinggi dalam perziarahannya di dunia. Terang yang dibutuhkan bagi dunia dewasa ini harus memancar teristimewa di area-area kehidupan kaum awam. Mereka harus menegakkan suatu nurani Kristiani dalam bidang politik; memelihara standar-standar moral yang sehat dalam bidang entertainment; dan melayani kebenaran dalam kasih melalui media.

Kaum awam ini dipanggil untuk menjadi gambaran dari kasih Allah yang tidak pernah berubah lewat kesetiaan mereka dalam hidup perkawinan Kristiani. Mereka harus menunjukkan kesucian hidup dengan memelihara martabat prokreasi yang sungguh sakral. Mereka harus menggunakan talenta dengan mengembangkan berbagai sumber daya dunia melalui sains dan teknologi. Mereka harus senantiasa bersikap murah hati dengan harta milik mereka, dan bilamana dimungkinkan, harus berupaya untuk memberi kesempatan kerja bagi sesama yang membutuhkan. Mereka harus mencerminkan keindahan Allah dengan memperkaya dunia melalui seni dan karya yang mampu menghias dunia.

Imaji-imaji Injil tentang garam, terang dan ragi berlaku secara khusus pada peran umat awam Kristiani di tengah-tengah masyarakat yang sekular. Mereka adalah garam yang mengawetkan apa yang baik dan menambah rasa untuk dikecap berkaitan dengan tantangan yang dihadapi umat Kristiani dalam masyarakat. Mereka adalah terang yang membawa ajaran tentang moralitas Kristiani dalam situasi di mana terdapat kebingungan dalam pengambilan keputusan. Mereka adalah gandum atau ragi yang memberikan pengharapan dalam situasi yang penuh pesimisme.

“Berikan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). Kita harus menjawab tuntutan ini di segala bidang kehidupan …… karena ke mana kita dapat melarikan diri dari Roh-Nya atau ke mana kita dapat melarikan diri dari wajah-Nya? Dalam segala hal kita harus mengembalikan kepada Allah dunia yang sebenarnya adalah milik-Nya. 

DOA: Bapa surgawi, Allah yang Mahakuasa, dikuduskanlah nama-Mu! Aku berjanji , ya Bapa, untuk memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang wajib kuberikan kepada-Mu. Aku mengakui dan tunduk kepada kekuasaan-Mu yang mutlak atas segala bidang kehidupanku dan kehidupan manusia pada umumnya. Pada hari raya kemerdekaan R.I. ini aku mohon agar anak-anak-Mu yang bertugas sebagai para pemimpin dalam pemerintahan, baik di bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif serta abdi-negara lainnya; juga mereka yang berkiprah di dunia pers/media dan bisnis, Kau-anugerahi dengan hikmat-Mu. Biarlah mereka semua sungguh berfungsi sebagai garam bumi dan terang dunia dalam bidang karya masing-masing  Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 22:15-21), bacalah tulisan yang berjudul “WARGA DUNIA DAN JUGA WARNA SURGA” (bacaan tanggal 17-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 17-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 15 Agustus 2020 [Peringatan Fakultatif S. Tarsisius, Martir Ekaristi] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PESTA KITA HARI INI BUKANLAH SEKADAR TENTANG MARIA

PESTA KITA HARI INI BUKANLAH SEKADAR TENTANG MARIA

(Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI RAYA SP MARIA DIANGKAT KE SURGA – Minggu, 16 Agustus 2020)

Tetapi yang benar ialah bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya. Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan. Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya. Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut. (1 Kor 15:20-26) 

Bacaan Pertama: Why 11:19a; 12:1,3-6a,10ab; Mazmur Tanggapan: Mzm 45:10bc,11,12ab,16; Bacaan Injil: Luk 1:39-56

“Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.” (1 Kor 15:22)

Maria memainkan peranan yang istimewa dalam dunia Kekristenan (Kristiani): Ia adalah orang pertama yang menerima buah-buah penuh dari penebusan Yesus dan  sekarang memberi pertanda akan kemuliaan yang akan datang seperti yang diharap-harapkan. Maria dibuat menjadi hidup dalam Kristus di dunia, lalu dia mengalami kebangkitan ke kehidupan baru dengan tubuh yang dimuliakan – sesuatu yang menantikan kita masing-masing sebagai anak-anak Allah.

Kenaikan Maria ke surga dapat memberikan pengharapan yang sungguh luarbiasa kepada kita. Maria menunjukkan bahwa Yesus datang ke dunia bukan hanya untuk mengampuni dosa-dosa kita melainkan juga untuk memulihkan kita, membawa kita kepada kemuliaan surgawi (Ibr 2:10). Sebagai anak-anak Allah, kita telah “ditakdirkan” untuk mengalami tidak kurang dari kemuliaan surgawi. Yesus ingin agar kita mengatasi dosa karena Dia ingin kita berada bersama-Nya untuk selamanya dalam kemuliaan (1 Tes 4:17).

“Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya” (Rm 6:5). Kebangkitan kepada hidup baru adalah kepenuhan keselamatan yang sekarang kita miliki sebagian saja. Keselamatan kita tidak hanya terbatas pada dunia ini: Kita akan digabungkan dengan Yesus selama-lamanya dalam kekekalan. Dengan Maria, kita juga “ditakdirkan” untuk melihat “keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya” (Why 12:10). Dan ketika  melakukannya, maka kita akan mampu untuk melihat ke belakang ke seluruh hidup kita, dan merasa kagum atas segala cara tersembunyi dengan mana Allah bekerja dalam diri kita, mempersiapkan kita untuk menerima warisan surgawi kita.

Rencana-rencana Allah sungguh mengagumkan! Juga betapa mengagumkan bahwa Allah memberikan kepada kita suatu contoh seperti Maria untuk menunjukkan apa yang Dia ingin berikan kepada kita. Jadi, pesta hari ini bukanlah hanya tentang Maria, melainkan tentang kita semua dan pengharapan kita untuk ikut ambil bagian bersama Maria dalam kemuliaan dari kebangkitan.

Catatan tentang Hari Raya ini: Menurut MAWI (sekarang KWI) 1972, “Hari Raya Maria Diangkat ke Surga” (tanggal sebenarnya adalah 15 Agustus) dapat dipindahkan ke Hari Minggu terdekat.

DOA: Allah Yang Mahakuasa, betapa mengagumkan rencana penyelamatan-Mu – betapa jauh melampaui apa saja yang aku dapat minta atau bayangkan! Engkau telah membuat diriku sebagai anak-Mu sendiri, dan Engkau rindu agar diriku sepenuhnya bersatu dengan Engkau di surga. Segala pujian dan kemuliaan bagi-Mu, ya Allahku. Amin.

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Luk 1:39-56), bacalah tulisan dengan judul “MAGNIFICAT” (bacaan tanggal 18-8-19) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 18-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 13 Agustus 2020 [Peringatan Fakultatif B. Markus dr Aviano, Imam Biarawan] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

APA ARTINYA MENGASIHI ANAK-ANAK KITA?

APA ARTINYA MENGASIHI ANAK-ANAK KITA?

Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XIX – Sabtu, 15 Agustus 2020)

Peringatan Fakultatif S. Tarsisius, Martir Ekaristi. Pelindung putera-puteri altar dan penerima komunit pertama

Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya di atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Tetapi Yesus berkata, “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang punya Kerajaan Surga.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya di atas mereka dan kemudian Ia berangkat dari situ. (Mat 19:13-15) 

Bacaan Pertama: Yeh 18:1-10,13,30-32; Mazmur Tanggapan: Mzm 51:12-15,18-19

Setiap hari, Yesus berseru: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku”, dan setiap hari pula tangan-tangan-Nya terbuka lebar-lebar siap untuk menyambut mereka. Para orangtua yang baik menyadari bahwa keprihatinan utama mereka haruslah kebahagiaan anak-anak mereka. Oleh karena itulah mereka sangat memperhatikan kesehatan mereka, pendidikan mereka dan kesejahteraan mereka dengan pengharapan bahwa mereka berkembang menjadi orang-orang dewasa yang matang dan bertanggung-jawab. Para orangtua Kristiani juga menyadari bahwa mereka harus membantu anak-anak mereka mencapati kebahagiaan akhir kehidupan kekal. Lebih dari apa pun juga yang lain, mereka ingin membantu anak-anak mereka berjalan bersama Yesus.

Salah satu penghalang terbesar yang dihadapi para orangtua dalam panggilan ini adalah pendefinisian kembali dari kata “kasih”. Apa artinya mengasihi anak-anak kita? Apakah itu sekadar berarti membantu mereka memperoleh hal terbaik yang dapat ditawarkan oleh dunia, atau yakinkah kita bahwa ada suatu “alam surgawi” yang merupakan tujuan akhir dari peziarahan kita di atas bumi? Apakah kita sungguh percaya bahwa anak-anak kita tidak akan selamat sampai mereka mengenal Yesus? Hal inilah yang akan menentukan bagaimana kita akan “mengasihi” anak-anak kita.

Tentu saja kesehatan, reputasi baik, dan stabilitas dalam hal materi semuanya penting, namun Yesus adalah yang paling penting dari apa/siapa saja yang ada karena Dialah tujuan dari setiap kehidupan manusia. Sebagai para orangtua, apakah kita (anda dan saya) menginginkan Yesus menjadi Tuhan, Juruselamat, dan Pelindung semua anak kita?

Apakah kita percaya bahwa dalam Sakramen Perkawinan, Allah telah memberikan kepada kita rahmat luarbiasa guna memampukan kita menjadi saksi, berdoa bagi anak-anak kita dan membentuk anak-anak kita sesuai dengan Injil? Apakah kita mengetahui bahwa Yesus berdiri di dekat kita senantiasa dan siap untuk membimbing kita selagi kita mencari hikmat?

Walapun kita sudah lama tidak aktif dalam bisnis, tidak bekerja untuk mencari uang lagi, dan hidup jauh dari anak-anak kita, kita tetap mempunyai kewajiban untuk mendorong serta menyemangati anak-anak kita dan berdoa bagi mereka. Kita tidak boleh sungkan-sungkan atau takut untuk mengatakan kepada mereka agar memusatkan pandangan mata (hati) mereka pada Yesus. Kita juga tidak boleh lupa berbagi (sharing) dengan mereka bagaimana Allah bekerja dalam kehidupan kita masing-masing. Selagi anak-anak kita semakin mengenal Allah, maka kita pun akan merasakan bahwa anak-anak kita pun menjadi semakin dekat dengan kita …… karena Yesus memang sungguh senang memberikan berkat-Nya kepada keluarga-keluarga.  Marilah kita membantu semua anak-anak kita agar mengenal kasih Yesus pada setiap saat kehidupan mereka.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, biarlah Roh-Mu membentuk diri kami masing-masing agar supaya doa-doa kami, teladan hidup kami, apa yang kami katakan dan perbuat, dapat menarik anak-anak kami untuk menjadi lebih dekat kepada-Mu. Amin.

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mat 19:13-15), bacalah tulisan yang berjudul “ORANG-ORANG SEPERTI ITULAH YANG PUNYA KERAJAAN SURGA” (bacaan tanggal 15-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tangal 18-8-18 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 13 Agustus 2020 [Peringatan Fakultatif S. Markus dr Aviano, Imam biarawan] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YESUS TETAP MENGASIHI ANDA, SAMA SEPERTI SEBELUMNYA

YESUS TETAP MENGASIHI ANDA, SAMA SEPERTI SEBELUMNYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Maksimilianus Maria Kolbe, Imam Martir  –  Jumat, 14 Agustus 2020)

OFMConv.: Pesta S. Maksimilianus Maria Kolbe, Imam Martir

Lalu datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya, “Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?” Jawab Yesus, “Tidakkah kamu baca bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Lagi pula Ia berfirman: Karena itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan dua lagi, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Kata mereka kepada-Nya, “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan istrinya?” Kata Yesus kepada mereka, “Karena kekerasan hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang menceraikan istrinya, kecuali karena zina, lalu kawin dengan perempuan, ia berzina.” Murid-murid itu berkata kepada-Nya, “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan istri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka, “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja.  Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian atas kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Surga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.” (Mat 19:3-12) 

Bacaan Pertama: Yeh 16:1-15,60,63 atau Yeh 16:59-63; Mazmur Tanggapan: Yes 12:2-3, 4bcd,5-6

“Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mat 19:6)

Kata-kata yang diucapkan Yesus ini dapat terdengar cukup keras bagi kita, teristimewa bila kita telah mengalami perceraian dengan pasangan hidup kita, atau jika hidup perkawinan seorang anggota keluarga kita atau sahabat kita telah berantakan. Di satu sisi, kita dapat mengatakan bahwa Yesus mengetahui apa yang dikatakan-Nya dan Ia yakin bahwa dalam kuat-kuasa Allah, Ia dapat menyembuhkan, bahkan menyembuhkan perkawinan yang separah apapun juga. Di sisi lain, pengalaman mengatakan kepada kita bahwa perceraian adalah suatu realitas traumatis yang dapat meninggalkan luka-luka mendalam dan tahan lama, … kepedihan batin yang bersifat menahun.

Pikirkanlah rasa sakit – luka batin – yang diderita oleh pasutri yang bercerai. Suatu relasi yang dimulai dengan cita-cita tinggi, sukacita, dan optimisme telah merosot sampai terjerumus ke dalam penolakan, ketidakpercayaan, kemarahan, dan self-pity. Apa yang dahulu merupakan “satu daging” telah dicabik-cabik, dan hanya meninggalkan luka-luka mendalam tidak hanya dalam diri mantan pasutri tersebut, melainkan juga para anggota yang lain juga. Mereka dapat saja bertanya, bagaimana Yesus tega-teganya “menghukum” mereka tanpa belas kasih?  Jangan salah! Allah tidak mengutus Anak-Nya yang tunggal ke tengah dunia untuk menghukum, melainkan untuk menyelamatkan (lihat Yoh 3:17).

Yesus tidak ingin menghancurkan orang-orang dengan sekadar mengatakan kepada mereka apa saja kesalahan mereka.  Yesus ingin bertemu dengan kita di titik mana saja kita sedang berada dalam perjalanan hidup kita dan Ia menawarkan kesembuhan dan pemulihan kepada kita.

Jika anda telah bercerai, ketahuilah bahwa Yesus tetap mengasihi anda, sama seperti sebelumnya. Yesus ikut ambil bagian dalam rasa sakit anda dan menderita bersama anda. Pikirkanlah pertemuannya dengan perempuan Samaria di dekat sumur (Yoh 4:4-42). Yesus tidak menghukum perempuan itu, walaupun ia telah kawin lima kali dan pada waktu itu sedang “hidup bersama” (kumpul kebo) dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Sebaliknya, Yesus malah menggiring perempuan itu kepada suatu pertobatan sejati, menyembuhkannya, dan mengutusnya kembai ke kampungnya untuk memberitakan kepada orang-orang lain tentang diri-Nya.

Apakah kita berstatus menikah, bercerai atau belum/tidak menikah, kita semua perlu mengenal penyembuhan dari Allah. Bapa surgawi sungguh ingin menyembuhkan luka-luka dalam setiap perkawinan dan juga luka-luka mereka yang terkena dampak perceraian.

Yesus ingin memperdamaikan kita, mentransformasikan kita, dan mengguanaan kita untuk memproklamasikan Kerajaan-Nya – siapa pun diri kita atau apa pun kesalahan yang telah kita perbuat di masa lalu. Yesus ingin sekali merangkul kita dan memberikan berkat-Nya kepada kita (lihat Mrk 10:16).

DOA: Yesus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamat kami. Tolonglah kami agar dapat mengatasi semua perpecahan dalam keluarga kami masing-masing. Curahkanlah rahmat-Mu kepada setiap keluarga yang telah mengalami perceraian. Sembuhkanlah mereka dan pulihkanlah pengharapan mereka. Biarlah kasih-Mu mengalir ke dalam diri kami semua dan kemudian mengalir ke luar dari diri kami sehingga kami pun dapat menjadi saksi-saksi-Mu kepada dunia di sekeliling kami. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 19:3-12), bacalah tulisan yang berjudul “HIDUP PERKAWINAN MENCERMINKAN HUBUNGAN PERJANJIAN ANTARA ALLAH DAN UMAT-NYA” (bacaan tanggal 14-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 16-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak,12 Agustus 2020 [Peringatan Fakultatif S. Yohana Fransiska de Chantal, Biarawati] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

TENTANG PENGAMPUNAN

TENTANG PENGAMPUNAN

(Bacaan Injil Misa Kudus,  Hari Biasa Pekan Biasa XIX – Kamis, 13 Agustus 2020)

Peringatan Fakultatif S. Pontianus, Paus dan S. Hippolitus, Imam – Martir

OFMCap.: Peringatan Fakultatif B. Markus dr Aviano, Imam Biarawan

 

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya, “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.

Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya.

Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Tuannya itu pun marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya.

Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

Setelah Yesus mengakhiri perkataan itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang Sungai Yordan. (Mat 18:21-19:1) 

Bacaan Pertama: Yeh 12:1-12; Mazmur Tanggapan: Mzm 78:56-59,61-62 

“Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18:22)

Petrus bertanya kepada Yesus tentang batas pemberian pengampunan dan dia juga menyebut, sampai tujuh kali-kah? Angka “tujuh” yang disebut oleh Petrus adalah angka kemurahan-hati karena ajaran para rabi Yahudi mengindikasikan batas kesabaran adalah sampai empat kali didzolimi (sumber: Donald Senior C.P., Read and Pray – Gospel of St. Matthew, Chicago, Illinois; Franciscan Herald Press, 1974, hal. 63). Namun kita lihat di sini, Yesus menolak untuk menetapkan batasan sama sekali, malah menyebut angka simbolis yang menggambarkan ketidakterbatasan, hal mana merupakan penjungkir-balikan seruan Lamekh untuk melakukan pembalasan dendam berdarah (lihat Kej 4:24).

Seruan untuk melakukan rekonsiliasi digambarkan dalam sebuah perumpamaan (Mat 18:21-35) yang merupakan bacaan Injil kita hari ini, dan perumpamaan ini hanya ada dalam Injil Matius. Perumpamaan itu mengidentifikasikan mengapa pengampunan itu harus menjadi satu karakteristik kehidupan dalam Kerajaan Allah. Setiap anggota komunitas adalah seperti hamba telah banyak diampuni oleh Allah,  yang didorong oleh bela rasa yang murni (Mat 18:27). Karena kita telah diampuni, kita harus cukup peka untuk mau dan mampu berekonsiliasi dengan seorang saudara kita (Mat  18:33,35).

Karena Allah itu adalah kasih dan Ia sempurna, maka pengampunan-Nya langsung dan permanen. Sayang sekali, tidak begitu halnya dengan kita! Karena kita manusia yang tidak sempurna, pengampunan menjadi sangat sulit bagi kita. Barangkali itulah mengapa Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa dia harus mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali. Cobalah kita pikirkan hal berikut ini: Apabila kita berhasil berekonsiliasi dengan seorang saudara atas satu isu setelah proses pemecahan masalah sebanyak dua atau tidak kali pertemuan, maka kita pun akan merasakan bahwa relasi kita dengan orang itu akan jauh lebih mudah terjalin dan terpelihara.

Mengampuni seseorang yang telah menyakiti kita seringkali merupakan sebuah proses yang berlangsung secara bertahap. Misalnya, pada awalnya kita dapat saja mengampuni seseorang, namun beberapa hari kemudian muncul lagi rasa kesal dan marah. Jadi, kita harus “membangun” kembali pengampunan kita. Ada juga kasus-kasus di mana kita sungguh mengampuni seseorang, namun kita tidak mau lagi berada dekat orang itu. Akan tetapi, setelah berjalannya waktu – cepat atau lambat – perlahan-lahan kita pun mampu “mengusir” rasa sakit-hati yang kita alami sehingga kita dapat berinteraksi lagi dengan orang tersebut. Dalam situasi apa pun, yang paling penting adalah untuk maju terus menuju pengampunan yang lengkap dan total.

Apa saja yang dapat kita (anda dan saya) lakukan dalam hal berekonsiliasi dengan orang yang bersalah kepada kita? Pertama-tama tentunya kita harus mendoakan orang itu. Kita bayangkan bahwa kita telah berekonsiliasi dengannya … sudah berdamai. Kedua, kita harus mengambil keputusan untuk mengampuni orang tersebut, dan tetap mengambil keputusan untuk mengampuni selama diperlukan.

Kita harus senantiasa mengingat, bahwa kita harus melakukannya sampai sebanyak “tujuh puluh kali tujuh kali”. Ketiga, kita harus melihat bahwa Yesus mengasihi orang itu seperti Dia mengasihi kita masing-masing. Kalau kita menjadi semakin pahit atau marah, maka kita masih membutuhkan waktu yang lebih banyak.

Kalau begitu halnya, maka yang harus kita lakukan adalah melanjutkan pemberian pengampunan dalam hati kita sebaik-baiknya sambil terus memohon pertolongan dari Yesus.

Apapun yang kita lakukan, kita tidak pernah boleh menyerah. Yesus akan memberkati setiap langkah yang kita ambil guna tercapainya rekonsiliasi dengan orang yang bersalah kepada kita – walaupun langkah itu kecil saja. Yang terakhir: Kita harus senantiasa mengingat dan menyadari bahwa pengampunan bukanlah sekadar suatu tindakan manusia. Kita memerlukan rahmat Roh Kudus guna menolong kita mengampuni orang lain.

DOA: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih penuh syukur kuhaturkan kepada-Mu karena Engkau mengampuni dosa-dosaku. Tolonglah aku untuk mau dan mampu mengampuni mereka yang telah berbuat salah kepadaku. Aku menyadari bahwa aku pun harus mengampuni mereka agar diriku dapat diampuni oleh-Mu. Tolonglah aku untuk senantiasa menghayati sabda bahagia-Mu: “Berbahagialah orang yang berbelaskasihan, karena mereka akan beroleh belas kasihan” (Mat 5:7). Amin.

Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil hari ini (Mat 18:21-19:1), bacalah tulisan dengan judul “SETURUT BELAS KASIH ALLAH KEPADA KITA, KITA PUN HARUS MENUNJUKKAN BELAS KASIH YANG SAMA KEPADA SESAMA” (bacaan tanggal 13-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http:/sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2020. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 15-8-19 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 12 Agustus 2020 [Peringatan Fakultatif S. Yohana Fransiska de Chantal, Biarawati] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS