SANTO YUSUF MEMILIH JALAN KETAATAN DAN IMAN
SANTO YUSUF MEMILIH JALAN KETAATAN DAN IMAN
(Bacaan Kedua Misa Kudus, HARI RAYA S. YUSUF, SUAMI SP MARIA – Rabu, 19 Maret 2014)
Sebab janji kepada Abraham dan keturunannya bahwa ia akan memiliki dunia tidak berdasarkan hukum Taurat tetapi berdasarkan pembenaran melalui iman.
Karena itu, janji tersebut berdasarkan iman supaya sesuai dengan anugerah, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapak kita semua, [1] – seperti ada tertulis: “Engkau telah Kutetapkan menjadi bapak banyak bangsa” – di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. [2] Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya bahwa ia akan menjadi bapak banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan, “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” [3]
Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. (Rm 4:13,16-18,22)
Bacaan Pertama: 2Sam 7:4-5a.12-14a.16; Mazmur Tanggapan: Mzm 89:2-5,27,29; Bacaan Injil: Mat 1:16,18-21.24a
Catatan: [1] Gal 3:7; [2]Kej 17:5; [3] Kej 15:5
Bayangkanlah Allah menampakkan diri kepada anda dan berkata: “Lakukanlah pengepakan barang-barang milikmu; tinggalkanlah rumahmu dan keluarga besarmu, juga pekerjaanmu yang sekarang! Aku ingin agar engkau tinggal di tempat yang baru. Tempat itu akan kutunjukkan kepadamu nanti?” (bdk. Kej 12:2). Apakah yang akan anda lakukan? Abraham [18-16 abad SM] melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Dan, karena hal inilah dan beberapa peristiwa serupa dalam kehidupannya, maka Allah “memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (lihat Rm 4:3).
Daud [c. 1010-979 SM], seorang gembala sederhana yang menjadi raja terbesar Israel, juga dikenang sebagai seorang beriman sejati. Hal ini sangat memberi semangat kepada kita, karena Daud jauh dari sempurna. Daud sempat menjadi seorang pezinah yang berselingkuh dengan isteri salah seorang panglimanya (Batsyeba) dan ia juga melakukan konspirasi untuk membunuh Uria (orang Het), suami perempuan itu (bacalah 2Sam 11). Daud mengalami saat-saat kegelapan dan pemberontakan melawan Allah. Namun setiap kali dia disadarkan, maka Daud juga tidak berlambat-lambat untuk merendahkan dirinya dan mengakui dosa-dosanya. Keterbukaan hati – kesetiaan walaupun masih dipenuhi kelemahan sebagai seorang pribadi – yang memampukan Daud untuk menerima pengampunan dan berkat Allah, lagi dan lagi.
Santo Yusuf yang pestanya kita rayakan pada hari ini, adalah orang terakhir dalam deretan panjang para pahlawan Perjanjian Lama yang memiliki kehidupan spiritual yang kuat berakar pada Abraham dan Daud. Ketika Yusuf menyadari bahwa Maria telah mengandung, dia mengambil keputusan untuk menceraikan Maria secara diam-diam, agar tidak mempermalukan Maria dan sekaligus meminimalisir kemerosotan rasa hormat orang-orang kepadanya. Akan tetapi ketika malaikat Tuhan mengatakan kepada Yusuf untuk menerima Maria dan Bayinya yang Ilahi itu, maka Yusuf memilih jalan yang jauh lebih sulit, yaitu jalan “ketaatan dan iman”. Sebagai seorang putera Abraham yang sejati, Yusuf sepenuhya menempatkan kepercayaannya ke tangan-tangan kasih Allah, dan untuk itu dia memperoleh ganjaran sangat besar dari Allah.
Para pahlawan dalam Kitab Suci diberkati oleh Allah sebagai anggota-anggota “pohon keluarga Yesus”. Nah, sekarang Yesus telah datang sehingga kita pun dapat bergabung ke dalam “pohon keluarga Yesus” tersebut melalui tindakan iman kita. Apakah kita (anda dan saya) saat ini sedang terlibat dalam suatu situasi yang kelihatannya tidak terpecahkan, …… tidak ada solusi? Apakah kita merasakan Allah memanggil kita untuk melakukan karya pelayanan yang lebih besar? Apakah Dia memanggil kita untuk menaruh kepercayaan kepada-Nya secara lebih mendalam? Atau, ketaatan yang lebih lagi? Iman memang adalah anugerah dari Allah, namun kita harus memperjuangkannya agar bertahan dan malah bertumbuh. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyerah dalam memperjuangkan iman-kepercayaan kita itu. Kita samasekali tidak boleh memperkenankan “pandangan-pandangan dunia” mereduksi visi kita. Marilah kita selalu meneladan Santo Yusuf dan berpegang teguh pada janji-janji Allah – walaupun probabilitanya untuk sukses di mata manusia/dunia sangatlah kecil.
DOA: Bapa surgawi, penuhilah diriku dengan iman Abraham, Daud dan Yusuf. Oleh Roh Kudus-Mu, tuntunlah aku kepada pertobatan sejati seperti Engkau telah lakukan atas diri raja Daud. Allah yang Mahabaik, Sumber segala kebaikan, satu-satunya yang baik, ajarlah aku agar dapat mendengar suara-Mu dan taat kepada-Mu dalam semua hal. Amin.
Catatan: Tulisan ini dipersembahkan kepada Sdr. Yosef Sunarwinto, temanku sejak di SMA Kanisius (1959-1962) dan sekarang sama-sama menjadi warga Lingkungan S. Yudas Tadeus, Gereja S. Stefanus, Cilandak, Jakarta Selatan.
Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 1:16,18-21,24a), bacalah tulisan yang berjudul “TELADAN SANTO YUSUF” (bacaan tanggal 19-3-15) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 15-03 BACAAN HARIAN MARET 2015.
Untuk mendalami Bacaan Kedua hari ini (Rm 4:13,16-18,22), bacalah tulisan yang berjudul “MENELADAN SANTO YUSUF” (bacaan tanggal 19-3-13) dalam situs/blog PAX ET BONUM.
(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 19-3-14 dalam situs/blog SANG SABDA)
Cilandak, 15 Maret 2015 [HARI MINGGU IV PRAPASKAH]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS