Posts tagged ‘YESUS DIUNDANG MAKAN DI RUMAH SEORANG PEMIMPIN ORANG-ORANG FARISI’

YANG MERENDAHKAN DIRI AKAN DITINGGIKAN

YANG MERENDAHKAN DIRI AKAN DITINGGIKAN

Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU BIASA XXII [Tahun C], 28 Agustus 2022

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan seksama.

Karena Yesus melihat bagaimana para undangan memilih tempat-tempat kehormatan, Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada engkau, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di tempat yang lebih terhormat. Dengan demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua orang yang makan bersamamu. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14:1.7-14)

Bacaan Pertama: Sir 3:17-18,20,28-29; Mazmur Tanggapan: Mzm 68:4-5ac,6-7ab,10-11; Bacaan Kedua: Ibr 12:18-19,22-24a

Kalau ada satu sikap yang secara konsisten dicemoohkan oleh dunia, maka sikap itu adalah “kerendahan hati” dan hal itu terutama terjadi karena dunia tidak memahami apa arti sebenarnya dari kerendahan hati. Yang pertama dan utama adalah bahwa kerendahan hati itu menyangkut suatu “ketergantungan penuh kepercayaan” pada Allah. Lawannya adalah “kesombongan”, yang pada hakekatnya merupakan suatu penjauhan diri dari Allah (Sir 10:12). Kerendahan hati percaya bahwa Allah adalah baik, maka menemukan kekuatan untuk bertekun di bawah pelbagai godaan dan pencobaan. Di sisi lain kesombongan yang melarikan diri dari Allah hanya menggiring orang kepada sikap mementingkan diri sendiri, dan tidak mempunyai kekuatan untuk menanggung kesulitan-kesulitan – atau memahami arti penderitaan.

Jantung atau intisari dari kerendahan hati adalah pengetahuan dan keyakinan bahwa kita adalah penerima kerahiman Allah yang berlimpah, yang sebenarnya kita tak pantas untuk menerimanya. Ketika kita mengalami kasih Yesus yang murah hati dan penuh pengampunan, kita dibuat menjadi rendah hati dan dalam diri kita mulai berkembanglah suatu kemurahan hati yang bersifat ilahi. Dalam terang pengalaman kita akan kasih Allah, kita pun menyadari bahwa kita sendiri hanyalah para pengemis dan tidak berbeda dengan orang-orang yang dicampakkan oleh dunia. Kita sadar bahwa siapa saja di muka bumi ini adalah saudari-saudara dan kita dipanggil untuk berdiri bersama dengan mereka yang berada di “tempat yang paling rendah” (Luk 14:10) dan berbagi dengan mereka kasih ilahi yang baru kita terima itu.

Yesus adalah teladan paling sempurna dari kerendahan hati. Dia cukup rendah hati untuk menamakan diri-Nya sebagai saudara kita, untuk mengidentifikasikan diri-Nya dengan kita yang penuh dosa dan kelemahan, dan bahkan sampai menjadi sama seperti kita, agar dapat menyelamatkan kita. Dengan cara yang sama, Yesus minta kepada kita untuk cukup rendah hati agar dapat memandang setiap orang yang membutuhkan di sekeliling kita sebagai saudari atau saudara, dan agar kita pun melayani orang-orang itu.  Seperti Yesus selalu memperhatikan kepentingan kita, Dia memanggil kita juga untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan sesama kita (Flp 2:4).

Dalam Misa Kudus hari ini, marilah kita mohon kepada Tuhan Yesus untuk menunjukkan harga yang telah dibayar oleh-Nya untuk membebaskan kita masing-masing dari dosa dan mengangkat kita – meninggikan kita – untuk sampai kepada takhta Allah Bapa. Biarlah kasih-Nya menggerakkan kita untuk men-sharing-kan kasih itu dengan orang-orang di sekeliling kita. Semoga kita semua membuat komitmen dalam diri kita sendiri untuk mengangkat saudari-saudara kita, hingga bersama-sama kita dapat memuliakan Yesus, Penebus kita yang rendah hati!

DOA: Tuhan Yesus Kristus, ajarlah aku untuk menaruh kepercayaan kepada penyelenggaraan ilahi hari ini dan tolonglah aku untuk mengasihi dan memperhatikan siapa saja yang Kautempatkan pada jalan hidupku hari ini. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1,7-14), bacalah tulisan yang berjudul TEMPAT YANG PALING UTAMA DAN YANG PALING RENDAH(bacaan tanggal 28-8-22) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 22-08 BACAAN HARIAN AGUSTUS 2022.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 1-9-19 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 27 Agustus 2022 [Peringatan Wajib S. Monika]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SERAHKANLAH KEPADA TUAN RUMAH

SERAHKANLAH KEPADA TUAN RUMAH

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Sabtu, 31 Oktober 2020)

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama.

Karena Yesus melihat bagaimana para undangan memilih tempat-tempat kehormatan, Ia menyampaikan perumpamaan ini kepada mereka, “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada engkau, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di tempat yang lebih terhormat. Dengan demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua orang yang makan bersamamu. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 14:1,7-11)

Bacaan Pertama: Flp 1:18b-26; Mazmur Tanggapan: Mzm 42:2-3,5bcd

Dengan latar belakang perjamuan makan di rumah seorang pemimpin orang-orang Farisi, Lukas melanjutkan pengajaran Yesus tentang pesta. Yesus menceritakan sebuah perumpamaan yang tidak seorang pun dari para hadirin akan mengalami kesulitan untuk memahami perumpamaan tersebut. Kelihatannya perumpamaan itu berada pada tingkat nasihat duniawi tentang bagaimana sampai kepada posisi puncak pada meja dengan mengawalinya dari posisi bawah, dan bagaimana menghindari tindakan memulai di posisi puncak hanya untuk menemukan diri kita digeser ke posisi bawah; namun jika memang itu yang dimaksudkan Yesus, maka hampir dapat dikatakan bahwa itu bukanlah sebuah perumpamaan. Cerita itu bergerak dari hal-hal yang familiar kepada hal-hal yang tidak familiar; Yesus menggiring para pendengar-Nya melalui metafora pesta perkawinan sampai kepada pandangan sekilas lintas tentang Kerajaan Allah, untuk memahami bagaimana kehormatan diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang sungguh rendah hati.

Nasihat yang ditawarkan Yesus bersifat sederhana dan langsung: apabila engkau diundang ke pesta perkawinan, jangan terburu-buru mengambil tempat kehormatan pada meja perjamuan: para tamu terhormat akan tiba di tempat pesta belakangan, dan kita harus memberi tempat kepada mereka; dengan demikian kita berada dalam situasi di mana kita dipermalukan …… berjalan melewati tempat-tempat lain yang telah diisi, dan akhirnya kita mengambil tempat paling bawah pada meja perjamuan. Jadi, daripada memusatkan perhatian kita pada tempat terhormat, ambillah tempat terbawah sehingga dengan demikian ketika tuan rumah masuk ke ruang perjamuan dan melihat kita, maka dia akan menghormati kita di depan para hadirin dengan membimbing kita ke tempat yang lebih tinggi. Karena kita masing-masing adalah tamu pada pesta perjamuan, maka serahkanlah kepada tuan rumah untuk menentukan siapa saja yang pantas menduduki tempat-tempat terhormat, karena ini adalah perjamuannya, maka hal tersebut adalah privilesenya.

Pada pembacaan awal, kata-kata Yesus kelihatannya menawarkan suatu cara yang terkalkulasi dan cerdik, yang menjamin bahwa kita (anda dan saya) akan memperoleh posisi top jika saja kita memainkan power-game dengan cara yang  cocok-manis, tidak hanya akan membuat kita mencapai posisi top, tetapi setiap orang dengan gamblang akan melihat kita naik sampai ke posisi puncak itu. Kemudian kita dapat duduk dan diam-diam memberi selamat kepada diri kita sendiri karena berhasilnya strategi kita. Namun pendalaman lebih lanjut atas teks Injil ini akan meratakan tafsir yang baru saja dikemukakan tadi: orang yang meninggikan dirinya sendiri – apakah melalui cara-cara kasar dengan merebut posisi  atau secara halus lewat insinuasi – akan direndahkan. Jadi, apabila seseorang mengambil tempat paling rendah bukan karena dia percaya bahwa posisi itu adalah memang diperuntukkan baginya, melainkan sebagai hitung-hitung untuk mempengaruhi sikap tuan rumah untuk memindahkannya ke tempat yang lebih tinggi, maka orang itu akhirnya akan terdampar dalam posisi yang memalukan, yaitu ditinggalkan dalam posisi terendah tadi. Kerendahan hati bukanlah masalah memainkan power game yang cantik, melainkan masalah mengakui kebenaran bahwa karena kita diundang (artinya sebuah privilese), maka peranan Allah-lah – bukan peranan kita – untuk memilih tempat duduk kita dalam pesta perjamuan yang diadakan.

Di sini Yesus samasekali tidak memberikan sebuah ringkasan kursus tentang “etiket pada perjamuan makan”; Ia mengundang para pendengar-Nya untuk bergerak melalui contoh sebuah pesta perjamuan yang familiar di telinga para pendengar-Nya untuk sampai kepada pemahaman sebenarnya perihal kehormatan sejati dalam Kerajaan Allah. Seorang pribadi yang akan ditinggikan dalam Kerajaan Allah bukanlah orang yang telah merekayasa jalannya menuju posisi puncak, melainkan seseorang yang mengakui bahwa kehormatan dalam Kerajaan Allah akan diperolehnya (datang kepadanya) pada waktu Sang Tuah Rumah (Allah) sendiri mengakui hal tersebut, bukan pada waktu seorang tamu mengganggapnya demikian. Kehormatan dalam Kerajaan Allah dianugerahkan sesuai dengan apa yang sudah diungkapkan dalam Kidung Maria (Magnificat): “(Ia) menceraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Luk 1:51b-53).

DOA:  Tuhan Yesus Kristus, ajarlah aku untuk menaruh kepercayaan pada penyelenggaraan ilahi hari ini dan tolonglah aku untuk mengasihi dan memperhatikan siapa saja yang Kautempatkan pada jalan hidupku hari ini. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1,7-11), bacalah tulisan yang berjudul “PERGILAH DUDUK DI TEMPAT YANG PALING RENDAH” (bacaan tanggal 31-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 3-11-18 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 29 Oktober 2020

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

LAGI-LAGI PENYEMBUHAN PADA HARI SABAT

LAGI-LAGI PENYEMBUHAN PADA HARI SABAT

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Jumat, 30 Oktober 2020)

OFMCap.: Peringatan Fakultatif B. Angelus dr Acri, Imam Biarawan

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya. Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, “Apakah boleh menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya serta menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya. (Luk 14:1-6)

Bacaan Pertama: Flp 1:1-11; Mazmur Tanggapan: Mzm 111:1-6

Pada zaman Yesus hidup di tengah bangsa Israel, memang ada diskusi-diskusi panas tentang apakah hari Sabat itu merupakan suatu hari yang pantas untuk melakukan penyembuhan orang-orang sakit. Memang sangat berbeda dengan zaman modern di mana kita hidup. Banyak dari kita bahkan tidak memiliki ekspektasi bahwa penyembuhan ilahi dapat menjadi bagian normal dari hidup kita sebagai umat Kristiani. Kalau begitu halnya, boro-boro kita akan mempertimbangkan pada hari yang mana seharusnya penyembuhan itu terjadi! Namun iman kita kepada/dalam Yesus seharusnya tidak boleh begitu sempitnya. Dari waktu ke waktu Allah menunjukkan kepada kita bahwa Dia tidak hanya ingin menyelamatkan jiwa kita, melainkan juga untuk menyembuhkan tubuh dan pikiran kita.

Kata Yunani untuk “menyelamatkan” (sozo) juga berarti “menyembuhkan” atau “membuat utuh”. Sebagai Juruselamat kita, Yesus ingin membuat kita menjadi utuh dalam setiap hal. Yesus menunjukkan kebenaran  ini selagi Dia berjalan dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mewartakan Kerajaan Allah serta menyerukan pertobatan, sambil melakukan mukjizat-mukjizat penyembuhan dan berbagai tanda heran lainnya. Jika kita sungguh ingin menerima penyembuhan dari Yesus, maka kita memerlukan iman yang penuh pengharapan dan doa yang penuh ketekunan. Tentu saja, kita harus menghargai dan menghormati profesi di bidang medis-kedokteran, counseling dlsb. Semua itu juga merupakan instrumen-instrumen kuat-kuasa Allah. Namun jauh melampaui upaya medis/ kedokteran dan upaya-upaya manusiawi lainnya, Allah dapat melakukan dan masih melakukan mukjizat-mukjizat dan berbagai tanda heran lainnya. Secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain kita dapat berdoa untuk kesembuhan orang sakit. Kita juga dapat mohon bantuan orang Kristiani dengan iman yang dewasa untuk mendoakan kita. Ingatlah apa yang ditulis oleh Yakobus: “Kalau ada seseorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para panatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (Yak 5:14).

Banyak studi ilmiah di bidang penyakit telah menunjukkan adanya suatu relasi antar  pikiran-pikiran kita dan tubuh kita. Kitab Suci Perjanjian Lama bahkan mengatakan kepada kita bahwa “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang” (Ams 14:30; bdk. 17:22). Barangkali yang lebih menarik lagi adalah studi-studi paling akhir yang telah menunjukkan adanya suatu relasi yang spesifik antara doa dan kesembuhan – bahkan ketika para pasien tidak mengetahui bahwa diri mereka sedang didoakan.

Allah ingin agar kita tetap penuh damai dan tenang selagi kita datang kepada-Nya dengan setiap kebutuhan kita. Selagi kita memusatkan diri kita dan “beristirahat” di hadapan hadirat-Nya, baiklah kita mengingat bahwa positive thinking dan ketenangan kita adalah pencerminan dari iman Yesus sendiri akan kemampuan Bapa-Nya untuk menjaga dan memelihara diri-Nya. Oleh karena itu, marilah kita membuka diri bagi kuat-kuasa Allah untuk menyembuhkan, di samping itu untuk menerima kesembuhan ilahi sebagai suatu bagian normal dari kehidupan kita sebagai umat Kristiani.

DOA: Bapa surgawi, perkenankanlah aku menjadi seorang saksi dari rahmat penyembuhan-Mu. Ajarlah aku untuk sabar dalam penderitaanku selagi aku berpaling kepada Roh Kudus untuk mempelajari kehendak-Mu. Jagalah aku agar dapat tetap berpengharapan dan terbuka bagi kuat-kuasa dan hasrat-Mu untuk membuat umat-Mu menjadi pribadi-pribadi yang utuh. Jadikanlah hatiku seperti hati Yesus Kristus, Putera-Mu terkasih. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1-6), bacalah tulisan yang berjudul “” (bacaan tanggal 30-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 3-11-17 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 28 Oktober 2020 [Pesta S. Simon dan Yudas, Rasul]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS S

SIAPA SAJA YANG HARUS DIUNDANG?

SIAPA SAJA YANG HARUS DIUNDANG ?

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Carolus Borromeus, Kardinal Pelindung Ordo Saudara-Saudara Dina, anggota Ordo III Sekular S. Fransiskus – Senin, 4 November 2019)

FMM: Peringatan Wafat B. Marie de la Passion, Ibu Pendiri

CB: HR S. Carolus Borromeus, Pelindung Tarekat

Lalu Yesus berkata juga orang yang mengundang Dia, “Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau lagi dan dengan demikian engkau mendapat balasannya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasannya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” (Luk 14:12-14) 

Bacaan Pertama: Rm 11:29-36; Mazmur Tanggapan: Mzm 69:30-31,33-34,36-37 

Yesus melanjutkan pengajaran-Nya yang berhubungan dengan kehadiran-Nya dalam sebuah pesta perjamuan.  Sebelumnya Dia mengajar tentang “tempat yang paling utama dan yang paling rendah”, yang pada intinya adalah mengenai “kerendahan hati” (lihat Luk 14:1,7-11). Sekarang Ia berbicara langsung kepada orang Farisi yang mengundang-Nya. Dalam kesempatan ini Yesus memberikan sejumlah petunjuk dan sebuah peringatan. Yesus berbicara secara umum namun sekali lagi Dia tampil sebagai seorang guru hikmat-kebijaksanaan yang tak tertandingi.

Menurut tradisi Yahudi, makan bersama adalah sebuah tanda kasih persaudaraan. Dalam kerangka itulah Yesus memberikan petunjuk-Nya agar tuan rumah yang mengundang janganlah hanya mengundang orang-orang yang telah menjalin relasi baik dengannya (misalnya keluarga, para sahabat dan mitra bisnis) yang kaya-kaya. Orang-orang itu kiranya pasti akan mampu membalas dengan undangan serupa. Kita ketahui bahwa memberi demi diberi (Latin: do ut des) bukanlah pernyataan kasih, melainkan bukti adanya pamrih. Pada kesempatan lain Yesus mengajar: “Kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan tanpa mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu murah hati” (Luk 6:35-36). Sejatinya, kasih yang mengharapkan balasan bukanlah kasih murni……. transaksional!

Setelah kalimat bernada negatif (Luk 14:12b), Yesus mengucapkan kalimat bernada positif. Menurut Yesus, yang harus diundang adalah orang-orang yang tidak mampu untuk menyampaikan undangan balasan, karena mereka termasuk golongan orang-orang yang sungguh miskin, orang-orang kecil, ….. “wong cilik”. Orang-orang Yahudi memandang hina sesama mereka yang buta, pincang/lumpuh atau menderita cacat fisik. Orang-orang ini tidak boleh mengikuti upacara liturgi dalam Bait Suci (lihat Im 21:17-24). Yesus – yang memang adalah “tanda lawan” pada zaman-Nya – justru menaruh perhatian khusus terhadap orang-orang seperti itu. Yesus memiliki keyakinan bahwa semua orang yang menganggap diri tidak layak dan yang dianggap tidak layak oleh masyarakat, justru akan diterima di dalam Kerajaan Allah. Nasib sebaliknya akan menimpa diri orang-orang Farisi yang sombong dan amat yakin akan diri mereka. Itulah sebabnya mengapa Yesus melakukan banyak mukjizat demi kesembuhan orang-orang yang menderita cacat. Dengan begitu kerajaan Allah menjadi sebuah realitas di atas muka bumi ini. Karena orang miskin tidak mampu membalas, maka Allah sendirilah yang akan menggantikan tugas mereka. 

Orang-orang yang disebutkan oleh Yesus adalah mereka yang membutuhkan makanan dan minuman karena mereka lapar dan haus; orang-orang yang memerlukan pertemanan karena mereka adalah orang-orang yang tersisihkan dalam masyarakat; orang-orang yang membutuhkan kegembiraan karena telah begitu banyak ditimpa kesedihan; orang-orang yang membutuhkan syering karena selama ini mereka terisolasi dalam penderitaan sakit mereka. Berbagai kebutuhan nyata dari orang-orang miskin-kecil ini biasanya tidak dipenuhi. Nah, Yesus justru minta sang tuan rumah yang mengundang makan itu untuk mengundang orang-orang seperti itu, bebas tanpa biaya. Dengan demikian keprihatinan kita terhadap orang-orang lain sungguh otentik.

Mereka yang menawarkan hospitalitas yang tidak dapat dibalas oleh pihak yang dilayani di dunia ini akan memperoleh ganjarannya pada hari kebangkitan orang-orang benar. Apabila seseorang berbaik hati terhadap orang-orang cacat dan “wong cilik” lainnya, dengan tulus hati berbagi (sharing) meja makan bersama dengan mereka, maka Tuhan akan mengingat kebaikan hati mereka. Dan, seperti yang akan dikembangkan Yesus dalam perumpamaan berikutnya (Luk 14:15-24), maka justru orang-orang miskin, para pengemis, orang-orang buta dan cacat lainnya yang diberikan kehormatan dalam kerajaan surga. Soalnya bukanlah orang yang bersih mengundang orang yang tidak bersih, orang yang sehat mengundang orang yang cacat, melainkan terlebih-lebih orang-orang cacat sharing pada meja perjamuan bersama orang-orang cacat, pengemis dengan pengemis dst. Mengapa? Karena apabila kita sampai pada kerajaan Allah, siapa yang dapat duduk di tempat terhormat pada meja perjamuan? Siapa yang dapat mengandaikan bahwa diri mereka tidak termasuk sekumpulan besar orang buta, lumpuh dan lain sebagainya?

DOA: Tuhan Yesus,  oleh kuasa Roh Kudus-Mu, bentulah aku menjadi seorang murid-Mu yang rendah hati dan tanpa mengenal pamrih dalam melakukan kebaikan bagi orang-orang miskin, orang-orang cacat dan orang-orang kecil pada umumnya. Terpujilah nama-Mu selalu! Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:12-14), bacalah tulisan yang berjudul “MENGASIHI MEREKA YANG KURANG ATAU TIDAK DIKASIHI” (bacaan tanggal 4-11-19) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 19-11 BACAAN HARIAN NOVEMBER 2019. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 5-11-18 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 1 November 2019 [HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

ISTIRAHAT ALLAH

ISTIRAHAT ALLAH

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Jumat, 3 November 2017)

Ordo-ordo S. Fransiskus: Peringataan Arwah untuk sanak saudara dan para penderma.

 

Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. Datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya. Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, “Apakah boleh menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” Mereka diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya serta menyuruhnya pergi. Kemudian Ia berkata kepada mereka, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat?” Mereka tidak sanggup membantah-Nya. (Luk 14:1-6) 

Bacaan Pertama: Rm 9:1-5; Mazmur Tanggapan: Mzm 147:12-15,19-20 

Sekali lagi, Yesus menemukan diri-Nya di tengah-tengah kontroversi tentang penyembuhan di hari Sabat. Orang-orang Farisi yang berkonfrontasi dengan Yesus berpijak pada tafsir sangat sempit tentang perintah-perintah Allah, yang menggiring mereka pada kecurigaan terhadap diri Yesus dan mencari kesempatan untuk menjebak-Nya. Di lain pihak, Yesus mengambil kesempatan ini untuk mengajar mereka tentang inti pokok dari hukum Allah, yang adalah belas kasih dan penyembuhan.

Ketika Yesus menyembuhkan orang yang sakit busung air – suatu penyakit yang disebabkan oleh banyaknya cairan dalam tubuh yang mungkin berkaitan dengan suatu kondisi jantung – maka Dia sekali lagi mengkonfrontir pemahaman sempit orang-orang Farisi tentang cara-cara atau jalan-jalan Allah. Aplikasi sempit dari hukum Sabat tidak memberi ruang sedikit pun bagi kasih dan belas kasih yang merupakan fondasi dari setiap perintah Allah. Yesus langsung saja mempersoalkan kekakuan tafsir/sikap dari orang-orang Farisi tersebut. Jika orang yang berakal sehat saja akan menyelamatkan anak atau hewan peliharaannya yang terperosok ke dalam sebuah sumur pada hari Sabat, apalagi Allah yang begitu berhasrat untuk menyelamatkan anak-anak-Nya yang membutuhkan pertolongan di mana dan kapan saja? Dari semua hari sepanjang pekan, justru hari Sabat-lah yang paling pas bagi para anak Allah untuk menerima sentuhan penyembuhan-Nya. Lagipula, bukankah Allah selalu menginginkan kita masuk ke dalam istirahat-Nya?

Istirahat Sabat yang diinginkan oleh Allah bagi kita datang dari suatu pengalaman akan kasih-Nya yang intim – suatu keintiman yang menempatkan damai-sejahtera dalam hati kita, apa pun sikon yang kita hadapi. Yesus datang untuk melakukan inaugurasi atas istirahat Sabat ini di atas bumi melalui penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya. Sebagai umat-Nya, Gereja, kita sekarang dapat mengalaminya secara lebih mendalam.  Dalam keintiman ini, kita mengenal Allah sebagai “seorang” Bapa yang sangat mengasihi kita dan Ia juga Mahaperkasa, dan kita tahu bahwa kita adalah milik-Nya. Kita belajar untuk menaruh kepercayaan bahwa Dia akan memenuhi segala kebutuhan kita dan kita menyerahkan hidup kita kepada penyelenggaraan-Nya.

Bagaimana kita mengalami istirahat Allah? Unsur atau elemen yang paling esensial adalah doa, yang menempatkan kita ke dalam kontak dengan realitas-realitas Kerajaan Allah. Selagi kita membuka diri kita bagi Allah melalui doa, pembacaan dan permenungan sabda Allah dalam Kitab Suci, dan hidup sakramental dalam Gereja, maka hidup Allah mampu untuk meresap ke dalam keberadaan kita secara lebih penuh. Dengan beristirahat dalam Kristus melalui doa dan ketaatan yang diungkapkan dengan rendah hati, kita menjadi lebih yakin akan kasih-Nya bagi kita dan kita menerima sentuhan penyembuhan-Nya secara lebih mendalam.

DOA: Tuhan Yesus, aku membuka hatiku bagi-Mu sekarang.  Semoga aku dapat masuk ke dalam istirahat-Mu dan mengalami belas kasih dan kesembuhan daripada-Mu. Tolonglah aku agar supaya dapat melihat bahwa kasih itu berada di jantung setiap hukum-Mu. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 14:1-6), bacalah tulisan yang berjudul “LAGI-LAGI PENYEMBUHAN PADA HARI SABAT” (bacaan tanggal 3-11-17) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 17-10 BACAAN HARIAN NOVEMBER 2017. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 30-10-15 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 2 November 2017 [PENGENANGAN ARWAH SEMUA ORNG KUDUS] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS