MEMBEBASKAN DARI HAL-HAL YANG MENGIKAT KITA

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXX – Senin, 26 Oktober 2020)

Pada suatu kali Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri tegak lagi. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat, lalu ia berkata kepada orang banyak. “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.”  Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Perempuan ini keturunan Abraham dan sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis; bukankah ia harus dilepaskan dari ikatannya itu?”  Waktu ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya. (Luk 13:10-17)

Bacaan Pertama: Ef 4:32-5:8; Mazmur Tanggapan: Mzm 1:1-4,6

Apakah kiranya yang menjadi motivasi perempuan yang bungkuk ini? Barangkali – seperti juga banyak orang lain yang memenuhi sinagoga pada hari Sabat itu, perempuan itu hanya didorong oleh rasa ingin tahunya tentang sang rabi “pembuat mukjizat” dari Nazaret yang banyak dibicarakan orang-orang itu. Setelah 18 tahun lamanya tidak mampu berdiri dengan tegak, perempuan itu barangkali tidak mengharapkan terlalu banyak agar dapat disembuhkan sepenuhnya …… untuk menjadi “normal” kembali. Walaupun dia mencari kesempatan untuk mengalami penyembuhan secara fisik, dia barangkali tidak pernah mengira bahwa Yesus akan memulihkan martabat dirinya sebagai seorang “keturunan Abraham” (Luk 13:16). Faktanya, inilah yang dilakukan oleh Yesus.

Perempuan ini sungguh ditransformasikan. Setelah begitu lama menderita karena diikat oleh roh yang melumpuhkan, perempuan ini sudah hampir kehilangan kekuatan dan martabat pribadinya. Namun sekarang, dia dapat berdiri tegak sekali lagi dan menatap masa depannya dengan penuh sukacita. Yesus telah membuat dirinya utuh – manusiawi secara penuh dan otentik, seorang puteri Allah yang hidup.

Santo Paulus mengatakan kepada kita bahwa kita semua telah menerima Roh yang menjadikan kita anak Allah (Rm 8:15). Allah telah mengadopsi kita sebagai anak-anak milik-Nya sendiri, dan martabat kita sekarang berarti berakar pada kebenaran ini. Kita adalah anak-anak-Nya  sendiri, dirahmati dengan suatu warisan yang diberikan kepada kita oleh “seorang” Allah yang mahakuasa dan mahapemurah. Tidak ada apapun atau siapapun yang dapat mengambilnya dari diri kita.

Bagaimana kita mengklaim warisan ini? Dipimpin oleh Roh Kudus, kita dapat pergi menghadap Yesus dan mohon kepada-Nya untuk membebaskan kita dari hal-hal yang mengikat diri kita. Sekarang, marilah kita melihat diri kita sendiri, apakah kita selama ini dibebani oleh masalah yang kelihatannya begitu berat menindih? Apakah kita (anda dan saya) kadang-kadang merasa tertekan oleh rasa takut yang tak kunjung dapat kita buang? Allah ingin membebaskan kita dari berbagai kelemahan kita, sehingga dengan demikian kita dapat hidup dengan penuh kepercayaan dan dalam kebenaran.

Kita harus senantiasa waspada dan menjaga agar martabat kita sebagai anak-anak Allah yang telah dimenangkan oleh Yesus pada kayu salib jangan sampai dirampas oleh si jahat. Kemenangan Yesus itu adalah kemenangan kita: “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah” (Rm 8:15). Dalam doa kita hari ini, marilah kita memohon kepada Allah untuk membebas-merdekakan kita dari apa saja yang menindih kita. Dia ingin memulihkan kita sehingga kita sungguh dapat menjadi cerminan-Nya. Oleh karena itu, marilah kita menghadap Yesus dan mengklaim martabat yang adalah milik kita dalam Dia.

Sekarang, marilah kita singgung sedikit tentang kegusaran kepala rumah ibadat karena Yesus menyembuhkan perempuan itu pada hari Sabat dan tanggapan Yesus terhadap kegusarannya. Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat bukanlah karena Dia tidak menghormati hari Sabat itu, melainkan karena Dia menempatkan peraturan-peraturan tentang Sabat itu ke dalam perspektif yang benar.

Roh Kudus memampukan kita untuk menafsirkan dan menerapkan peraturan-peraturan keagamaan, yang  jika dilakukan tanpa hikmat sedemikian dapat secara mudah menjadi bertentangan dengan maksudnya yang semula. Suatu peraturan pada dirinya bukanlah tujuan melainkan sarana untuk mencapai tujuan. Misalnya peraturan gerejawi bahwa seseorang harus berpuasa selama satu jam (58 menit) sebelum menyambut Komuni Kudus. Menerapkan peraturan itu secara kaku malah dapat mengaburkan tujuan asli dari peraturan tersebut, yaitu respek pada Ekaristi.

DOA: Bapa surgawi, kami percaya pada kuat-kuasa-Mu dan kasih-Mu. Bebaskanlah diri kami semua dari apa saja yang mengikat/mengungkung kami dan sembuhkanlah kami, agar kami dapat sungguh-sungguh hidup sebagai anak-anak-Mu. Oleh Roh Kudus-Mu, mampukanlah kami untuk menafsirkan dan menerapkan berbagai peraturan keagamaan dengan penuh hikmat. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 13:10-17), bacalah tulisan yang berjudul “LAGI-LAGI PENYEMBUHAN PADA HAR SABAT ” (bacaan tanggal 26-10-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-10 BACAAN HARIAN OKTOBER 2020.

(Tu;isan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tranggal 29-10-18 dalam situs/blog SANG SABDA)

Cilandak, 25 Oktober 2020 [HARI MINGGU BIASA XXX – TAHUN A]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS