BUKAN YANG MASUK KE DALAM MULUT, TETAPI YANG KELUAR DARI MULUT

(Bacaan Injil Misa Kudus, Peringatan Wajib S. Yohanes Maria Vianney, Imam Praja [anggota OFS] – Selasa, 4 Agustus 2020

Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata, “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.”

Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka, “Dengar dan perhatikanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”

Kemudian datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya, “Tahukah engkau bahwa perkataan-Mu itu telah membuat orang-orang Farisi sakit hati?” Jawab Yesus, “Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di surga akan dicabut dengan akar-akarnya. Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lubang.” (Mat 15:1-2,10-14) 

Bacaan Pertama: Yer 30:1-2,12-15,18-22; Mazmur Tanggapan: Mzm 102:16-21,29,22-23

“Dengar dan perhatikanlah: bukan yang yang masuk ke dalam ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”  (Mat  15:11)

Bagi seorang Yahudi, pernyataan Yesus ini sangat mengagetkan. Mengapa? Karena lewat pernyataan ini, Yesus tidak hanya menyalahkan praktek keagamaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang menekankan aspek rituale dan seremonial belaka, melainkan juga menghapus banyak bagian dari Kitab Imamat. Posisi Yesus ini tidak hanya merupakan kontradiksi dari tradisi nenek moyang, melainkan juga kontradiktif dengan Kitab Suci. Kata-kata Yesus ini membatalkan  hukum tentang makan dan minum di dalam Perjanjian Lama. Mungkin saja hukum ini masih ada sekadar sebagai ungkapan akal sehat sehubungan dengan norma kesehatan [hygiene] dan hikmat-kebijaksanaan di bidang medis; tetapi semua tidak boleh lagi menjadi norma-norma agama. Sekali lagi Yesus menekankan bahwa yang penting bukanlah ketaatan pada ritual, tetapi keadaan hati seorang pribadi manusia.

Jadi, tidak mengherankanlah apabila para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tergoncang. Dasar pokok dari agama mereka “dipotong” oleh Yesus di bawah hidung mereka sendiri. Pernyataan Yesus itu tidak hanya menjadi “peringatan yang keras”, melainkan juga sangat revolusioner. Apabila Yesus benar adanya, maka keseluruhan teori agama mereka adalah salah besar. Mereka mengidentifikasi agama dan menyenangkan Allah dengan sekadar mentaati peraturan-peraturan yang berurusan dengan kebersihan dan ketidakbersihan, dengan apa yang dimakan oleh orang dan dengan bagaimana dia mencuci tangan-tangannya sebelum makan. Sebaliknya, Yesus mengidentifikasi agama dengan keadaan hati seorang pribadi manusia, dan dengan tegas Ia mengatakan bahwa aturan-aturan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak berurusan dengan agama. Yesus mengatakan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah para “pembimbing buta” yang sebenarnya tidak tahu caranya untuk sampai kepada Allah. Jadi bagi orang-orang yang mengikuti para “pembimbing buta” tersebut, maka mereka dapat berharap untuk sesat di tengah jalan atau jatuh ke dalam lembah kesesatan. Yesus benar sekali dalam pernyataan-Nya di atas:

  1. Jika agama hanya terdiri dari peraturan-peraturan dan pelaksanaannya yang bersifat eksternal, maka terlalu mudah jadinya. Sangat jauh lebih mudah untuk tidak memakan makanan-makanan tertentu dan untuk membasuh tangan dengan cara tertentu daripada untuk mengasihi orang-orang yang tak pantas dikasihi, dan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan dengan biaya berupa waktu kita yang berharga, uang dan kenyamanan serta kenikmatan kita yang harus dikorbankan.

Kita sering lupa atau belum sepenuhnya belajar bahwa pergi ke gereja secara teratur, untuk memberi kolekte kepada gereja tanpa rasa kikir, menjadi anggota kelompok Kitab Suci, semuanya adalah hal-hal yang bersifat eksternal. Semua yang khasat mata itu cuma alat menuju agama; namun semua itu bukanlah agama. Kita tidak boleh bosan-bosan mengingatkan diri kita sendiri bahwa agama adalah relasi pribadi dan suatu sikap terhadap Alllah dan sesama kita.

Jika agama hanya berupa pelaksanaan peraturan-peraturan yang bersifat eksternal, maka hal itu dapat menyesatkan (Inggris: misleading). Tidak sedikit orang yang kelihatannya menjalani kehidupan yang baik tanpa salah, namun mereka memiliki hati dan pikiran yang jahat. Ajaran Yesus mengingatkan kita bahwa apa-apa yang kelihatan baik oleh mata jasmani kita tidak menjamin adanya hati yang penuh dengan segala hal yang jahat.

  1. Yesus mengajarkan bahwa bagian penting dari seorang pribadi manusia adalah hatinya. Dalam “Sabda-sabda Bahagia”, Yesus bersabda: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).

Yang penting bagi Allah bukanlah lebih-lebih bagaimana kita bertindak, tetapi mengapa kita melakukan tindakan tertentu, bukanlah lebih-lebih apa yang kita lakukan sebenarnya, tetapi apa yang dari hati terdalam kita ingin lakukan. Santo Thomas Acquinas pernah berkata: “Manusia melihat hasil perbuatan, namun Allah melihat niat manusia.”

Jadi, jangan kita sampai salah. Tidak seorang pun dari kita dapat mengatakan diri kita baik karena kita taat kepada berbagai peraturan yang bersifat eksternal; dia hanya dapat mengatakan dirinya baik apabila hatinya murni. Inilah akhir dari kesombongan dan alasan mengapa kita masing-masing hanya dapat berkata: “Allah, berbelas kasihlah kepadaku, seorang pendosa!”

DOA: Tuhan Yesus Kristus, terima kasih penuh syukur kami haturkan kepada-Mu untuk pengajaran-Mu bahwa praktek keagamaan sesungguhnya adalah masalah hati, bukan tata-cara atau rituale yang bersifat eksternal. Kami tahu bahwa bagi-Mu dan juga bagi Gereja Perdana, masalah ini adalah masalah hidup atau mati. Teristimewa bagi kami yang hidup sebagai minoritas dalam masyarakat yang sangat plural, anugerahkanlah kepada kami keberanian untuk menyatakan kebenaran yang kami yakini lewat kata-kata dan perbuatan kami. Amin.

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Mat 15:1-2,10-14), bacalah tulisan yang berjudul “KONFLIK TERBUKA YANG BERKELANJUTAN” (bacaan tanggal 4-8-20) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 20-08 BACAAN HARIAN 2020. 

Cilandak, 3 Agustus 2020 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS