MENGAMPUNI, MENGAMPUNI, MENGAMPUNI !!!

 (Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan I Prapaskah – Sabtu, 20 Februari 2016)

02-sermon-on-the-mount-1800

Kamu telah mendengar yang difirmankan, Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu: Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari  bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga sempurna.” (Mat 5:43-48) 

Bacaan Pertama: Ul 26:16-19; Mazmur Tanggapan: Mzm 119:1-2,4-5,7-8  

“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44).

Jika mengampuni orang-orang lain begitu penting artinya, mengapa koq begitu sulit untuk dipraktekkan? Sekali-kali kita mendengar cerita berkaitan dengan pengampunan yang mengharukan. Seorang ayah mengampuni seorang laki-laki yang memperkosa anak perempuannya yang masih remaja. Seorang perempuan mengampuni suaminya yang tidak setia. Seorang anak laki-laki remaja mengampuni ayahnya yang pemabuk dan suka melakukan KDRT. Cerita-cerita seperti ini dapat menyentuh hati kita secara mendalam dan dapat memberikan inspirasi kepada kita untuk mengampuni mereka yang telah menyakiti hati kita. Namun di kedalaman hati kita bisa saja kita masih berpikir: “Ya, sedikit penolakan sah-sah saja dan dapat dipahami. Boleh saja untuk memendam rasa dongkol dan kesal kita terhadap seseorang yang menyebabkan sakit mendalam dalam diri kita.” 

Rupanya pada masa Yesus ada pemimpin-pemimpin agama yang mengajarkan bahwa pada sikon-sikon tertentu diperbolehkanlah bagi seseorang untuk menolak pemberian pengampunan kepada orang-orang yang bersalah kepada orang itu. Dengan perkataan lain diperbolehkanlah bagi orang untuk membenci musuhnya. Namun yang menarik adalah bahwa perintah untuk mengasihi sesama kita ditemukan dalam Hukum Musa (Im 19:18), sedangkan “membenci musuh-musuhmu” tidak ada samasekali. Dari sejak awal rencana Allah memang tetaplah pencurahan kasih dan pengampunan-Nya bagi semua orang.

Dalam hal Yesus sendiri sudah jelas, karena Dia adalah seorang pemimpin yang walk the talk, tidak “omdo”. Ketika tergantung di kayu salib, Ia berdoa: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:34). Demikian pula dengan kesaksian para kudus. Berikut ini adalah beberapa contoh: Santo Stefanus mendoakan mereka yang menganiaya dirinya dan akhirnya menyebabkan kematiannya. Beberapa saat sebelum kematiannya sebagai martir Kristiani yang pertama, orang kudus ini berdoa: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kis 7:60). Santo Yohanes dari Salib [1542-1591], pembaharu ordo Karmelit dijebloskan oleh para biarawan Karmelit ke dalam “penjara biara” dan diperlakukan dengan kejam, namun ia berhasil melarikan diri. Usahanya untuk membaharui ordonya disalahtafsirkan oleh para Karmelit yang lain. Karena itu orang kudus ini diperlakukan dengan semena-mena sampai wafatnya. Orang kudus ini mengampuni para biarawan Karmelit yang mendzoliminya. Karena tulisan-tulisan rohaninya, Santo Yohanes dari Salib dihormati sebagai pujangga Gereja. Santa Maria Goretti [1890-1902] mengampuni seorang laki-laki yang menusuknya hingga mati karena percobaan pemerkosaan atas dirinya. Remaja puteri yang suci ini pernah berkata kepada ibundanya: “Lebih baik mati seribu kali daripada berbuat dosa satu kali.” Pada abad ke-20, Santo Paus Yohanes Paulus II mengampuni orang yang mencoba membunuhnya dan kemudian menerima pengakuan orang itu. 

Saudari dan Saudaraku terkasih. Bilamana kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita, maka kita pun bebas untuk mengalami belas kasih Allah, bahkan selagi kita menjadi saluran-saluran hidup dari belas kasih Allah. 

Sekarang, apakah kita (anda dan saya) masih mempunyai ganjalan-ganjalan dalam hati terhadap orang lain? Apakah kita masih saja berulang-ulang “menghidupkan kembali” luka-luka (batin) kita di masa lampau – dengan demikian membangun penolakan yang yang kuat lagi? Apakah kita sungguh ingin menghentikan “lingkaran setan” ini? Barangkali sekarang adalah saatnya untuk memohon kepada Allah untuk menolong kita mengambil satu langkah lagi menuju tindakan mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita. Masa Prapaskah adalah suatu masa yang sempurna guna membuat kemajuan-kemajuan! Marilah kita mengambil langkah pada hari ini juga, dengan penuh kepercayaan bahwa Allah akan menolong kita! 

DOA: Bapa surgawi, aku mengaku bahwa diriku masih memendam rasa kesal dan penolakan. Aku ingin bebas dari luka-luka batinku dan lingkaran setan yang disebabkan oleh luka-luka lama. Berikanlah kepadaku rahmat agar mau dan mampu mengampuni orang-orang yang telah mendzolimi diriku. Semoga aku berbelas kasih seperti Engkau senantiasa berbelas kasih kepada umat-Mu. Amin.

 Catatan: Untuk mendalami bacaan Injil ini (Mat 5:43-48), bacalah tulisan yang berjudul “MENGASIHI MUSUH” (bacaan tanggal 20-2-16) dalam situs/blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 16-02 BACAAN HARIAN FEBRUARI 2016. 

(Tulisan ini adalah revisi dari tulisan dengan judul sama untuk bacaan tanggal 28-2-15 dalam situs/blog SANG SABDA) 

Cilandak, 15 Februari 2016

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS