SANTA BAPTISTA VARANO [1458-1524]
Pada hari ini, tanggal 30 Mei, keluarga Ordo Santa Klara (Ordo II dalam Ordo Fransiskan) memperingati Santa Baptista Varano (Camilla Battista da Varano). Baptista adalah puteri Adipati Julius Caesar (Giulio Cesare da Varano) dari Camarino, Italia. Dia dilahirkan pada tanggal 9 April 1458 di Camarino, Maceratta, sebagai seorang anak yang dilahirkan diluar pernikahan resmi. Dia dipelihara serta dibesarkan oleh Giovanni Maletesta, istri sah dari ayahnya. Suami istri Giulio Cesare dan Giovanni Maletesta sangat sayang kepada Baptista. Dia memperoleh pendidikan layaknya seorang anak bangsawan, yaitu pendidikan di bidang bahasa dan retorika.
Pada suatu hari – ketika berumur 8 atau 10 tahun, Baptista mendengar sebuah khotbah yang diberikan oleh seorang Fransiskan observanti, Fra Domenico da Leonessa, yaitu tentang penderitaan sengsara yang penuh kepahitan dari Kristus. Gambaran sengsara yang diberikan oleh sang Saudara Dina sungguh menyentuh hati si puteri bangsawan yang masih sangat muda itu. Fra Domenico mengakhiri khotbahnya dengan mengajak para pendengarnya untuk meneteskan sebutir air mata untuk/demi sengsara Kristus. Seperti dikatakan di atas, khotbah Fra Domenico memberi kesan mendalam kepada Baptista. Kemudian dia berjanji kepada Allah untuk meneteskan sebutir air mata cinta untuk sengsara Kristus pada setiap hari Jumat Agung. Mula-mula praktek seperti ini tidak memberi kenyamanan kepada dirinya. Meskipun dipaksa-paksa susahlah baginya untuk meneteskan air mata, dan setelah baru saja meneteskan air mata dia cepat-cepat lari dan bermain lagi. Fra Domenico da Leonessa ini adalah salah satu dari sejumlah bapak pengakuannya.
Mula-mula Baptista tidak tertarik pada hal-hal yang menyangkut kehidupan spiritual, seperti devosi. Dia juga suka mengganggu para saudara dina dan para biarawati. Dapat dikatakan, bahwa pada masa mudanya hidup Baptista dipenuhi dengan kesia-siaan hal-hal duniawi, walaupun hatinya tetap tak dinodai. Dia suka berpenampilan anggun layaknya puteri bangsawan, mengenakan baju yang mahal dan penuh sukacita apabila memakai perhiasan berlian yang berkilau-kilauan. Namun demikian, Baptista tetap setia dengan janjinya.
Pada suatu hari dia mendapat sebuah buku kecil yang berisikan meditasi atas sengsara Kristus, buku yang terdiri dari 15 bagian (disusun untuk dibaca sebagai rangkaian rosario). Kemudian, dia mulai membacanya setiap hari Jumat sambil berlutut di depan salib Kristus. Lalu dia juga mulai dengan praktek kesalehan lainnya seperti berpuasa tidak makan roti dan minum air, berjaga di waktu malam. Semua ini membuatnya meneteskan air mata secara bebas-lepas. Di sisi lain, Baptista tetap melanjutkan memakai waktunya untuk bermain musik, bernyanyi, berdansa-dansi, pergi berjalan-jalan, dan lain-lain hal yang terdapat secara berlimpah di dalam kehidupan istana, yang kemudian disebutnya sebagai kesia-siaan.
Pada masa Prapaskah tahun 1479 Baptista mendengarkan khotbah yang dibawakan oleh seorang Fransiskan Observanti, Fra Francesco da Urbino tentang “terompet/sangkakala Roh Kudus”. Khotbah ini sungguh menggoncang sanubari Baptista. Secara diam-diam dia berkorespondensi dengan Saudara Dina ini dalam rangka bimbingan rohani. Sentuhan Roh Kudus begitu mendalam sehingga dia menangisi tanpa henti kesia-siaan hidupnya sebelum itu. Baptista pun bertobat. Sejak saat itu, tidak ada satu haripun dalam kehidupannya yang dilewatkan tanpa meditasi atas sengsara Tuhan kita Yesus Kristus. Selang beberapa waktu, Baptista mendengar lagi khotbah Fra Francesco da Urbino. Sekarang Baptista merasa lebih bahagia daripada apabila dia menerima sebuah mahkota kerajaan. “Pada Hari Raya Kabar Sukacita” (Maria diberi kabar oleh malaikat Gabriel) tanggal 24 Maret 1479, Baptista yang sudah berumur 21 tahun ini mengucapkan kaul kemurniannya. Di bawah bimbingan seorang Fransiskan yang bernama Petrus dari Mogliano (Beato), Baptista juga mempraktekkan berbagai mortifikasi fisik, dan bangun setiap malam untuk berdoa rosario untuk menghormati Bunda Allah.
Sementara itu sang ayah merencanakan pernikahan puterinya, namun hasrat hati Baptista hanyalah untuk mengabdikan dirinya bagi Allah dan mengkontemplasikan misteri-misteri ilahi di sebuah sel biara yang sunyi-sepi. Sejak saat itu Suster Baptista mulai mendengar suara-suara di hatinya yang mengatakan bahwa satu-satunya harapan keselamatan dirinya adalah menjadi seorang biarawati. Setelah mengaku dosa di hadapan Fra Oliviero, pada tanggal 17 April 1479, Baptista memutuskan untuk masuk biara para suster Klaris di Urbino. Selama dua tahun, sang ayah menentang rencana suci puteri yang dikasihinya itu. Akan tetapi, pada akhirnya dia memberi izin juga kepada puterinya untuk menerima kudung biarawati dalam biara Klaris di Urbino.
Sejak kira-kira dua setengah tahun sebelum masuk biara, Baptista mulai menulis tentang pertobatannya yang mendalam dan pembalikan dirinya kepada Kristus. Dia menulis tentang betapa penuh sukacita dirasakannya ketika mengetahui bahwa Kristus sungguh mengasihinya. Dia juga menulis tentang perjumpaannya dengan Kristus, namun yang dilihatnya hanyalah bagian belakang tubuh Kristus. Baptista memang adalah seorang biarawati Klaris yang banyak menulis.
Di belakang hari orang kudus ini seringkali berkata: “O, betapa aku mengalami kemanisan di dalam biara suci di Urbino.” Beberapa tahun kemudian ada permintaan yang bersifat urgent agar para suster Klaris membuka biara di Camerino. Sang Pangeran (ayah dari Suster Baptista) membangun sebuah biara bagi para suster Klaris itu. Bersama beberapa suster lainnya, Baptista dikirim ke sana atas perintah atasannya.
Pada saat itu panggilan suster Baptista sudah teguh, namun tetap saja dia tidak luput dari berbagai pencobaan yang penuh derita. Untuk kurun waktu yang cukup lama dia menderita karena penyakit yang sungguh menyakitkan secara fisik. Kemudian dia juga mengalami perjuangan-perjuangan secara batiniah serta penganiayaan oleh orang-orang jahat. Meskipun mengalami semua hal itu, Baptista berterima kasih penuh syukur kepada Allah untuk semua penderitaan yang diperkenankan-Nya terjadi atas dirinya. Baptista merasakan bahwa lewat berbagai penderitaannya, dia secara lebih intim lagi dipersatukan dengan Juruselamatnya yang menderita. Dia mendoakan orang-orang yang menganiayanya; dan pada waktu ayah dan saudara laki-lakinya dibunuh secara kejam, Baptista mendoakan para pembunuh itu kepada Allah: “Ya Tuhan, jangan timpakan dosa ini atas diri mereka!”
Karena kesetiaannya dalam menanggung penderitaan, Tuhan yang tersalib secara tetap menarik Baptista semakin dekat pada-Nya. Kristus mengungkapkan sendiri kepada Baptista penderitaan seperti apa yang dialami Hati-Nya. Baptista membuat banyak catatan sehubungan dengan pernyataan Kristus ini.
Setelah dia melayani sang Mempelai laki-laki ilahi di dalam biara selama lebih dari 40 tahun, Baptista meninggal dunia penuh berkat pada tanggal 31 Mei 1524. Beberapa puluh tahun setelah wafatnya, jenazahnya digali kembali dari kubur. Lidahnya yang begitu sering dipakai olehnya untuk mendoakan para musuhnya ternyata masih utuh dan segar. Lidahnya itu kemudian ditaruh dalam sebuah tempat penyimpanan relikui yang istimewa.
Baptista dihormati sebagai seorang kudus langsung setelah wafatnya. Pada tahun 1843 dia dibeatifikasikan oleh Paus Gregorius XVI [1831-1846], dan pada tanggal 17 Oktober 2010 dia dikanonisasikan oleh Paus Benediktus XVI.
Untuk direnungkan: Pertimbangkanlah bagaimana Tuhan memimpin Santa Baptista Varano dari kontemplasi atas penderitaan sengsara-Nya yang bersifat fisik kepada permenungan atas penderitaan-penderitaan yang dialami Hati-Nya yang Mahakudus. Tuhan mengarahkan Santa Baptista untuk menghormati Hati Kudus-Nya jauh hari sebelum Dia mempercayakan devosi kepada Hati Kudus-Nya itu kepada Gereja universal melalui Santa Margareta Maria Alacoque [1647-1690]. Santa Baptista Varano melakukan sembah bakti kepada Hati Kudus Yesus secara sempurna. Dalam mengkontemplasikan sengsara Yesus, hatinya kian dibakar oleh api cinta yang pada waktu bersamaan adalah sesal-tobat dan kemauan untuk membuat pengorbanan. Itulah yang menyebabkan dirinya mampu untuk membuang segala kemewahan dan segala hal yang sia-sia dari sebuah kehidupan istana, agar supaya dapat menjadi milik Allah saja. Allah bersabda: “Hai, anak-Ku, berikanlah hatimu kepadaku, biarlah matamu senang dengan jalan-jalan-Ku” (Ams 23:26). Jarang ada orang yang mampu memenuhi permintaan Tuhan seperti ini. Santa Baptista Varano memenuhi permintaan Tuhan itu!
Sumber: P. Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS dan Wikipedia.
Cilandak, 30 Mei 2011 [Peringatan Santa Baptista Varano, Ordo Santa Klara]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS