Archive for May, 2011

IA AKAN MEMIMPIN KAMU KE DALAM SELURUH KEBENARAN !!!

IA AKAN MEMIMPIN KAMU KE DALAM SELURUH KEBENARAN !!!

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan VI Paskah, Rabu 1-6-11)

Peringatan Santo Yustinus [+ 165], Martir

Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari Aku. Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-Ku; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari Aku” (Yoh 16:12-15). 

Kadang-kadang timbul keinginan dalam hati kita bahwa Yesus sendirilah yang mengatakan kepada kita pada Perjamuan Terakhir semua hal yang dikatakan oleh-Nya akan diajarkan oleh Roh Kudus setelah Ia sendiri pergi, bukankah begitu? Tidak pernahkah kita mengalami frustrasi dalam upaya kita mencari kehendak Allah berkaitan dengan suatu keputusan sangat penting, namun ketika kita selesai berdoa kita masih  saja tidak yakin apakah suara yang menjawab doa kita di kepala kita itu sungguh suara Allah atau hanya imajinasi kita sendiri? Lalu kita berkata kepada diri kita sendiri: “Ah, kalau saja Roh Kudus berbicara kepada kita dengan jelas seperti pada waktu Yesus berbicara dengan para murid-Nya!” …… “Kalau saja Dia dapat menggunakan kata-kata sederhana yang mudah dimengerti, sehingga aku tidak perlu mengira-ngira, tak perlu menebak-nebak apa yang dimaksudkan oleh-Nya!” 

Namun Yesus mengatakan kepada kita – dengan kata-kata yang mudah dimengerti – bahwa lebih berguna bagi kita kalau Dia pergi kembali kepada Bapa surgawi (Yoh 16:7). Mengapa? Karena dengan demikian Dia dapat mengutus Roh Kudus kepada kita untuk menyucikan kita dan memimpin kita ke dalam segala kebenaran. Dalam hati kita dapat saja ingin agar kita memiliki kedekatan dengan Yesus seperti halnya para rasul/murid-Nya yang pertama. Akan tetapi, kita juga harus ingat bahwa meski begitu dekat dengan Yesus, tetap saja tidak dapat mencegah para rasul/murid untuk merasa takut akan nyawa mereka sendiri; tidak dapat mencegah mereka untuk melarikan diri justru pada waktu sang ‘Tuhan dan Guru’ ditangkap oleh pasukan para penguasa pada waktu itu. 

Kapan sebenarnya kita berada paling dekat dengan Yesus? Tentunya pada waktu kita menyambut Dia dalam Komuni Kudus – setelah kita mendengar suara-Nya dalam Liturgi Sabda. Juga dalam Komuni Kudus Yesus paling mampu untuk membagikan diri-Nya dengan kita dan untuk menyentuh kita dengan penyembuhan-Nya, dengan hikmat-Nya dan dengan kasih-Nya. Yang diminta oleh-Nya dari kita hanyalah hati yang terbuka lebar-lebar bagi Dia dan pikiran-hening yang hanya tertuju kepada-Nya. 

Oleh karena itu janganlah kita membuang-buang waktu sedemikian, yaitu saat-saat kebersatuan dengan Allah secara mendalam, ketika suara kecil hampir tak terdengar dari Roh Kudus dapat terdengar paling jelas dalam hati kita. Tentu saja kita tidak keluar dari Misa Kudus dengan sebuah dokumen sepanjang 2-3 halaman folio berisikan kata-kata yang didiktekan oleh Roh Kudus berkaitan dengan pilihan penting yang harus kita buat. Namun demikian, kita akan membawa dalam diri kita efek-efek dari kehadiran-Nya, laksana suatu cara pengobatan/terapi radiasi yang menembus bagian luar diri kita dan membakar sabda-Nya, kasih-Nya, dan kuasa-Nya masuk ke dalam bagian-bagian diri kita yang paling dalam. 

DOA: Tuhan Yesus Kristus, ucapkanlah sabda-sabda-Mu yang hidup kepadaku setiap hari – sabda-sabda-Mu yang akan menembus dalam-dalam diriku dan menolong mengarahkan semua pikiranku, juga kata-kataku dan tindakan-tindakanku. Oleh kuat-kuasa Roh Kudus-Mu, pimpinlah aku ke dalam kebenaran-Mu saja. Amin. 

Cilandak, 9 Mei 2010  [revisi]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

JIWAKU MEMULIAKAN TUHAN

JIWAKU MEMULIAKAN TUHAN

(Bacaan Injil Misa Kudus, Pesta S.P.Maria Mengunjungi Elisabet, Senin 31-5-10)

Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan bergegas menuju sebuah kota di pegunungan Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai di telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Berbahagialah ia yang percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”

Lalu kata Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya. Rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya (Luk 1:39-56).

Adatiga kidung dari Injil Lukas yang setiap hari kita doakan/daraskan/nyanyikan dalam Ibadat Harian kita, yaitu ‘Kidung Zakharia’ [Benedictus; Luk 1:68-79] untuk Ibadat Pagi, ‘Kidung Maria’ [Magnificat; Luk 1:46-55] untuk Ibadat Sore, dan ‘Kidung Simeon’ [Nunc Dimittis; Luk 2:29-32] untuk Ibadat Penutup. Dalam kesempatan ini marilah kita soroti apa yang termuat dalam ‘Kidung Maria’ itu, sebuah kidung yang dinyanyikan olehnya pada waktu mengunjungi Elisabet, saudaranya.

Kita dapat membayangkan sejenak apa kiranya yang ada dalam hati dan pikiran Maria setelah melakukan perjalanan jauh dari Nazaret, Galilea ke Ain Karem di dataran tinggi Yudea itu. Pikirkan bagaimana dia begitu bersukacita penuh syukur ketika memikirkan kebaikan Allah yang begitu luarbiasa atas dirinya. Dan, ia memang telah mempercayakan affair-nya dengan Roh Kudus sepenuhnya kepada Allah Perjanjian, teristimewa perihal pertumbuhan jabang bayi yang ada dalam rahimnya. Kidung Maria yang indah ini adalah buah dari permenungan Maria sepanjang perjalanan jauh tersebut. Elisabet meneguhkan siapa sesungguhnya Maria ketika dia digerakkan oleh Roh Kudus untuk berseru, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai di telingaku, anak yang ada di dalam rahimku melonjak kegirangan. Berbahagialah ia yang percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” (Luk 1:42-45). Kidung Maria menunjukkan kepada kita beberapa prinsip bagi doa-doa yang kita panjatkan.

Kidung Maria adalah sebuah ‘doa iman’, seperti Maria sendiri adalah ‘model iman’ dan juga merupakan doa bagi kita semua. Kidung Maria ini barangkali merupakan doa yang paling dipenuhi kerendahan hati, seperti termuat dalam Kitab Suci. Dalam Magnificat, Maria mengakui kebenaran tentang siapa Allah itu dan siapa dirinya di hadapan Allah. Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengajarkan kepada kita bahwa “kerendahan hati adalah dasar doa” (KGK, 2559). Pasti kerendahan hati menjadi fondasi dari Kidung Maria ini, ketika dia mengakui bahwa Allah “telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya … karena yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku”  (Luk 1:48,49).

Kidung Maria ini pun merupakan sebuah doa yang mencerminkan iman-kepercayaan seseorang yang sangat mendalam. Maria mempercayai apa yang akan dilakukan oleh Allah baginya. Sepanjang hidupnya Maria tetap penuh percaya pada kerahiman dan kebaikan hati Allah (lihat Luk 1:50). Dia percaya bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang rendah dalam dunia ini dan Dia akan setia pada segala janji-Nya (Luk 1:52-53.55). Kidung Maria merupakan sebuah contoh indah tentang kenyataan bahwa kita tidak perlu melakukan perbuatan-perbuatan besar di mata publik untuk menyenangkan Allah atau menguraikan secara terinci suatu isu teologis yang mendalam. Dengan mengikuti teladan Maria dalam mengasihi Allah, mempercayai Dia dan dengan rendah hati berjalan bersama-Nya, kita semua pun dapat menyenangkan Allah.

Selagi anda datang menghadap sang Mahatinggi setiap hari dalam doa pribadi, cobalah untuk mengingat contoh kerendahan hati dan iman-kepercayaan Bunda Maria. Bersama dia dan dalam kuasa Roh Kudus, kita pun akan mampu mendeklarasikan bahwa, “Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah nama-Nya” (Luk 1:49).

DOA: Bapa surgawi, Engkau telah memilih puteri-Mu Maria untuk menjadi Bunda Putera-Mu yang tunggal, Yesus. Tolonglah aku untuk senantiasa menghadap-Mu dalam kerendahan hati dan rasa percaya penuh kasih, seperti telah ditunjukkan oleh Bunda Maria. Oleh kuasa Roh-Mu, penuhilah diriku dengan iman yang mendalam sebagaimana yang dimiliki Bunda Maria. Amin.

Catatan: Bagi anda yang berminat mendalami renungan ini, kami persilahkan membaca tulisan yang berjudul SEKALI PERISTIWA DI AIN KAREM, tanggal 31-5-10 dalam blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com;   kategori: PERMENUNGAN ALKITABIAH atau MARIA.

Cilandak, 23 Mei 2010 [HARI RAYA PENTAKOSTA] 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SANTA BAPTISTA VARANO [1458-1524]

SANTA BAPTISTA VARANO [1458-1524] 

Pada hari ini, tanggal 30 Mei, keluarga Ordo Santa Klara (Ordo II dalam Ordo Fransiskan) memperingati Santa Baptista Varano (Camilla Battista da Varano). Baptista adalah puteri Adipati Julius Caesar (Giulio Cesare da Varano) dari Camarino, Italia. Dia dilahirkan pada tanggal 9 April 1458 di Camarino, Maceratta, sebagai seorang anak yang dilahirkan diluar pernikahan resmi. Dia dipelihara serta dibesarkan oleh Giovanni Maletesta, istri sah dari ayahnya. Suami istri Giulio Cesare dan Giovanni Maletesta sangat sayang kepada Baptista. Dia memperoleh pendidikan layaknya seorang anak bangsawan, yaitu pendidikan di bidang bahasa dan retorika.

Pada suatu hari – ketika berumur 8 atau 10 tahun, Baptista mendengar sebuah khotbah yang diberikan oleh seorang Fransiskan observanti, Fra Domenico da Leonessa, yaitu tentang penderitaan sengsara yang penuh kepahitan dari Kristus. Gambaran sengsara yang diberikan oleh sang Saudara Dina sungguh menyentuh hati si puteri bangsawan yang masih sangat muda itu. Fra Domenico mengakhiri khotbahnya dengan mengajak para pendengarnya untuk meneteskan sebutir air mata untuk/demi sengsara Kristus. Seperti dikatakan di atas, khotbah Fra Domenico memberi kesan mendalam kepada Baptista. Kemudian dia berjanji kepada Allah untuk meneteskan sebutir air mata cinta untuk sengsara Kristus pada setiap hari Jumat Agung. Mula-mula praktek seperti ini tidak memberi kenyamanan kepada dirinya. Meskipun dipaksa-paksa susahlah baginya untuk meneteskan air mata, dan setelah baru saja meneteskan air mata dia cepat-cepat lari dan bermain lagi. Fra Domenico da Leonessa ini adalah salah satu dari sejumlah bapak pengakuannya.

Mula-mula Baptista tidak tertarik pada hal-hal yang menyangkut kehidupan spiritual, seperti devosi. Dia juga suka mengganggu para saudara dina dan para biarawati. Dapat dikatakan, bahwa pada masa mudanya hidup Baptista dipenuhi dengan kesia-siaan hal-hal duniawi, walaupun hatinya tetap tak dinodai. Dia suka berpenampilan anggun layaknya puteri bangsawan, mengenakan baju yang mahal dan penuh sukacita apabila memakai perhiasan berlian yang berkilau-kilauan. Namun demikian, Baptista tetap setia dengan janjinya.

Pada suatu hari dia mendapat sebuah buku kecil yang berisikan meditasi atas sengsara Kristus, buku yang terdiri dari 15 bagian (disusun untuk dibaca sebagai rangkaian rosario). Kemudian, dia mulai membacanya setiap hari Jumat sambil berlutut di depan salib Kristus. Lalu dia juga mulai dengan praktek kesalehan lainnya seperti berpuasa tidak makan roti dan minum air, berjaga di waktu malam. Semua ini membuatnya meneteskan air mata secara bebas-lepas. Di sisi lain, Baptista tetap melanjutkan memakai waktunya untuk bermain musik, bernyanyi, berdansa-dansi, pergi berjalan-jalan, dan lain-lain hal yang terdapat secara berlimpah di dalam kehidupan istana, yang kemudian disebutnya sebagai kesia-siaan.

Pada masa Prapaskah tahun 1479 Baptista mendengarkan khotbah yang dibawakan oleh seorang Fransiskan Observanti, Fra Francesco da Urbino tentang “terompet/sangkakala Roh Kudus”.  Khotbah ini sungguh menggoncang sanubari Baptista. Secara diam-diam dia berkorespondensi dengan Saudara Dina ini dalam rangka bimbingan rohani. Sentuhan Roh Kudus begitu mendalam sehingga dia menangisi tanpa henti kesia-siaan hidupnya sebelum itu. Baptista pun bertobat. Sejak saat itu, tidak ada satu haripun dalam kehidupannya yang dilewatkan tanpa meditasi atas sengsara Tuhan kita Yesus Kristus. Selang beberapa waktu, Baptista mendengar lagi khotbah Fra Francesco da Urbino. Sekarang Baptista merasa lebih bahagia daripada apabila dia menerima sebuah mahkota kerajaan. “Pada Hari Raya Kabar Sukacita” (Maria diberi kabar oleh malaikat Gabriel) tanggal 24 Maret 1479, Baptista yang sudah berumur 21 tahun ini mengucapkan kaul kemurniannya. Di bawah bimbingan seorang Fransiskan yang bernama Petrus dari Mogliano (Beato), Baptista juga mempraktekkan berbagai mortifikasi fisik, dan bangun setiap malam untuk berdoa rosario untuk menghormati Bunda Allah.

Sementara itu sang ayah merencanakan pernikahan puterinya, namun hasrat hati Baptista hanyalah untuk mengabdikan dirinya bagi Allah dan mengkontemplasikan misteri-misteri ilahi di sebuah sel biara yang sunyi-sepi. Sejak saat itu Suster Baptista mulai mendengar suara-suara di hatinya yang mengatakan bahwa satu-satunya harapan keselamatan dirinya adalah menjadi seorang biarawati. Setelah mengaku dosa di hadapan Fra Oliviero, pada tanggal 17 April 1479, Baptista memutuskan untuk masuk biara para suster Klaris di Urbino. Selama dua tahun, sang ayah menentang rencana suci puteri yang dikasihinya itu. Akan tetapi, pada akhirnya dia memberi izin juga kepada puterinya untuk menerima kudung biarawati dalam biara Klaris di Urbino.

Sejak kira-kira dua setengah tahun sebelum masuk biara, Baptista mulai menulis tentang pertobatannya yang mendalam dan pembalikan dirinya kepada Kristus. Dia menulis tentang betapa penuh sukacita dirasakannya ketika mengetahui bahwa Kristus sungguh mengasihinya. Dia juga menulis tentang perjumpaannya dengan Kristus, namun yang dilihatnya hanyalah bagian belakang tubuh Kristus. Baptista memang adalah seorang biarawati Klaris yang banyak menulis.

Di belakang hari orang kudus ini seringkali berkata: “O, betapa aku mengalami kemanisan di dalam biara suci di Urbino.” Beberapa tahun kemudian ada permintaan yang bersifat urgent agar para suster Klaris membuka biara di Camerino. Sang Pangeran (ayah dari Suster Baptista) membangun sebuah biara bagi para suster Klaris itu. Bersama beberapa suster lainnya, Baptista dikirim ke sana atas perintah atasannya.

Pada saat itu panggilan suster Baptista sudah teguh, namun tetap saja dia tidak luput dari berbagai pencobaan yang penuh derita. Untuk kurun waktu yang cukup lama dia menderita karena penyakit yang sungguh menyakitkan secara fisik. Kemudian dia juga mengalami perjuangan-perjuangan secara batiniah serta penganiayaan oleh orang-orang jahat. Meskipun mengalami semua hal itu, Baptista berterima kasih penuh syukur kepada Allah untuk semua penderitaan yang diperkenankan-Nya terjadi atas dirinya. Baptista merasakan bahwa lewat berbagai penderitaannya, dia secara lebih intim lagi dipersatukan dengan Juruselamatnya yang menderita. Dia mendoakan orang-orang yang menganiayanya; dan pada waktu ayah dan saudara laki-lakinya dibunuh secara kejam, Baptista mendoakan para pembunuh itu kepada Allah: “Ya Tuhan, jangan timpakan dosa ini atas diri mereka!”

Karena kesetiaannya dalam menanggung penderitaan, Tuhan yang tersalib secara tetap menarik Baptista semakin dekat pada-Nya. Kristus mengungkapkan sendiri kepada Baptista penderitaan seperti apa yang dialami Hati-Nya. Baptista  membuat banyak catatan sehubungan dengan pernyataan Kristus ini.

Setelah dia melayani sang Mempelai laki-laki ilahi di dalam biara selama lebih dari 40 tahun, Baptista meninggal dunia penuh berkat pada tanggal 31 Mei 1524. Beberapa  puluh tahun setelah wafatnya, jenazahnya digali kembali dari kubur. Lidahnya yang begitu sering dipakai olehnya untuk mendoakan para musuhnya ternyata masih utuh dan segar. Lidahnya itu kemudian ditaruh dalam sebuah tempat penyimpanan relikui yang istimewa.

Baptista dihormati sebagai seorang kudus langsung setelah wafatnya. Pada tahun 1843 dia dibeatifikasikan oleh Paus Gregorius XVI [1831-1846], dan pada tanggal 17 Oktober 2010 dia dikanonisasikan oleh Paus Benediktus XVI.

Untuk direnungkan: Pertimbangkanlah bagaimana Tuhan memimpin Santa Baptista Varano dari kontemplasi atas penderitaan sengsara-Nya yang bersifat fisik kepada permenungan atas penderitaan-penderitaan yang dialami Hati-Nya yang Mahakudus. Tuhan mengarahkan Santa Baptista untuk menghormati Hati Kudus-Nya jauh hari sebelum Dia mempercayakan devosi kepada Hati Kudus-Nya itu kepada Gereja universal melalui Santa Margareta Maria Alacoque [1647-1690].  Santa Baptista Varano melakukan sembah bakti kepada Hati Kudus Yesus secara sempurna. Dalam mengkontemplasikan sengsara Yesus, hatinya kian dibakar oleh api cinta yang pada waktu bersamaan adalah sesal-tobat dan kemauan untuk membuat pengorbanan. Itulah yang menyebabkan dirinya mampu untuk membuang segala kemewahan dan segala hal yang sia-sia dari sebuah kehidupan istana, agar supaya dapat menjadi milik Allah saja. Allah bersabda: “Hai, anak-Ku, berikanlah hatimu kepadaku, biarlah matamu senang dengan jalan-jalan-Ku” (Ams 23:26). Jarang ada orang yang mampu memenuhi permintaan Tuhan seperti ini. Santa Baptista Varano memenuhi permintaan Tuhan itu!

Sumber: P. Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS dan Wikipedia.

Cilandak, 30 Mei 2011 [Peringatan Santa Baptista Varano, Ordo Santa Klara]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

SEORANG BUSINESSWOMAN FILIPI DIBAPTIS

SEORANG BUSINESSWOMAN FILIPI DIBAPTIS

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan VI Paskah, Senin 30-5-11) 

Keluarga Fransiskan Ordo II: Peringatan Beata Baptista Varani [1524], Biarawati Klaris

Lalu kami bertolak dari Troas dan langsung berlayar ke Samotrake, dan keesokan harinya tibalah kami di Neapolis; dari situ kami ke Filipi, kota pertama di bagian Makedonia ini, suatu kota perantauan orang Roma. Di kota itu kami tinggal beberapa hari.

Pada hari Sabat kami ke luar pintu gerbang kota. Kami menyusur tepi sungai dan menemukan tempat sembahyang Yahudi, yang sudah kami duga ada di situ; setelah duduk, kami bebicara kepada perempuan-perempuan yang berkumpul di situ. Salah seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia berasal dari kota Tiatira dan ia seorang penjual kain ungu yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus. Sesudah ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya , ia mengajak kami, katanya, “Jika kamu berpendapat bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku.” Ia mendesak sampai kami menerimanya (Kis 16:11-15). 

Mazmur Tanggapan: Mzm 149:1-6,9; Bacaan Injil: Yoh 15:26-16:4a

Dalam bacaan ini kita melihat bahwa Paulus dkk. melakukan perjalanan ke Eropa, di mana dia bertemu dengan seorang pelaku bisnis perempuan yang bernama Lidia. Dan apa yang dimulai Lidia sebagai awal suatu hari normal di tepi sungai berubah menjadi perjumpaan spiritual yang mengubah seluruh hidup businesswoman ini dan keluarganya. Lidia adalah seorang ‘kafir’ namun sudah menjadi seorang penyembah Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Akan tetapi Allah ternyata mempunyai rencana istimewa bagi Lidia, yaitu untuk mengenal juga Putera-Nya, Yesus. Lukas menulis bahwa Allah membuka hati Lidia terhadap pengajaran Paulus … dan Lidia menjadi orang Eropa pertama yang ‘bertobat’ masuk ke dalam agama Kristiani (lihat Kis 16:14). 

Sejak dibaptis, kehidupan Lidia dicirikan oleh suatu relasi dengan Yesus yang penuh kasih dan pemberian-hidup – inilah sifat hakiki dari pertobatan atau conversio. Dalam pertobatan, Allah menyentuh hati kita dan membuat kita sadar akan kasih-Nya, kedosaan kita, dan kebutuhan kita akan belas kasih-Nya. Suatu kesadaran seperti itu menggerakkan kita untuk berbalik kepada-Nya sehingga Dia dapat mulai suatu proses pengajaran dan pemberdayaan diri kita untuk merangkul kebaikan-Nya dan menolak apa saja yang jahat. 

Memang cerita tentang Lidia yang terdapat di ‘Kisah para Rasul’ itu relatif pendek, namun dapatlah kita  meyakinkan diri kita sendiri bahwa ceritanya tidak stop ketika Lukas berhenti menulis tentang dirinya. Ada indikasinya. Pertobatan Lidia tidak hanya mendorong dia untuk menerima dirinya dibaptis, tetapi juga menggerakkan dia mengundang Paulus dkk. untuk menumpang di rumahnya. Tindakan kemurahan-hati itu mengungkapkan sesuatu yang lebih daripada sekadar hospitalitas basa-basi. Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengatakan: “ … seruan Yesus mengarahkan kepada pertobatan dan penyesalan, bukan pertama-tama dengan karya yang kelihatan, ‘karung dan abu’, puasa dan matiraga, melainkan pertobatan hati, pertobatan batin. Tanpa itu kegiatan pertobatan akan tanpa hasil dan tidak jujur. Tetapi pertobatan batin mendesak agar menyatakan sikap ini dalam tanda-tanda yang kelihatan dalam kegiatan dan karya pertobatan” (KGK 1430). Pengajaran KGK ini kiranya dapat menjelaskan apa yang dilakukan oleh Lidia setelah dirinya dibaptis. Kita juga harus ingat bahwa pertobatan bukanlah suatu peristiwa sekali seumur hidup, melainkan suatu proses yang berkesinambungan……. terus-menerus. Hal ini menyangkut suatu proses membuat hati kita terbuka terus-menerus bagi Allah dan terus menghasilkan buah yang baik sementara kita belajar untuk bekerja sama dengan Roh Kudus-Nya. 

Selagi Allah melanjutkan membuka hati kita bagi diri-Nya, kita ditransformir sedikit demi sedikit. Perubahan-perubahan paling penting yang kita alami sebagai suatu hasil pertobatan tidaklah akibat dari peristiwa-peristiwa besar dan spektakular, melainkan dari peristiwa-peristiwa biasa yang terjadi sehari-hari. Kita meninggalkan tanda-tanda dari kehidupan lama kita: hidup penuh keserakahan berubah menjadi hidup pelayanan, waktu yang terbuang-buang untuk ‘bersantai’ berubah menjadi waktu yang dipenuhi dengan berbagai kesempatan untuk berdoa, berkomunikasi dengan Dia, demikian pula ‘peng-iya-an’ dari Allah menjadi jauh lebih penting dalam hidup kita daripada pujian dari manusia. Oleh karena itu baiklah kita membuat hati kita tetap terbuka lebar-lebar bagi Yesus sehingga kita dapat dibentuk kembali menjadi gambar-Nya yang indah. 

DOA: Bapa surgawi, perdalamlah pertobatan hatiku dan perkenankanlah aku mengalami keakraban yang lebih mendalam lagi dengan diri-Mu. Semoga pengalamanku akan kasih-Mu yang begitu besar dan agung mengilhami dan menguatkanku untuk mengasihi dan melayani orang-orang lain dalam nama Putera-Mu yang tunggal, Yesus Kristus – Tuhan dan Juruselamatku. Amin.

Cilandak, 6 Mei 2010

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PENTAKOSTA BAGI ORANG-ORANG SAMARIA

PENTAKOSTA BAGI ORANG-ORANG SAMARIA

(Bacaan Pertama Misa Kudus, HARI MINGGU PASKAH VI [Tahun A], 29-5-11) 

Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ. Ketika orang banyak itu mendengar pemberitaan Filipus dan melihat tanda-tanda yang diadakannya, mereka semua memperhatikan dengan sepenuh hati apa yang diberitakannya itu. Sebab dari banyak orang yang kerasukan roh jahat keluarlah roh-roh itu sambil berseru dengan suara keras, dan banyak juga orang liumpuh dan orang timpang yang disembuhkan. Karena itu sangatlah besar sukacita dalam kota itu.

Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar bahwa tanah Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ. Setibanya di situ kedua rasul berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus. (Kis 8:5-8,14-17)

Mazmur Tanggapan: Mzm 66:1-7,16-20; Bacaan Kedua: 1Ptr 3:15-18; Bacaan Injil: Yoh 14:15-21 

Yesus membatasi kegiatan pelayanan-Nya hanya kepada anak-anak Israel (Mat 15:24; bdk. Mrk 7:27), dan semasa hidup-Nya di dunia Ia melarang para murid-Nya untuk mewartakan Kabar Baik kepada orang-orang non-Yahudi (Mat 10:5 dsj.). Dengan demikian, setelah kebangkitan Kristus para murid membatasi kegiatan evangelisasi mereka pada orang-orang Yahudi saja. 

Pewartaan kepada orang-orang non-Yahudi membutuhkan dorongan dari atas. Hal ini menjadi terwujud melalui kemartiran Santo Stefanus dan pengejaran serta penganiayaan yang menyusul atas Gereja di Yerusalem. Umat Kristiani di Yerusalem terpaksa untuk melarikan diri ke kota-kota lain di Yudea dan Samaria. Teristimewa di sana umat Kristiani yang berkebudayaan hellenistis dengan sukses besar berhasil melanjutkan terus pewartaan Injil. 

Salah satu dari mereka adalah diakon Filipus (lihat Kis 6:5). Filipus sukses besar, teristimewa karena dia dianugerahi karunia untuk membuat mukjizat, mengusir roh-roh jahat dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit-penyakit (Kis 8:6-7). Orang-orang Samaria dibaptis, namun tidak jelas dibaptis oleh Filipus atau bukan (lihat Kis 8:16).  

Apakah mereka tidak menerima Roh Kudus pada waktu dibaptis? Tentu saja mereka menerima Roh Kudus. Oleh karena itu ada orang yang menggunakan ayat Kis 8:17 sebagai teks klasik berkenan dengan kedatangan Roh Kudus dalam Sakramen Krisma/Penguatan. Akan tetapi, kelihatannya, di sini penulis Injil Lukas dan “Kisah Para rasul” (Lukas) tidak mengetahui tentang “penguatan” sebagai suatu ritus terpisah dan dibedakan dari pembaptisan. Sebaliknya, kelihatannya di sini Lukas berbicara mengenai suatu anugerah Roh Kudus yang terpisah dari pembaptisan, seringkali diwujudkan dengan penumpangan tangan dan berakibat pada manifestasi luarbiasa dari karunia-karunia lidah (glossalalia) atau nubuat (lihat Kis 10:44 dan 19:5-6). 

Ada yang mengatakan, bahwa dalam bacaan ini Lukas ingin menekankan bahwa karunia Roh Kudus datang melalui Gereja, yang diwakili oleh kolese yang terdiri dari 12 rasul di Yerusalem. Itulah sebabnya mengapa Petrus dan Yohanes diutus ke Samaria oleh Gereja induk di Yerusalem. Dikatakan bahwa orang-orang Yerusalem menerima Roh Kudus, hanya setelah ditumpangi tangan oleh Petrus dan Yohanes. 

Dengan demikian kiranya kita dapat saja mengatakan bahwa dalam Kis 2:1-4 kita mempunyai Pentakosta Kristiani bagi orang-orang Yahudi, dalam Kis 8:17 Pentakosta bagi orang-orang Samaria dan dalam Kis 10:44 Pentakosta bagi orang-orang non-Yahudi (kafir).  

DOA: Tuhan Yesus, bukalah pikiran dan hatiku bagi kasih-Mu untukku dan kasih-Mu bagi sesamaku. Buatlah agar supaya diriku menuruti segala rencana-Mu. Amin. 

Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Yoh 14:15-21), bacalah tulisan yang berjudul “SEORANG PENOLONG YANG LAIN”, tanggal yang sama dalam blog SANGSABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 11-05 BACAAN HARIAN MEI 2011. 

Cilandak, 24 Mei 2011  

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PEWARTA KABAR BAIK YANG SEJATI SELALU DIPIMPIN ROH KUDUS

PEWARTA KABAR BAIK YANG SEJATI SELALU DIPIMPIN ROH KUDUS

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Paskah, Sabtu 28-5-11) 

Paulus datang juga ke Derbe dan ke Listra. Di situ ada seorang murid bernama Timotius; ibunya seorang Yahudi dan telah percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani. Timotius ini dikenal baik oleh saudara-saudara seiman di Listra dan di Ikonium, dan Paulus mau, supaya dia menyertainya dalam perjalanan. Paulus menyuruh menyunatkan dia karena orang-orang Yahudi di daerah itu, sebab setiap orang tahu ayahnya orang Yunani.

Dalam perjalanan keliling dari kota ke kota Paulus dan Silas menyampaikan keputusan-keputusan yang diambil para rasul dan para penatua di Yerusalem dengan pesan, supaya jemaat-jemaat menurutinya. Demikianlah jemaat-jemaat diteguhkan dalam iman dan dari hari ke hari bertambah besar jumlahnya.

Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. Setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka. Setelah melintasi Misia mereka sampai di Troas. Pada malam harinya tampaklah oleh Paulus suatu penglihatan. Ada seorang Makedonia berdiri di situ dan memohon kepadanya, “Menyeberanglah kemari dan tolonglah kami!” Setelah Paulus melihat penglihatan itu, segeralah kami mencari kesempatan untuk berangkat ke Makedonia, karena dari penglihatan kami menarik kesimpulan bahwa Allah telah memanggil kami untuk memberitakan Injil kepada orang-orang di sana (Kis 16:1-10).

Bacaan Injil: Yoh 15:18-21). 

Perjalanan misioner pertama Paulus mencakup sebuah kawasan geografis yang relatif kecil, yaitu terbatas di dalam lingkup Asia Kecil (Asia Minor), pulau Siprus dan sejumlah kota di wilayah yang kita kenal sebagai Turki (Kis 13:4-14:27). Perjalanan misioner Paulus yang kedua, yang berlangsung selama dua sampai tiga tahun lamanya, jauh lebih ekstensif daripada perjalanan misionernya yang pertama. Langsumg melalui Asia Kecil dan menerobos ke Eropa, Paulus dkk. mencakup wilayah yang berjarak lebih dari 3200 km. Sekali lagi mereka mengunjungi tempat-tempat yang sekarang terletak di negeri-negeri Turki, Yunani, Makedonia, Siria dan Libanon. 

Kalau anda membaca petikan di atas, terasa sekali bahwa memang Paulus dkk. adalah para penginjil (evangelist adalah kata kerennya) sejati. Mereka tidak hanya spirit-filled dipenuhi Roh Kudus), tetapi juga spirit-led (dipimpin oleh Roh Kudus). Kepada mereka diberikan berbagai karunia/anugerah Roh yang diperlukan untuk melaksanakan misinya, antara lain karunia penglihatan. Semuanya, segala tindak-tanduk mereka terasa sangat dipimpin oleh Roh Allah, tanpa mengurangi kehendak bebas mereka sebagai manusia ciptaan Allah. Tetapi justru karena hidup dalam Roh, maka jangan lupa discernment  (karunia membeda-bedakan roh) pun menjadi sangat diperlukan, dan mereka pasti memilikinya dan melakukan discernment sebelum mengambil keputusan penting, meskipun pada ayat 10 di atas tidak dinyatakan secara eksplisit. Kita lihat uraian di bawah ini. Kita juga melihat di sini bahwa Lukas menjadi seorang saksi hidup dalam hal ini: Lihatlah kata ‘kami’ yang muncul sebanyak tiga kali (Kis 16:10). 

Mula-mula Paulus tidak mempunyai rencana untuk meninggalkan Asia Kecil dalam perjalanan ini. Akan tetapi kemudian dia mendapat suatu penglihatan seorang laki-laki Makedonia yang memohon pertolongan. Ini adalah sebuah langkah menentukan dan monumental bagi Gereja. Sementara Paulus terus mendorong batasan-batasan dunia Kekristenan menjadi lebih jauh lagi ke barat, gereja-gereja (jemaat-jemaat) yang didirikannya menjadi lebih bervariasi dalam personalitas dan dalam berbagai karunia serta kharisma yang disumbangkan mereka masing-masing bagi kerajaan Allah. Perjalanan-perjalanan misioner Paulus yang terus-menerus juga bersifat instrumental dalam membentuk rasa Gereja bahwa dirinya eksis sebagai peziarah di dunia ini, menaburkan benih Injil di setiap negeri dan kepada setiap orang. 

Apakah tugas misioner Gereja kurang tantangannya dan/atau kurang menakutkannya kalau dibandingkan dengan zaman Paulus? Samasekali tidak! Beberapa negara di mana dia dan Timotius  dulu bekerja sekarang menjadi tempat-tempat panas bagi ketegangan-ketegangan internasional, peperangan dan terorisme. Pada zaman modern ini, setiap hari ada orang yang memberikan hidupnya untuk kemartiran demi Yesus, seperti Paulus dan banyak para rasul lainnya. Sama juga seperti orang-orang Kristiani perdana yang patuh terhadap dorongan-dorongan Roh, maka para misionaris zaman modern harus juga waspada dan peka terhadap bisikan Roh Kudus. Sesungguhnya Roh Kudus bekerja dalam diri kita semua, mengarahkan dan membimbing serta memandu kita dalam tugas penyebaran Kabar Baik ke mana-mana, baik ke dekat maupun jauh. Tidak ada seorangpun dikecualikan dari tugas menjadikan semua bangsa murid Kristus (lihat Mat 28:19-20). 

Pada hari ini, secara khusus marilah kita berdoa untuk beberapa menit lamanya. Kita mohon kepada Roh Kudus untuk membuka pintu bagi Injil Tuhan Yesus Kristus, baik di kawasan tempat  kita tinggal, di kota-kota dan desa/kampung di seluruh dunia. Kita berdoa agar Roh Kudus menyentuh banyak hati anak manusia, teristimewa di kawasan Timur Tengah, yang begitu dekat dengan hati-Nya. Bapa surgawi, datanglah kerajaan-Mu! 

DOA: Roh Kudus Allah, tiuplah angin segar di tengah-tengah umat manusia. Semoga semua orang pada akhirnya mengetahui dan mengenal damai sejahtera dan kesatuan  yang telah dimenangkan Yesus melalui kemenangan di atas kayu salib. Amin.

Cilandak, 4 Mei 2010

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

PERINTAH DARI SEORANG SAHABAT: SUPAYA KAMU SALING MENGASIHI, SEPERTI AKU TELAH MENGASIHI KAMU

PERINTAH DARI SEORANG SAHABAT: SUPAYA KAMU SALING MENGASIHI, SEPERTI AKU TELAH MENGASIHI KAMU

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Paskah, Jumat 27-5-11) 

Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu melakukan apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku  tidak menyebut  kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang terhadap yang lain (Yoh 15:12-17). 

Bacaan Pertama: Kis 15:22-31; Mazmur Tanggapan: Mzm 57:8-12

Pada waktu Yesus memerintahkan kita untuk saling mengasihi seperti Dia telah mengasihi kita (Yoh 15:12), maka Yesus sebenarnya menggunakan kata ‘kasih’ itu secara lebih spesifik daripada yang kita suka gunakan sehari-hari.  Apa yang dimaksud Yesus dengan kasih? 

Kasih yang Yesus bicarakan mempunyai makna yang melampaui sekadar perasaan dan emosi. Meskipun melibatkan emosi-emosi, pada intinya kasih sedemikian adalah suatu keputusan untuk mencari kebaikan dalam diri orang lain. Mengasihi seperti Yesus berarti mengasihi setiap orang tanpa syarat. Ingatlah bahwa Yesus begitu mengasihi ciptaan Bapa, sampai-sampai dia memberikan nyawa-Nya sendiri, sehingga kita semua dapat direkonsiliasikan dengan Allah, artinya hubungan kita-manusia dengan Allah yang sudah rusak dapat dipulihkan kembali dan dibebaskan dari dosa dan kematian. 

Setiap hari, kita harus merenungkan kasih yang terdapat pada inti pengorbanan Yesus, karena itulah sumber kemampuan kita untuk mengasihi Allah dan saling mengasihi di antara kita. Kita juga harus membawa kepada Tuhan segala dalih dan argumentasi mengapa kita memandang diri kita tidak mungkin untuk mengasihi orang-orang tertentu. Dengan begitu kita dapat menerima dari Allah terang belas kasih-Nya dan kemurahan hati-Nya. Yesus yang dikhianati, disiksa dan ditolak demi kita tentu saja akan memberikan kasih-Nya sendiri untuk disyeringkan dengan orang-orang lain, ……… asal kita mau melakukannya. 

Bagaimana dengan diri kita? Marilah kita periksa kasih yang ada pada diri kita hari ini, dan kita juga mencari jalan untuk bertindak berdasarkan perintah Yesus: mengasihi seperti Dia mengasihi. Marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri: Bagaimana aku mengungkapkan kasihku bagi orang-orang dalam kehidupanku – teristimewa mereka yang  kupandang sulit untuk dikasihi? Apakah yang aku dapat lakukan hari ini yang membantu diriku menjadi sedikit lebih serupa lagi dengan Yesus bagi mereka? Apakah ada tindakan-tindakan pelayanan yang aku dapat lakukan? Apakah ada sakit hati yang dapat   kuampuni? Kebaikan-kebaikan apa saja yang dapat kulakukan bagi mereka hari ini? 

Jangan menyerah!!! Tetap dekatlah pada Tuhan Yesus dan bertekunlah dalam mematuhi panggilan atau perintah-Nya untuk mengasihi. Percayalah bahwa upaya anda, kerja keras anda akan berubah menjadi sukacita!!!!! Halleluya! 

DOA: Bapa di surga, Allah Mahapengasih dan Mahapenyayang. Aku berterima kasih penuh syukur dan memuji Engkau untuk Putera-Mu Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku yang tinggal berdiam dalam diriku dan memenuhi diriku dengan kasih akan Dikau dan bagi siapa saja di sekelilingku. Amin. 

Catatan: Bagi anda yang berminat mendalami Bacaan Pertama hari ini (Kis 15:22-31), silahkan membaca tulisan yang berjudul “RESOLUSI KONFLIK DALAM GEREJA AWAL – LANJUTAN, tanggal hari ini di blog SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 11-05 BACAAN HARIAN MEI 2011.

Cilandak, 4 Mei 2010 

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

RESOLUSI KONFLIK DALAM GEREJA AWAL

RESOLUSI KONFLIK DALAM GEREJA AWAL

(Bacaan Pertama Misa Kudus, Peringatan Santo Filipus Neri [1515-1595], Kamis 26-5-11)

Sesudah berdebat beberapa waktu lamanya, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka, “Hai Saudara-saudara, kamu tahu bahwa sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraanku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya. Allah, yang mengenal hati manusia, memberi kesaksian untuk mereka dengan mengaruniakan Roh Kudus kepada mereka sama seperti kepada kita, dan Ia sama sekali tidak membeda-bedakan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu gandar yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? Sebaliknya, kita percaya bahwa melalui anugerah Tuhan Yesus Kristus kita akan diselamatkan sama seperti mereka juga.”

Lalu diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas menceritakan segala tanda dan mukjizat yang dilakukan Allah dengan perantaraan mereka di antara bangsa-bangsa lain. Setelah Paulus dan Barnabas selesai berbicara, berkatalah Yakobus, “Hai Saudara-saudara, dengarkanlah aku: Simon telah menceritakan bahwa pada mulanya Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain dengan memilih suatu umat dari antara mereka bagi nama-Nya. Hal itu sesuai dengan ucapan-ucapan para nabi seperti yang tertulis: Kemudian aku akan kembali dan membangun kembali pondok Daud yang telah roboh dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan, supaya semua orang lain mencari Tuhan bahkan segala bangsa yang atasnya nama-Ku disebut, demikianlah firman Tuhan yang melakukan semuanya ini, yang telah diketahui sejak semula. Sebab itu aku berpendapat bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari hal-hal yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat” (Kis 15:7-21).

Mazmur Tanggapan: Mzm 96:1-3,10; Bacaan Injil: Yoh 15:9-11.

Pada waktu orang-orang non-Yahudi mulai menerima Injil, maka Gereja perdana yang semula hanya terdiri dari orang-orang Kristiani Yahudi (baik Yahudi-Palestina maupun Yahudi-Helinis[tis]), harus bergumul dengan suatu isu yang mungkin saja tidak pernah terpikirkan oleh mereka sebelumnya: Apa hubungannya antara mengikuti Hukum Musa dan mengikuti Yesus? Sungguh suatu isu yang pelik. Ada kelompok yang percaya sekali bahwa para pengikut Yesus harus melanjutkan menepati seluruh hukum Allah yang telah diberikan melalui Musa. Mereka bersikukuh bahwa persyaratan ini juga harus diterapkan tidak hanya pada orang Yahudi, tetapi juga pada orang-orang ‘kafir’ yang ingin bergabung ke dalam Gereja/Jemaat. Orang-orang Yahudi Kristiani ini memang tidak berpandangan bahwa mereka dapat diselamatkan oleh kepatuhan mereka pada Hukum Musa ini. Akan tetapi mereka memandang ketaatan pada hukum itu sebagai jalan untuk menanggapi intervensi Allah dalam kehidupan mereka. Allah telah memberikan kepada mereka suatu relasi dengan diri-Nya, dan memelihara hukum-Nya merupakan jalan sentral bagi mereka untuk memelihara relasi dengan Allah itu. Dengan demikian, orang-orang Yahudi Kristiani ini berpikir bahwa hukum harus tetap berperan sentral dalam tanggapan mereka kepada Allah – bahkan setelah kedatangan Yesus  dan perjanjian baru dalam darah-Nya. 

Di lain pihak orang-orang Yahudi Kristiani yang lain, seperti Paulus dan Petrus tidak sependapat dengan kelompok tadi. Bagi kelompok Paulus dkk. hukum Musa seharusnya tidak lagi menempati tempat sentral dalam relasi umat dengan Allah. Sebaliknya, Yesus-lah yang harus menjadi pusat!!! Tentu hukum tetap harus menjadi panduan kita untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, namun tanggapan kita terhadap Allah haruslah difokuskan pada  ‘mengikuti jejak Kristus’. Konflik ini terangkat ke permukaan sejak adanya beberapa orang Yahudi Kristiani yang datang mengunjungi gereja di Antiokhia. Ketika krisis memuncak, diputuskanlah untuk membawa isu ini ke sidang sebuah konsili di Yerusalem.  Jangan bayangkan Konsili Yerusalem ini diselenggarakan dengan tenang. Perhatikanlah kata ‘debat’ dalam bacaan di atas (Kis 15:7). Ini adalah pertarungan antara para pembela doktrin-doktrin yang berbeda secara prinsipiil. 

Pemimpin Gereja di Yerusalem adalah Yakobus saudara Tuhan Yesus (lihat Gal 1:18-19), dan dalam hal ini tugasnya memang tidak mudah. Petrus tidak berbicara lembek dalam konsili ini. Satu kalimatnya yang keras: “Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu gandar yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri?” (Kis 15:10). Yakobus  adalah seorang Yahudi yang sangat saleh, tetapi dia memiliki satu ciri seorang pemimpin yang baik: dia mempunyai kemauan dan kemampuan untuk mendengarkan! Sikap yang ditunjukkan Yakobus cukup luwes: dia tidak membuang segala tradisi, dan secara hati-hati melalukan discernment apakah yang kiranya cocok untuk gereja ‘campuran’ yang semakin bertumbuh-kembang. Yakobus patuh pada rencana Allah sehingga konflik yang ada pun dapat dipecahkan dengan tetap memelihara kesatuan dan persatuan dalam Gereja perdana. Lihatlah betapa pentingnya kita saling mendengarkan, bahkan lebih penting lagi mendengarkan ‘suara’ Roh Kudus! Begitu mudah kita jatuh cinta pada ide-ide kita sendiri, lalu kita menutup telinga terhadap suara-suara yang lain. Ingatlah, kalau kita begitu mencintai ide-ide kita sendiri, bisa-bisa kita lupa dan luput mencintai Allah dan saudari-saudara kita. Dalam situasi sedemikian kita menjadi target yang empuk dari tipu-daya si Jahat. Lihatlah sejarah perpecahan dalam Gereja yang sungguh merupakan skandal, dan hal itu jelas tidak sesuai dengan maksud Yesus mendirikan Gereja-Nya. Allah sungguh berhasrat melihat kita mengalami kesatuan dan persatuan yang penuh kasih dan sukacita secara mendalam. Dia sendiri mohon kepada Bapa agar kita menjadi satu (Yoh 17:11). Allah akan melakukan hal itu – hanya kalau kita memperkenankan-Nya membuat diri kita orang-orang yang mau mendengarkan, mau belajar dan mau mengasihi.

DOA: Tuhan Yesus, jadikanlah aku seorang pendengar yang baik! Amin.

Cilandak, 1 Mei 2010

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

YESUS POKOK DAN KITA CARANGNYA

YESUS POKOK DAN KITA CARANGNYA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Paskah, Rabu 25-5-11) 

“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dimuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku” (Yoh 15:1-8). 

Bacaan Pertama: Kis 15:1-6; Mazmur Tanggapan: 122:1-5

Judul renungan ini saya ambil dari sebuah lagu sekolah minggu atau bina-iman anak-anak, sebuah lagu gembira yang dikarang berdasarkan pesan Yesus tentang ‘Pokok anggur yang benar’, bacaan kita hari ini. “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5). Ini sebuah pesan Yesus yang begitu jelas-gamblang. Sekarang, marilah kita mengepak-ngepakkan lengan/tangan kita secepat mungkin seperti layaknya seekor burung bangau. Apakah dengan begitu kita dapat terbang tinggi? Naik satu sentimeter pun tidak. Secara fisik memang tidak mungkinlah bagi kita manusia untuk terbang. Akan tetapi setiap hari kita dapat melihat pesawat-pesawat terbang melintas, entah ke kota/negeri mana perginya. Kita tahu bahwa kita tidak mampu terbang, namun dengan penuh kesadaran, kita mengatakan: “Besok gue terbang ke Amsterdam dengan KLM!” Untuk ‘terbang’ seperti itu, yang kita butuhkan hanyalah masuk ke pesawat dan diam di dalamnya sampai mendarat di tempat tujuan. Jadi, dengan ‘berdiam’ atau ‘tinggal’ di dalam pesawat terbang, maka ‘terbang’ bukan hanya menjadi mungkin, melainkan juga menjadi begitu sederhana. Demikian pula kalau kita ‘berdiam’ atau ‘tinggal’ dalam Kristus, sehingga ujung-ujungnya kita pun dimampukan untuk berbuah banyak.

Kitab Suci mengatakan bahwa buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5:22). Sebuah pohon akan berbuah banyak sepanjang pohon itu berakar kuat di lahan yang subur. Demikian pula kita pun akan berbuah-limpah seturut kuatnya kita berakar dalam Kristus. Dengan perkataan lain, kita akan memanifestasikan buah Roh sementara kita belajar untuk mengandalkan diri sepenuhnya pada kasih dan kuasa Yesus. Kita akan mengasihi seperti kita mengalami kasih Allah terhadap diri kita sendiri. Kegelisahan dan kecemasan kita akan berubah menjadi kesabaran diri. Belas rasa kita pun akan bertumbuh selagi kita menjadi semakin sadar bagaimana Yesus telah mengampuni kita tanpa reserve. Secara sederhana, ‘berdiam’ atau ‘tinggal’ dalam Kristus berarti mempersembahkan hati kita kepada Tuhan dan memperkenankan Roh-Nya dalam diri kita melayani orang-orang lain melalui diri kita.

Dua orang imam-martir yang kita peringati hari ini, Beato Vincent Soler (Agustinian) dan Santo Angelus (Karmelit) menerima perwahyuan selagi mereka memperkenankan Yesus memenuhi pikiran dan hati mereka. Dengan demikian kematian pun tidak berarti apa-apa bagi mereka – tidak menakutkan samasekali – karena tidak ada siapa dan/atau apa pun yang dapat memisahkan mereka dari Kristus (lihat Rm 8:38-39). Santo Fransiskus dari Assisi mentransformir Gereja yang sedang mau runtuh, bukan melalui tindakan menyusun kembali batu demi batu seperti yang dikiranya semula, melainkan begitu Yesus memenuhi diri-Nya dan menjadikannya bejana rahmat dan kuasa ilahi. Ibu Teresa dari Kalkuta adalah seorang perempuan kecil, lemah, namun melalui dirinya begitu banyak orang ditolong, dipelihara dan disembuhkan. Itulah beberapa contoh dari –para murid Yesus sejati yang selalu ‘tinggal’ dalam Yesus dan Yesus ‘tinggal’ dalam diri mereka.

Di setiap tempat dan pada setiap abad serta zaman, berbagai mukjizat dan tanda heran, perwahyuan, penyembuhan dan pertobatan terjadi melalui hidup keseharian umat Kristiani yang ‘tinggal’ dalam kasih Allah. Janji akan buah yang berlimpah diberikan oleh Yesus kepada kita semua tanpa kecuali: seorang profesor teologi atau seorang awam biasa yang tak tahu apa-apa tentang pernak-pernik organisasi Gereja; seorang anggota Dewan Paroki atau satpam gereja; seorang perempuan atau laki-laki; seorang kaya yang datang ke gereja dengan berkendara Toyota Alphard atau seorang miskin yang setiap kali pergi ke gereja dengan naik angkot/ojek sampai dibasahi keringat setiba di gereja; seorang yang memberi kolekte jutaan rupiah setiap kali atau dengan uang receh saja. Percayalah, Tuhan Yesus tidak mengenal favoritisme!

Buah Roh berlimpah adalah akibat langsung dari keberadaan kita di hadapan hadirat Allah dalam doa-doa, sehingga dengan demikian Ia dapat mengisi kita dan mentransformir kita. Marilah kita ‘tinggal’ dalam kesempurnaan-Nya, agar kita pun akan melihat diri kita semakin disempurnakan.

DOA: Tuhan Yesus, pada saat ini aku menghadap Engkau dalam keheningan. Aku menaruh harapanku sepenuhnya pada-Mu, ya Tuhan. Engkaulah yang mengetahui segalanya, melihat segalanya, mengasihi segalanya dan memenuhi segalanya dengan kasih-Mu. Amin.

Cilandak, 1 Mei 2010

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

DUNIA HARUS TAHU BAHWA AKU MENGASIHI BAPA

DUNIA HARUS TAHU BAHWA AKU MENGASIHI BAPA

(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan V Paskah, Selasa 24-5-11)

Keluarga Fransiskan: Pesta Pemberkatan Basilik S. Fransiskus di Assisi

Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu, Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Kamu telah mendengar bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar daripada Aku. Sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang. Ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku, tetapi dunia harus tahu bahwa aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku (Yoh 14:27-31a).

Bacaan Pertama: Kis 14:19-28; Mazmur Tanggapan: 145:10-13,21

Kita cenderung untuk mendengarkan dengan serius kata-kata terakhir yang diucapkan oleh seseorang yang kita kasihi, pada saat-saat menjelang kematiannya. Kita rindu untuk menerima suatu jaminan cintakasih perpisahan atau kata-kata istimewa sebagai legacy untuk membimbing kita dalam hidup kita ke depan. Inilah yang seyogianya juga kita perhatikan kalau membaca dan merenungkan kata-kata apa saja yang diucapkan oleh Yesus pada malam terakhir kehidupan-Nya di dunia (Yoh 14-17).

Dalam kata-kata perpisahan Yesus kepada orang-orang terdekat-Nya, Yesus merujuk kepada ‘dunia’ sebanyak hampir 40 kali. Karena Yesus menyebut kata ‘dunia’ ini begitu sering dan dalam begitu banyak cara yang berbeda, maka sah-sah saja bagi kita untuk mengetahui apa sebenarnya yang dimaksudkan oleh-Nya dengan ‘dunia’ ini.

Dalam artian tertentu, dunia adalah segenap ciptaan (termasuk kita), yang sangat dikasihi Allah. Karena diciptakan oleh Allah, maka dunia dan semua penghuninya mencerminkan kebaikan-Nya: “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kej 1:31). Namun, tidak lama kemudian dosa memasuki dunia melalui Adam dan Hawa, dan sejak saat itu dunia berada dalam kekuasaan si Jahat yang dinamakan Yesus sebagai “penguasa dunia” (Yoh 14:30).

Jadi kalau Kitab Suci memberi peringatan kepada kita untuk tidak mencintai ‘dunia’, maka sebenarnya ini adalah peringatan agar kita tidak mempunyai kelekatan dengan berbagai falsafah atau nilai dunia yang menolak atau melawan Allah. Dalam ‘Doa Yesus untuk para murid-Nya’, Dia berkata: “Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat” (Yoh 17:14-15). Jadi, meskipun kita hidup di dunia yang sudah jatuh ini, kita tidak dari dunia ini. Kita harus menghindari ‘daya tarik’ dunia yang menggoda kita ke dalam dosa, seperti ada tertulis: “Semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, tidak berasal dari Bapa, melainkan dari dunia” (lihat 1Yoh 2:16). Kita juga harus mempunyai keyakinan, bahwa Yesus telah mengalahkan dunia. Yesus sendiri mengatakan: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33). Sesungguhnya, memang “Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia” (Yoh 3:17).

Yesus telah mengalahkan dosa dan kuasa Iblis, dan kita yang digabungkan dengan Dia melalui iman sekarang ikut ambil bagian dalam kemenangan-Nya. Di depan Pilatus, Yesus bersaksi tentang kebenaran (Yoh 18:37). Demikian pula kita diutus ke dalam dunia sebagai saksi-saksi (lihat Mrk 16:15). Misi kita adalah untuk membawa orang-orang lain keluar dari dunia yang sudah dikuasai dosa, dunia yang sama yang telah kita tinggalkan ketika digabungkan dengan Kristus – dan ke dalam kerajaan Allah.

DOA: Tuhan Yesus, semoga kerajaan-Mu datang ke dalam dunia ini! Tolonglah aku agar dapat menjadi saksi-Mu yang baik, yang dapat menarik orang-orang lain ke dalam kerajaan-Mu itu. Amin.

Cilandak, 29 April 2010

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS